Relawan Jokowi Bakal Sodorkan Nama Capres, Tapi Tak Ada Nama Anies

Jum'at, 26/05/2023 16:20 WIB
Relawan pendukung Jokowi yang tergabung dalam Pro Jokowi (Projo) menyiapkan langkah politik pasca Musyawarah Rakyat atau Musra. Projo bermanuver dengan menyiapkan 10 nama bakal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketua umum DPP Projo Budi Arie menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan sepuluh nama bakal capres dan bakal cawapres yang nanti akan didukung Projo.

Relawan pendukung Jokowi yang tergabung dalam Pro Jokowi (Projo) menyiapkan langkah politik pasca Musyawarah Rakyat atau Musra. Projo bermanuver dengan menyiapkan 10 nama bakal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketua umum DPP Projo Budi Arie menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan sepuluh nama bakal capres dan bakal cawapres yang nanti akan didukung Projo.

Jakarta, law-justice.co - Penanggung jawab Musyawarah Rakyat (Musra) yang juga Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa pihaknya mengusulkan tiga nama kandidat calon presiden (capres) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketiga nama tersebut adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto.

Adapun nama Anies Rasyid Baswedan yang menjadi bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan disebutnya juga diusulkan di sejumlah daerah. Namun jika dikalkulasikan di seluruh Indonesia, nama mantan gubernur DKI Jakarta itu berada di urutan keenam atau ketujuh.

"Ada, tapi peringkat enam, tujuh, di beberapa provinsi ada, bukan tidak ada, kan sudah kita laporin setiap Minggu. Ada yang keempat juga, kelima juga, tapi ketika direkap semuanya tidak masuk tiga besar," ujar Budi di Kantor DPP Projo, Jakarta yang dikutip Jumat (26/5/2023).

Nama-nama lain yang tidak masuk dalam tiga besar usulan ada Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Ada pula nama Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Kita ini tidak pernah mencoret nama orang," ujar Budi.

Budi melanjutkan, Projo akan menindaklanjuti hasil Musra yang telah disampaikan kepada Presiden Jokowi. Musra kini sudah membuat simulasi 10 pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres).

Dari 10 simulasi tersebut, terdapat tiga nama kandidat bakal capres yang sudah diusulkan kepada Jokowi, yakni Ganjar, Prabowo, dan Airlangga Sedangkan posisi cawapres, terdapat nama-nama seperti Sandiaga Uno dan Mahfud MD.

Ke-10 pasangan hasil simulasi tersebut adalah Prabowo-Ganjar, Prabowo-Airlangga, Ganjar-Prabowo, Ganjar-Airlangga, Airlangga-Sandiaga, dan Airlangga-Mahfud. Simulasi selanjutnya, Prabowo-Mahfud, Prabowo-Sandiaga, Ganjar-Sandiaga, dan Ganjar-Mahfud.

"Jadi ada 10 simulasi capres-cawapres yang akan kita tawarkan ke teman-teman daerah untuk kita diskusikan dan kita putuskan bersama di mana yang paling pas untuk negara," ujar Budi.


Budi mengatakan, masih mendorong terealisasinya pasangan Prabowo dan Ganjar. Adapun terkait siapa yang berposisi sebagai capres, diserahkan kepada partai politik selaku yang memiliki hak untuk mencalonkan.

"Idealnya Pak Prabowo dan Pak Ganjar jadi satu, idealnya nih. Atau lah Ganjar-Prabowo, Prabowo-Ganjar, idealnya," ujar Budi.

Namun, ia memahami bahwa rencana memasangkan keduanya akan sangat rumit. Karena, baik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) maupun Partai Gerindra ngotot mendorong Ganjar dan Prabowo sebagai capres.

"Makin lama makin sulit ya, karena makin tipis-tipis gitu. Ya kita ingin menyatukan lah, usaha persatuan itu tetap ada, kalau kenyataannya agak sulit, ya sudah," ujar Budi.


Alasan Musra tak Masukkan Nama Anies di Usulan Bakal Capres yang Disodorkan ke Jokowi


Sebelumnya, Presiden Jokowi menghadiri acara Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Istora Senayan, Jakarta, Ahad (14/5). Setelah menerima hasil nama capres dari Musra, Jokowi mengaku belum bisa memutuskannya.

“Tadi di ruang tunggu para ketua menyampaikan kepada saya beberapa nama yang terekam kuat. Saya sudah mendengar, tapi saya ingin resmi tadi yang disampaikan pak Panel Barus itu resmi, belum saya buka,” ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan, saat ini sejumlah partai politik masih belum selesai membentuk koalisi untuk mengusung capres dan cawapresnya di Pilpres 2024. Karena itu, ia meminta agar memberikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikannya terlebih dahulu.

“Jadi saya terus terang, ini harus kita berikan waktu kepada partai atau gabungan partai untuk menyelesaikan urusan capres dan cawapresnya seperti apa,” kata Jokowi.

Jokowi menegaskan, berdasarkan konstitusi, yang bisa mencalonkan capres dan cawapres adalah partai atau gabungan partai. Ia menilai, langkahnya ini merupakan salah satu strategi politik.

“Sehingga itu bagian saya untuk memberikan bisikan kuat kepada partai-partai yang sekarang ini juga koalisinya belum selesai. Jadi kalau saya ngomong sekarang untuk apa? Itu yang namanya strategi ya itu,” ujarnya.

Karena itu, ia pun meminta para relawan agar tak terburu-buru dalam menentukan capres dan cawapres yang akan dipilih. Meskipun begitu, Jokowi menyampaikan apresiasinya kepada Musra yang telah melakukan penjaringan nama capres dan cawapres yang diinginkan rakyat.

“Jangan tergesa-gesa, jangan grusa grusu, jangan pengin cepet-cepetan karena Belanda masih jauh,” kata Jokowi.

Pengamat politik, Hendri Satrio pun mengakui, Presiden Jokowi akan selalu memiliki dampak besar untuk kontestasi 2024. Hal itu dikarenakan Jokowi merupakan presiden, penguasa yang merupakan pula penyelenggara pemilu.

Maka itu, ia berpendapat, tidak heran apa saja yang dilakukan Presiden Jokowi pasti memberikan dampak untuk dinamika menjelang 2024. Namun, dampak dari semua itu kepada perolehan suara tetap tergantung rakyat.

"Contoh, berdasarkan survei Kedai Kopi, responden 63 persen ingin perubahan," kata Hendri kepada Republika, Senin (15/5/2023).

Pendiri Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) itu menekankan, sudah jadi ritual demokrasi dalam 10 tahunan ada pergantian pemimpin. Artinya, perubahan jadi pesan yang ditunggu masyarakat.

"Karena, memang masyarakat selalu menunggu menjadi lebih baik," ujar Hendri.

Namun, pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai kehadiran Jokowi di acara Musra justru memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman Jokowi terhadap demokrasi. Sekaligus cerminan rasa ketakutan Jokowi memasuki masa purnatugas.

"Menurut saya, kehadiran dan pidato jokowi di acara Musra, menurut saya memperlihatkan rendahnya kualitas pemahaman demokrasi. Artinya, jokowi sangat ketakutan memasuki masa purna tugas. Ini bisa memunculkan spekulasi politik dan hukum," kata Najmuddin, kepada Republika, Ahad (14/5/2023).

Pada acara Musra tersebut lanjut Najmuddin, Jokowi kembali menyebutkan sejumlah nama yang ia endorse untuk didukung menjadi capres dan cawapres. Seharusnya, kata Najmuddin, sebagai presiden yang masih menjabat, Jokowi bersikap netral dan fokus menyelesaikan tugasnya hingga masa jabatan habis.

"Ini juga jokowi tidak menghormati etika politik. Semestinya jokowi harus fokus pada penyelesaian tugas kepresidenan, seperti pemerataan pembangunan ekonomi dan keadilan serta penegakan hukum," ujar Najmuddin.

Ke mana Jokowi berlabuh?

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar