Dugaan Korupsi di BPDPKS, Kejagung Belum Tetapkan Tersangka

Rabu, 08/11/2023 11:19 WIB
Serikat Petani Kelapa Sawit tolak stabilisasi harga migor pakai dana BPDPKS (Tribun)

Serikat Petani Kelapa Sawit tolak stabilisasi harga migor pakai dana BPDPKS (Tribun)

law-justice.co - Dugaan korupsi di BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) kian menguat, sayangnya, setelah meningkatkan kasus pengelolaan dana sawit ke tahap penyidikan, penyidik Kejaksaan Agung belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS tahun 2015-2022.

Pendalaman kasus tentang penggunaan dana BPDPKS untuk pengembangan biodiesel terus dilakukan oleh penyidik yang sepertinya lebih hati-hati guna membuahkan hasil yang tentu saja akurat dan berdasarkan data dan fakta yang ada.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, mengutip kompas.com pada (20/9/2023), mengutarakan, saat penyidikan dugaan korupsi di BPDPKS, penyidik terus melakukan pendalaman kasus bertujuan bahwa pembentukan lembaga BPDPKS dengan kenyataan yang terjadi periode 2015-2022. Dan salah satu titik fokus kasus yang dilakukan pendalaman adalah soal pengembangan biodiesel.

”Kita lagi teliti, kira-kira kepentingan untuk program pemerintah untuk pengembangan biodiesel itu berjalan atau enggak dengan anggaran yang besar itu,” tutur Febrie.

Dikutip dari laman resmi BPDPKS, badan layanan umum (BLU) itu disahkan pada 2015 berdasarkan amanat Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, guna mengumpulkan dana dari pelaku usaha perkebunan. BPDPKS sebagai lembaga terkait melakukan penghimpunan dana dari penerimaan pungutan ekspor kelapa sawit yang saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2022.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dana yang dikumpulkan oleh BPDPKS akan dimanfaatkan untuk pembiayaan peremajaan sawit rakyat (PSR); seperti pemenuhan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit; kemudian pengembangan sumber daya manusia; lalu ada juga penelitian dan pengembangan tentang sawit; promosi dan kemitraan; pemenuhan kebutuhan pangan serta hilirisasi industri, yang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai fokus utama.

Sejak dinaikkan kasus dugaan korupsi di BPDPKS ke tahap penyidikan pada 7 September 2023, menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, penyidik saat ini sedang mempelajari mekanisme dan alur penunjukan perusahaan yang menjadi penerima dana dari BPDPKS. Bukan hanya itu, penyidik melakukan pendalaman terhadap besaran harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel.

Pada area itulah yaitu besara harga indeks pasar, diduga terjadi perubahan melawan hukum dalam penentuan HIP biodiesel yang tentu saja akan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

”Kerugian keuangan negara sedang dihitung karena ini masih didalami,” ujar Febrie tentang dugaan korupsi di BPDPKS.

Geledah Lokasi Dugaan Korupsi di BPDPKS

Kapuuspenkum (Kepala Pusat Penerangan Hukum) Kejagung Ketut Sumedana menyatakan, dalam kasus terkait, penyidik telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. Ini dilakukan terkait dengan proses penyidikan yang akan terus dilakukan dan berkebang dikemudian hari. Sayangnya, Ketut enggan memberi informasi lokasi penggeledahan dan barang atau dokumen yang telah disita penyidik.

”Nanti kita ungkapkan setelah ada penetapan tersangka dari perkara ini,” kata Ketut sekaligus menyampaikan bahwa penyidik telah meminta keterangan saksi terkait dugaan korupsi di BPDPKS.

Salah satu dari empat saksi yang telah dimintai keterangan penyidik adalah Staf Asistensi Deputi Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berinisial NL. Sementara tiga lainnya adalah S selaku Pengurus Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia, HH selaku Direktur PT Bayas Biofuel PT Darmex Biofuel, dan F selaku Direktur PT LDC Indonesia.

Pengembangan Kasus Korupsi Ekspor Minyak Sawit Mentah

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memiliki perspektif sedikit berbeda, kasus dugaan korupsi di BPDPKS adalah hasil lanjutan dari pengembangan kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah beberapa waktu lalu.

Kasus yang menetapkan lima terdakwa tersebut telah diputus di Mahkamah Agung dan telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan saat ini penyidik masih menjalani penyidikan terhadap tiga tersangka korporasi minyak sawit, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Ketika Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman mendatangi Gedung Badan Reserse Kriminal Polri pada Selasa (28/3/2023), Ia menyatakan dalam kasus dugaan korupsi di BPDPKS, diduga terdapat korporasi yang mendapatkan dana untuk pengembangan biodiesel, tetapi hasilnya tidak sesuai atau di bawah dari yang seharusnya.

Kekurangan itulah yang kemudian diduga diklasifikasikan sebagai kerugian keuangan negara. Sehubungan dengan kasus ini, Boyamin memastikan akan mengawal kasus korupsi ekspor minyak sawit yang sudah diproses sebelumnya, MAKI merupakan pihak pelapor ke Kejagung.

”Kami mendukung Kejagung untuk melakukan penyidikan kasus ini karena nyatanya dari rangkaian kasus ini telah merugikan rakyat, mulai dari minyak goreng yang langka dan mahal. Iuran sawit di BPDPKS yang harusnya menjadi subsidi bagi rakyat, termasuk petani sawit, itu malah dinikmati korporasi besar dan itu tidak sesuai jumlahnya,” ujar Boyamin.

Boyamin juga fokus soal wewenang badan layanan umum seperti BPDPKS yang menghimpun dana publik tetapi tanpa didukung pengawasan yang ketat. Ketika tidak ada pengawasan yang ketat, maka lembaga yang mengelola dana non-budgeter semacam BPDPKS akan rentan disalahgunakan.

”Iuran yang dihimpun lembaga ini karena tidak masuk APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), maka pengawasannya menjadi longgar,” kata Boyamin menanggapi soal dugaan korupsi di BPDPKS.

(Tim Liputan News\Bandot DM)

Share:




Berita Terkait

Komentar