Koruptor di Penjara KPK Mau Bayar Pungli ke Petugas dapat Hak Istimewa

Sabtu, 15/07/2023 07:37 WIB
Ilustrasi logo KPK (Law-Justice)

Ilustrasi logo KPK (Law-Justice)

law-justice.co - Dugaan kasus pungutan liar (pungli) miliaran di rutan KPK masih terus diselidiki.

Para tahanan komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui mendapat hak istimewa jika mereka memberi uang kepada petugas rutan.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut besaran nilai pungli berbeda-beda.

Dikutip dari Tribunnews.com, narapidana (napi) diminta membayar uang dengan nilai berkisar Rp2 juta hingga puluhan juta per bulannya.

"Beda-beda. Ada bulanan kan. Sekitar Rp2 juta sampai puluhan juta per bulan," ungkap Nurul Ghufron, kepada awak media saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).


Terbaru, Nurul Ghufron mengungkapkan beragam hak istimewa para tahanan KPK jika membayar pungli.

Salah satu hak istimewanya menurut Nurul Ghufron adalah mereka akan terbebas dari kegiatan membersihkan kloset.

"Jadi biasanya, yang membayar itu tidak diperintahkan untuk melakukan kerja-kerja, misalnya membersihkan kloset dan lain sebagainya, gitu. Itu yang masih terinformasikan," kata Nurul dalam keterangannya, dikutip Jumat (14/7/2023).

Hal yang akan didapatkan para tahanan lainnya dengan membayar pungli adalah terkait penggunaan handphone (HP).

Para tahanan bisa menggunakan HP bahkan mendapat makanan minuman tambahan dari pihak keluarga.

"Yang kami temui itu biasanya berkaitan dengan akses untuk memegang handphone, kemudian akses untuk mendapatkan makanan minuman tambahan dari keluarga, akses untuk mendapatkan keringanan," ungkap Nurul.

Di sisi lain, Nurul menyebut saat ini tim penyelidik KPK masih berspekulasi apakah perbuatan para oknum pegawai rutan itu merupakan pemerasan, suap, atau gratifikasi.

Lembaga antirasuah berharap secepatnya kasus itu menjadi jelas.

Kendati demikian, KPK tetap mempertimbangkan kualitas penanganan perkara.

Tapi tidak boleh berdasarkan waktu, kemudian kecukupan bukti untuk mengungkap kecukupan peristiwa pidananya apa, itu takut terabaikan,  kata Nurul.

Nurul mengatakan, target dari penanganan perkara ini salah satunya adalah penyidikan dan penuntutan.

Tim penyelidik masih mencari alat bukti, siapa saja yang bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum, dan membawanya ke muka sidang.

Karena sampai saat ini, dari sejumlah nama, kan ada puluhan yang disampaikan oleh Dewas (Dewan Pengawas) kepada KPK, sebut Nurul.

Dugaan pungli di rutan KPK pertama kali diungkap oleh Dewan Pengawas KPK.

Pungli itu diduga terjadi pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022.

Dewas menduga jumlah pungutan liar yang dikumpulkan mencapai Rp4 miliar.

Pimpinan KPK telah meneken surat perintah penyelidikan untuk mengusut kasus ini.

Dari penyelidikan awal diketahui bahwa transaksi pungutan liar di rumah tahanan KPK dilakukan secara berlapis.

KPK menduga uang diberikan secara tidak langsung, melainkan diberikan secara berlapis untuk menyamarkan jejak transaksi kepada pegawai yang terlibat.

Dugaannya itu memang tidak langsung kepada rekening pegawai-pegawai yang diduga, melainkan diduga menggunakan layer-layer, kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (21/6/2023).

KPK juga membentuk tim khusus untuk menyelidiki pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai dalam kasus pungli tersebut.

Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa mengatakan tim tersebut memiliki dua tugas.

Pertama adalah tugas jangka pendek yakni menangani peristiwa pungli itu secara khusus.

Sementara jangka menengah adalah upaya perbaikan tata kelola rumah tahanan.

Menurut Cahya, KPK akan melakukan pembebasan sementara dari tugas jabatan terhadap para pihak yang diduga terlibat.

Agar para pihak dapat berfokus pada proses penegakan kode etik, disiplin pegawai, maupun hukum yang sedang berjalan, baik di Dewan Pengawas, Inspektorat, maupun Direktorat Penyelidikan, ujar dia.

Baca juga: Ernie Mieke Torondek, Istri Rafael Alun Trisambodo Diperiksa KPK, Tutupi Wajah dan Diam Tanpa Kata

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar