Adhie M. Massardi, Ketua Komite Eksekutif KAMI

Ketika Hanya Iblis yang Punya Daya Rusak Begini Parah

Selasa, 11/07/2023 12:59 WIB
Adhie Massardi. (foto: Tribunnews.com/Lendy Ramadhan)

Adhie Massardi. (foto: Tribunnews.com/Lendy Ramadhan)

Jakarta, law-justice.co - Di balik sajak terbaru Adhie M Massardi bertajuk “Istana Iblis”, ada kisah menakjubkan, transendental, dan historikal religius serius yang ngeri-ngeri sedap.

Aktivis pergerakan sekaligus budayawan ini menceritakan, bagaimana sajak satire terhadap penguasa ini tercipta. Berikut petikannya:

Sajak terbaru Anda Istana Iblis menyampurkan antara fiksi, fiktif, fakta, religi, histori, fantasi tapi terasa kontekstual. Ada apa dengan Iblis?

Sudah cukup lama saya pelajari (sejarah) persoalan bangsa ini dari berbagai disiplin ilmu. Tapi semua ilmu tampaknya tak kuasa membedah persoalan bangsa Indonesia yang kian hari kian kompleks, rumit, dan menakutkan karena tak ditemukan jalan keluarnya.

Maka saya menyusuri riwayat bangsa ini sampai jauh ke belakang. Ke sejarah awal umat manusia diturunkan ke muka bumi.

Menggunakan metode asal-mula kejadian alam seperti dijelaskan Lewis Dartnell dalam bukunya "Origins: How the Earth Made Us" (2018)?

O, tidak. Dartnell kan menggunakan teori pergeseran lempengan bumi yang membuat perubahan iklim, gaya hidup mahluk, dan perubahan perilaku. Saya melacak jejak persoalan bangsa secara historikal spiritual agar lebih mudah dicerna masyarakat Indonesia yang religius.

Menggunakan Kitab Suci?

Betul. Saya pelajari peristiwa ketika Tuhan menciptakan Adam dan malaikat diperintah sujud kepadanya. Tapi Iblis yang merasa kastanya lebih tinggi karena dibuat dari api tak sudi sujud kepada Adam yang dibuat dari tanah. Fragmen ini bisa dibaca dengan jelas di sajak Istana Iblis karena tidak banyak menggunakan metafora.

Bagaimana menjelaskan bahwa setelah diusir dari surga iblis kemudian memilih tempat di Negeri Khatulistiwa?

Saya menggarisbawahi kesombongan Iblis. Pasti dia tak mau keluar dari surga, kecuali ditempatkan di lokasi yang mirip-mirip surga.

Saya ingat salah satu bait lagu Aku Papua gubahan sahabat saya (mendiang) Franky Sahilatua yang nyebut Papua itu “surga kecil yang jatuh ke bumi”. Secara umum kawasan Indonesia memang sering diibaratkan nirwana, replika surga di khatulistiwa.

Apa kaitan iblis yang nyasar ke Indonesia dengan struktur kekuasaan pemerintahan?

Ini masalahnya. Saya sudah pelajari sejarah bangsa-bangsa di muka bumi. Nyaris tidak ada kepemimpinan nasional yang melakukan langkah brutal seperti yang dilakukan para pemimpin bangsa ini.

Sejak zaman raja-raja hingga saat ini. Tidak ditemukan pemimpin yang bersama bangsa lain menjarah kekayaan negerinya, dan membiarkan rakyatnya ditindas.

Dalam sejarah modern kita kenal Adolf Hitler, monster Perang Dunia II yang sangar. Tapi Hitler hanya menindas Yahudi dan bangsa lain, sedang rakyatnya diagungkan dengan mitos keturunan bangsa Arya. Demikian pula Firaun, raja-raja Romawi, dan lain-lain.

Tapi coba ikuti sejarah raja-raja di Nusantara. Mereka gadaikan tanah, kekayaan alam dan masa depan rakyatnya kepada bangsa lain (Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Amerika, dan yang paling legendaris Netherland alias Balanda).

Jadi iblis masih bercokol di negeri ini?

Secara spritual iya. Coba lihat sekarang, semua institusi negara berantakan. Tak ada tata nilai, etika tidak jalan, tugas konstitusional diabaikan. Kebohongan menjadi bahasa kekuasaan.

Kebenaran kian menakutkan. Menurut saya, tidak ada referensi yang bisa menjelaskan kenapa keadaan di negara kita sekarang ini amat sangat amburadul. Sialnya, orang yang memiliki otoritas hukum dan politik tidak tertarik membicarakan aneka penyimpangan ini.

Saya berkesimpulan, tidak ada manusia yang bisa melakukan kerusakan sedemikian para seperti terjadi di negara kita. Saya percaya yang demikian ini hanya iblis yang bisa melakukan.

Kalau dalam Kitab Suci, situasinya mirip dengan negeri Sodom dan Gomora, yang kejahatannnya melibatkan semua masyarakatnya, kecuali Nabi Luth dan beberapa pengikutnya. Itu sebabnya hanya Tuhan via malaikat yang diutusnya yang bisa menyelesaikan masalah di kota Sodom dan Gomora.

Latar belakang sajak Istana Iblis kok seperti fatalistik yang cenderung menjadi puncak keputusasaan?

Bisa jadi begitu. Tapi saya hanya menjalankan takdir penyair. Penyair ini satu-satunya profesi yang dapat kehormatan dijadikan judul surat (ke-26) dalam Al-Qur’an, Asy-Syu’ara’.

Jika iblis menguasai Istana, bukankah Anda pernah berada di sana?

Benar, saya pernah di Istana bersama Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu saya jurubicara kepresidenan. Tapi ketika itu presidennya memiliki keimanan yang sangat kuat.

Jadi tidak bisa digoda iblis dengan segala tipu dayanya. Itu sebabnya Iblis yang semula menghuni Istana pindah ke Senayan, ke komplek parlemen (DPR/MPR). Dari Senayan itulah iblis memimpin perlawanan untuk kembali menguasai Istana. Begitu ceritanya.

Jadi seperti muazin, takdir penyair juga hanya mengingatkan. Artinya, waktu Subuh muazin azan. Waktunya Zuhur azan.

Ashar azan. Saat masuk waktu Magrib azan. Perkara ada yang shalat atau tidak, sudah bukan urusan muazin. Tapi yang penting diingat, ada yang shalat atau tidak, muazin tetap dapat pahala. Insyaallah.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar