Dari Kasus Sambo, Wadas hingga Kanjuruhan, AS Soroti Masalah HAM RI

Rabu, 04/10/2023 08:45 WIB
Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/2/2023). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Robinsar Nainggolan

Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/2/2023). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Amerika Serikat (AS) ikut menyoroti masalah penerapan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mulai dari kasus pembunuhan yang didalangi Ferdy Sambo, Konflik Lahan di Wadas, hingga tragedi Kanjuruhan.

Dalam laporan berjudul "Indonesia Human Rights Report 2022" yang dirilis Kementerian Luar Negeri AS, Washington menyoroti dugaan pelanggaran HAM dilakukan aparat keamanan Indonesia.

"Permasalahan hak asasi manusia yang signifikan mencakup laporan yang bisa dipercaya mengenai: pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang yang dilakukan pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan polisi; kondisi penjara yang keras dan mengancam jiwa; penangkapan atau penahanan sewenang-wenang; pelanggaran serius dalam konflik di Provinsi Papua," demikian bunyi laporan tersebut seperti melansir cnnindonesia.com.

Laporan itu mengutip data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) yang menyebut terjadi 16 kematian dari 50 kasus yang diduga karena penyiksaan dan penganiayaan aparat dari Mei 2021 hingga Juni 2022.

Berikut sejumlah masalah HAM di Indonesia yang diungkit AS dalam laporannya:

1. Pembunuhan Brigadir J

Salah satu isu yang dibahas AS dalam laporannya ini yakni soal pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh Mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.

Pada 12 Agustus, Sambo mengaku di persidangan ia mendalangi rencana pembunuhan Brigadir J dan menyamarkan pembunuhan itu sebagai baku tembak.

Dalam proses penyelidikan jenazah Brigadir J diautopsi. Hasilnya muncul bukti penyiksaan dan luka tembak seperti eksekusi.

Meskipun motif pembunuhan tak jelas, beberapa media melaporkan Brigadir J berencana membocorkan dugaan aktivitas ilegal Sambo, termasuk menjalankan jaringan perjudian.

2. Tragedi Kanjuruhan

Laporan tersebut juga membahas soal Tragedi Kanjuruhan. Pada Oktober 2022 lalu, polisi menembakkan setidaknya 11 butir gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan sebagai bentuk pengendalian massa usai pertandingan sepak bola.

"Ini memicu terjadinya tabrakan fatal yang mengakibatkan 135 kematian, termasuk 43 anak-anak," demikian laporan itu.

Imbas insiden ini, polisi menyatakan enam orang sebagai tersangka Tragedi Kanjuruhan, 10 anggota polisi diberhentikan, dan 18 lainnya dalam proses penyelidikan.

3. Konflik Wadas

AS juga menyoroti sikap pemerintah yang mengambil alih lahan untuk kepentingan publik di Wadas

Sejumlah LSM, lanjut laporan AS, menuduh pemerintah menyalahgunakan kewenangannya untuk mengambil alih atau memfasilitasi pembebasan lahan oleh swasta untuk proyek-proyek pembangunan, seringkali tanpa kompensasi yang adil.

Pada Februari, pasukan polisi dalam jumlah besar dikerahkan untuk menanggapi protes di Wadas, Jawa Tengah, yang menentang pembangunan Bendungan Bener dan aktivitas pertambangan di komunitas mereka.

Media melaporkan ribuan petugas polisi tiba di desa tersebut, memasuki rumah-rumah dan mengintimidasi warga, termasuk menahan anak-anak dan orang tua," demikian laporan AS.

Sebanyak 67 penduduk desa ditahan, sebagian besar dibebaskan tanpa tuduhan setelah penahanan singkat.

Aktivis menuduh polisi mencoba mengintimidasi warga desa untuk memfasilitasi proyek pembangunan.

4. Tim Mawar di tubuh pemerintah

Dalam laporan itu, AS juga mencantumkan pasukan Tim Mawar yang diduga terlibat dalam penculikan hingga pembunuhan pada 1997-1998, terus menjabat di pemerintahan.

Beberapa dari mereka yang terlibat dalam pelanggaran di masa lalu juga menerima promosi atau diberi penghargaan dan penghargaan publik.

5. Kasus Lukas Enembe

Indonesia memberi hukuman pidana bagi pejabat yang melakukan korupsi.

"Namun, upaya pemerintah untuk menegakkan hukum tersebut tidak cukup. Ada banyak korupsi pemerintah sepanjang tahun ini," kata mereka.

Mereka lantas memberi contoh kasus korupsi yang menjerat Gubernur non aktif Papua, Lukas Enembe.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa mereka sedang menyelidiki Lukas atas korupsi terkait pembangunan gereja di Kabupaten Mimika.

Lukas dituduh menggunakan dana Otsus dalam jumlah besar untuk pembangunan gereja sebagai imbalan atas suap, transfer dana sejumlah puluhan juta dolar ke kasino luar negeri, dan penyalahgunaan dana publik lain.

Pengadilan membekukan aset keuangan Lukas senilai 71 miliar rupiah.

6. Kondisi penjara buruk

Kondisi di 526 penjara dan pusat penahanan di Indonesia, menurut AS, seringkali sangat buruk dan terkadang mengancam nyawa, terutama karena terlalu banyak napi dalam satu sel.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat lebih dari 276.000 narapidana dan tahanan di penjara dan pusat penahanan. Fasilitas itu padahal dirancang untuk menampung maksimal 132.107 orang.

"Secara hukum, penjara seharusnya menahan mereka yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, sementara pusat penahanan menahan mereka yang menunggu persidangan," lanjut mereka.

7. Soal RKUHP

Dalam laporan itu, AS juga menyoroti DPR yang mengesahkan undang-undang pidana baru yang mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah dan hidup bersama atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

8. Kasus karyawan Hollywings hingga Fatya-Haris

AS juga menyoroti kebebasan berekspresi di Indonesia yang dianggap membatasi kritik. Misalnya dalam kasus karyawan Hollywing yang disebut melakukan penistaan agama, kekerasan terhadap jurnalis, dan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Fatia Maulidiyanti-Haris Azhar.

Selain itu, AS menyoroti diskriminasi terhadap LGBT, masyarakat adat, dan kekerasan terhadap perempuan.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar