Kepulauan Solomon Klaim Negara Melanesia Desak Selidiki HAM di Papua

Selasa, 29/08/2023 21:40 WIB
Massa aksi rakyat Papua dukung anggota negara-negara Pasifik untuk menfasilitasi ULMWP kampanyekan isu Self Determination di Majelis Umum PBB, Senin, (19/09/2016). (Foto: Jubi.co.id)

Massa aksi rakyat Papua dukung anggota negara-negara Pasifik untuk menfasilitasi ULMWP kampanyekan isu Self Determination di Majelis Umum PBB, Senin, (19/09/2016). (Foto: Jubi.co.id)

Jakarta, law-justice.co - Kepulauan Solomon mengklaim KTT Negara Melanesia (Melanesian Spearhead Global/MSG) sepakat mendesak Indonesia agar mengizinkan Komisi HAM PBB mengunjungi Papua.

Honiara menuturkan para pemimpin negara MSG juga terus mendukung penanganan isu HAM di Papua dan mendesak Forum Kepulauan Pasifik "mengirim misi ke Provinsi Papua Barat dan Papua" dengan mempertimbangkan akar permasalahannya.

Desakan itu tertuang dalam dokumen 22nd MSG Leader` Summit Adopts Communique yang dirilis di situs pemerintah Kepulauan Solomon yang merupakan salah satu anggota forum ini.

"Ketua MSG (Vanuatu) telah diminta untuk menulis surat kepada Indonesia untuk mengizinkan kunjungan Komisaris Hak Asasi Manusia PBB ke Papua Barat," demikian bunyi kutipan dokumen itu.

Pernyataan tersebut berlanjut "[para pemimpin] meminta Komisi Hak Asasi Manusia PBB agar laporan mereka mengenai pelanggaran HAM di Papua Barat disampaikan pada waktu yang tepat untuk dipertimbangkan selanjutnya di KTT MSG pada 2024."

KTT MSG menjadi sorotan usai delegasi Indonesia walk out atau keluar dari forum saat pemimpin Papua Barat dan Ketua ULMWP, Benny Wenda, akan menyampaikan pidato.

Pertemuan puncak itu berlangsung pada 23-24 Agustus di Port Vila, Vanuatu. Salah satu topik yang dibahas yakni keanggotaan ULMWP di MSG.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah, mengonfirmasi delegasi RI keluar dari forum tersebut.

"Ya, semuanya delegasi RI walk out," kata Faizasyah pekan lalu.

Ia lantas menerangkan alasan delegasi Indonesia WO dari KTT MSG saat Benny hendak menyampaikan pernyataan.

"Indonesia tak bisa menerima seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atas aksi-aksi kekerasan bersenjata di Papua termasuk penculikan, diberi kesempatan berbicara di forum yang terhormat," ungkap dia.

Lebih lanjut, Faizasyah menerangkan WO merupakan tindakan yang biasa dalam dunia diplomasi. Ia juga memberi contoh sejumlah negara Barat yang keluar dari forum saat delegasi Rusia tengah berbicara.

Beberapa contohnya, kata dia, ketika negara Barat WO di forum multilateral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau di G20 saat Indonesia menjadi ketua.

Usai KTT rampung, Kemlu RI merilis pernyataan bahwa forum tersebut menolak ULMWP menjadi anggota.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar