Ditjen Bea Cukai Masih Kaji Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan

Selasa, 26/09/2023 19:45 WIB
Rekam Jejak Bea Cukai: Bermasalah Sejak Dulu hingga Dibekukan Soeharto. (KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA).

Rekam Jejak Bea Cukai: Bermasalah Sejak Dulu hingga Dibekukan Soeharto. (KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA).

Jakarta, law-justice.co - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berjanji tidak memungut cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) kepada pedagang es pinggir jalan, yakni mereka yang bermodalkan mesin cup sealer.

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu Mohammad Aflah Fahrobi mengatakan pihaknya memang mendapatkan mandat memungut cukai minuman berpemanis tersebut. Namun, DJBC masih terus mengkaji siapa saja yang bakal terdampak.

"Kalau ngomongin minuman berpemanis dalam kemasan, orang yang jual minuman di-press itu yang mesin press harganya cuma Rp2 juta-Rp3 juta apakah itu dikenakan? Untuk tahap awal, dalam kajian kami ini belum dikenakan," janji Aflah dalam Media Briefing APBN 2024 di Grand Aston, Cianjur, Jawa Barat, Selasa 26 September 2023.

"Kami juga sedang simulasi nanti penerapan dan lingkupnya seperti apa. Kalau konteksnya tidak tepat, nanti manfaat dan mudarat akan lebih banyak mudaratnya," sambungnya.

Akan tetapi, Aflah tidak merinci kapan pastinya penerapan aturan ini dan relaksasi untuk para pedagang es pinggir jalan tersebut. Ia hanya menegaskan Bea Cukai masih menggodok regulasinya.

Aflah juga menekankan pentingnya sosialisasi soal cukai MBDK ini. Aflah berharap para pengguna jasa dan produsen tidak terkaget-kaget.

Pungutan cukai minuman berpemanis ini sudah tertuang dalam Buku Nota Keuangan II tentang penambahan objek cukai baru. Pungutan ini diniatkan demi meningkatkan penerimaan negara usai perekonomian pulih dari pandemi covid-19.

Ada berbagai alasan pemerintah menarik cukai minuman berpemanis.

Pertama, Indonesia termasuk negara yang pungutan cukainya sedikit ketimbang negara lain. Hanya ada tiga barang kena cukai (BKC) di tanah air sekarang, yakni hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol, dan etil alkohol.

Sedangkan objek pungutan cukai ini nantinya minuman dalam kemasan yang mengandung gula, pemanis alami dan/atau pemanis buatan, yang dikemas bersama-sama maupun secara terpisah, tetapi tidak termasuk minuman mengandung etil alkohol.

Kedua, tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti diabetes melitus tipe II. Penyakit yang meningkat 30 persen hanya dalam waktu 5 tahun pada 2013-2018 menjadi dorongan penting pemerintah ingin memungut cukai MBDK.

Ketiga, karena peningkatan jumlah pembiayaan penyakit tidak menular di Indonesia yang ditanggung oleh negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2022 memakan biaya Rp24,1 triliun.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar