Dinilai Riba, Aturan Bunga Bank Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Jum'at, 07/07/2023 10:38 WIB
Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Mahkamah Konstitusi (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Dua orang warga bernama Utari Sulistiowati dan Edwin Dwiyana menggugat aturan soal bunga bank yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai informasi, gugatan ini mulai disidangkan pada Selasa (4/7) lalu.

Kedua penggugat melalui kuasa hukumnya bernama Irawan Santoso menggugat ketentuan yang diatur dalam Pasal 1765,1766, 1767 dan 1768 uu tersebut karena merasa keberatan dengan materi beleid itu.

Pasalnya, semua pasal tersebut menyepakati adanya perjanjian utang-piutang yang dikenakan bunga atas pinjaman tersebut. Adapun isi pasal-pasal tersebut secara rinci sebagai berikut.

Pasal 1765 KUHPerdata berbunyi," bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian".

Kemudian Pasal 1766 berbunyi "Barang siapa yang sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjikan dahulu, tidak dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkan dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang".

Lalu, Pasal 1767 berbunyi, "Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan di dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ditetapkan di dalam undang-undang, bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang".

Selanjutnya, Pasal 1768, "Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menentukan berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang-undang".

Para pemohon menggugat beleid itu karena merasa hak konstitusional mereka untuk memeluk dan melaksanakan agamanya masing-masing dirugikan dengan pasal-pasal di atas. Pasalnya, harus menyepakati bunga dalam perjanjian utang-piutang.

Menurut para penggugat, mengambil bunga dalam utang-piutang haram karena mengandung riba.

"Karena pembungaan uang atau memberikan bunga dalam utang piutang, hal ini bertentangan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga Interest, di mana mematok bunga dalam urusan utang piutang, maka itu dikatakan sebagai riba nasiah. Nah, itu dianggap haram," ucap Irawan seperti dikutip dari situs MK.

Oleh karena itu, para penggugat sebagai warga negara Indonesia yang dijamin hak-hak konstitusionalnya merasa dirugikan. Apalagi, konstitusi menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Oleh karena itu, pemohon menganggap bahwa hal ini adalah bertentangan dengan jaminan kemerdekaan untuk melaksanakan agama sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 UUD 1945," imbuh Irawan.

Para penggugat pun memohon MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Lalu, menyatakan materi muatan Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, dan Pasal 1768 KUHPerdata bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selanjutnya, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar