Pemerintah Iran Makin Beringas Pada Perempuan yang Lepas Hijab

Sabtu, 20/05/2023 13:20 WIB
Perempuan Iran (AFP)

Perempuan Iran (AFP)

Iran, law-justice.co - Upaya terbaru yang dilakukan otoritas Iran untuk meredam protes menggunakan teknologi pintar telah mendapat perlawanan di media sosial.

Aturan berpakaian di Iran mengharuskan perempuan menutupi rambut dan mengenakan pakaian longgar untuk menutupi tubuh mereka. Tapi, kaum hawa di Iran telah menentang aturan ini di ruang publik, sebagai bagian dari protes yang lebih meluas.

Pada April lalu, pihak berwenang mengumumkan upaya untuk memberlakukan wajib jilbab pada perempuan, yang melibatkan hukuman yang lebih keras serta menggunakan kamera pintar untuk melacak pengemudi perempuan yang melanggar aturan.

Kepala Kepolisian Iran, Ahmadreza Radan mengatakan, "mulai Sabtu 15 April 2023, warga yang melepas jilbab akan teridentifikasi oleh teknologi pintar".

Masyarakat yang tidak mematuhi aturan wajib jilbab akan menerima peringatan, sebelum kasus mereka dilaporkan ke pengadilan pidana untuk diadili, katanya.

Tapi pengumuman ini memicu reaksi, karena media sosial dibanjiri unggahan foto dan video oleh para perempuan yang mengunggah foto dan video mereka tidak menggunakan jilbab di ruang publik, di berbagai penjuru negeri.

Teknologi kurang akurat
Selama beberapa tahun, perempuan Iran telah melaporkan menerima pesan peringatan mengenai pelanggaran aturan berpakaian setelah teridentifikasi oleh kamera pengawas lalu lintas. Tapi, ini pertama kalinya pihak berwenang mengeluarkan ancaman untuk menghukum mereka, dan menyita kendaraan atau memberi sanksi denda.

"Saya menerima sebuah SMS [pesan teks] lebih dari sebulan lalu yang menunjukkan plat kendaraan saya, setelah saya melakukan perjalanan dengan teman-teman perempuan ke Kota Damghan. Hampir semua dari kami tidak menggunakan jilbab di dalam mobil," kata seorang perempuan kepada BBC.


Sejak April, banyak orang melaporkan telah menerima pesan yang sama, yang mencantumkan plat nomor mobil mereka.


Pesan itu berisi peringatan, jika mereka terlihat di ruang publik tanpa jilbab lagi, mobil mereka akan disita. Ia juga menyertakan tautan pada sebuah situs web di mana mereka dapat mengajukan keberatan atas pelanggaran yang dituduhkan.

Seorang pria mengaku telah menerima salah satu pesan ini, dan mobilnya diidentifikasi pada tanggal dan lokasi yang benar, "pesan ini benar kalau saya bersama dengan perempuan saat itu. Tapi saya sendirian di kendaraan. Kamera pintar itu tidak terlalu akurat."

Pria yang tak ingin disebutkan namanya ini, memberikan foto dirinya kepada BBC yang menunjukkan kalau dia memiliki rambut panjang.

Sejumlah pengacara di Iran menyebut langkah baru yang diambil oleh kepolisian dan pengadilan ini ilegal.

"Penyitaan mobil hanya karena tidak berjilbab tidak memiliki dasar hukum dalam konstitusi, dan ini sebuah kejahatan," tulis pengacara Mohsen Borhani di Twitter.

Lembaga peradilan Republik Islam ini merespons dengan menegaskan, "berdasarkan amandemen pertama Pasal 638 hukum pidana Islam, melepas jilbab di depan umum adalah sebuah kejahatan."


Hari-hari setelah pengumuman di bulan April itu, masyarakat di media sosial melaporkan telah menerima pesan dari kepolisian Republik Islam yang mengatakan: "Warga yang terhormat, Anda harus menghormati dan mematuhi hukum wajib jilbab."

Tampaknya, pesan tersebut dikirim tanpa pandang bulu, terlepas dari apakah mereka diharuskan mengenakan jilbab atau tidak. Tapi orang-orang segera bereaksi, dan bahkan mengolok-olok pesan tersebut di media sosial.

Seorang pria pengguna Instagram menulis: "Apakah ini sepintar teknologi yang Anda miliki?"

`Kami tidak lupa`
Sementara itu, para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan terus melanjutkan perlawanan terhadap aturan wajib jilbab, meski itu berbahaya.

"Terlalu banyak nyawa anak muda yang melayang dalam beberapa bulan terakhir, kita tak bisa memutar waktu kembali," kata seorang perempuan Generasi Z di Kota Semnan.

Dia merujuk pada penindasan brutal terhadap pengunjuk rasa oleh rezim, yang menewaskan 530 orang, termasuk 71 anak-anak, sebagaimana dilaporkan oleh Kantor Berita Aktivis HAM Iran (Hrana).


Ribuan orang ditangkap, dan empat pengunjuk rasa dihukum mati sejak Desember.

Protes melanda negara tersebut setelah kematian perempuan 22 tahun, Mahsa Amini saat berada di dalam tahanan polisi moral September lalu. Dia ditahan karena dituduh mengenakan jilbab secara "tidak semestinya".

Kaum perempuan turun ke jalan, membakar jilbab mereka, atau melambai-lambaikannya ke udara sambil berteriak, "Perempuan, Kehidupan, Kemerdekaan."

Sejak itu, banyak bintang film perempuan Iran, dan kalangan selebriti muncul di ruang publik tanpa menggunakan jilbab, untuk mendukung aksi protes.

Hampir delapan bulan berlalu, banyak warga Iran masih berjuang untuk melawan sistem yang mengontrol kehidupan pribadi dan publik mereka.

"Ini adalah kediktatoran Islam, salah satu pilar utamanya adalah penindasan dan kontrol terhadap perempuan, itulah sebabnya perjuangan melawan wajib jilbab adalah sesuatu yang benar-benar mengguncang inti dari sistem ini," kata seorang perempuan yang tinggal di Tehran kepada BBC.

Perempuan lainnya di Tehran menjelaskan kenapa dia tetap melakukan protes aturan berpakaian ini meskipun mendapat ancaman: "Saya terus menentang, karena saya ingin menunjukkan bahwa gerakan Perempuan, Kehidupan dan Kemerdekaan masih hidup, dan kami tidak lupa kematian Mahsa Amini."

`Ancaman baru`
Seorang perempuan yang tinggal di Mashhad, kota religius yang dikenal sebagai situs ziarah bagi Muslim Syiah mengatakan: "Saya terus menentang hukum wajib jilbab karena saya ingin menjadi bagian dari revolusi yang sedang bergulir di negeri ini. Saya tidak ingin menjadi orang yang tidak peduli."

Perempuan lainnya dari kota di bagian utara, Rasht mengatakan: "Melawan aturan berjilbab adalah salah satu cara untuk melawan rezim ini, bahkan jika mereka berpaling dan mengubah aturan hukum, perlawanan akan terus berlanjut."


Banyak aktivis yang ditangkap sejak protes meletus akhir tahun lalu.

Salah satu aktivis feminis, yang sudah keluar dari penjara berkata kepada BBC: "Dari apa yang saya lihat beberapa bulan belakangan ini, kaum perempuan tidak akan menyerah. Mereka tampaknya tidak berpengaruh terhadap ancaman baru ini."

Dia percaya pihak berwenang di Iran sedang menghadapi situasi yang sulit.

"Tampaknya rezim memahaminya; itulah sebabnya mengapa mereka mendorong polisi untuk maju dalam pertarungan ini, tapi mereka tidak meningkatkan yurisdiksi mereka, atau memberikan mereka banyak kekuatan untuk melawan perempuan," katanya.


Sementara itu, sejumlah mal, pertokoan, kafe, dan restoran ditutup setelah mereka terbukti melayani perempuan yang tidak mengenakan jilbab.

Ada pula pertentangan dari kebijakan baru ini dari dalam rezim itu sendiri.

"Melibatkan polisi dalam isu jilbab hanya akan memperlebar keretakan antara masyarakat dengan negara," kata Hossein Alaiee mantan komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).

Merujuk pada peristiwa tindak kekerasan sebelumnya, dia menambahkan: "Kami melihat bagaimana kerja polisi moral menciptakan reaksi keras dan makin mendorong perempuan tidak menggunakan jilbab."

Perjuangan melawan wajib jilbab sama tuanya dengan berdirinya Republik Islam ini sendiri, dan tampaknya masalah ini menjadi permainan kucing-kucingan, di mana pihak berwenang makin mengontrol perempuan, maka semakin banyak perempuan – terutama generasi muda – yang melawan.

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar