Nama Kepala Negara Sahabat Tercemar Saat Dana Hibah Jalan Tol MBZ Ikut Disikat

Menelisik Dugaan Korupsi Proyek Jalan Tol Layang MBZ

Sabtu, 13/05/2023 10:58 WIB
Jalan Tol Jakarta Cikampek II (Elevated). (simpulkpbu)

Jalan Tol Jakarta Cikampek II (Elevated). (simpulkpbu)

law-justice.co - Sejak 2016 hingga awal 2023 pemerintah membangun jalan tol yang panjangnya mencapai 2.923 Kilometer. Keseluruhan panjang tol tersebut akan terbagi mejadi 33 ruas tol, dengan rencana nilai investasi sebesar Rp 593,2 Triliun.

Investasi sebesar itu tentunya merupakan godaan terbuka bagi birokrat-pengusaha bermental korup. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menemukan sejumlah titik rawan dalam investasi dan pembangunan jalan tol tersebut.

KPK menjelaskan sejumlah masalah ditemukan dalam tata kelola proyek pembangunan jalan tol di era Presiden Joko Widodo (Jokowi )sehingga berpotensi terjadi korupsi.  Seperti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol, terjadinya benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajibannya.  

Potensi rawan korupsi proyek jalan tol itu terendus mulai dari proses perencanaan, peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama.  Akibatnya pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi pengadaan tanah.

Kemudian, proses lelang, KPK menemukan dokumen lelang proyek jalan tol tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan. (Kumparan)

Salah satu temuan KPK yang ternag benderang adalah adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa uang Rp 4,5 triliun tersebut merupakan ongkos pembebasan lahan yang harus dikembalikan usai tol sudah selesai dibangun. 

"Rp 4,5 triliun itu pemerintah dulu sudah beliin tanah pembebasan tanah. Janjinya nanti kalau jalan tolnya jadi dibalikin itu uang. Ternyata tol udah jadi 4,5 triliunnya belum dipulangin dan belum jelas juga rencana pengembaliannya gimana, makanya kita dorong, dipanggil dong ini semua, kan 4,5 T kan gede duitnya," ujar Pahala melalui keterangan yang diterima Law-Justice.

Kemudian, Pahala juga mengatakan bahwa terdapat lima orang yang terlibat dengan perusahaan pembangunan jalan tol tersebut.  Kelimanya itu merupakan komisaris dalam perusahaan itu dan mereka semua sudah dicopot jabatannya oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. 

Salah satu proyek pembangunan jalan tol yang sudah masuk radar penegak hukum karena dugaan kasus korupsi adalah Proyek pembangunan jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) atau kini dikenal tol MBZ (Mohamed Bin Zayed).

Tol Cikampek II merupakan jalan tol layang terpanjang di Indonesia yang membentang panjang dari wilayah Junction Cikunir hingga Karawang Barat dan melintasi beberapa bangunan perlintasan eksisting berupa Overpass, Jembatan Penyebrangan Orang (JPO), atau Simpang Susun pada Jalan Tol Jakarta - Cikampek eksisting. Sehingga pada konstruksinya telah dilakukan penyesuaian berupa peninggian elevasi struktur elevated dengan tetap memperhatikan kualitas pemenuhan ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku.

Jalan Tol Japek II Elevated yang telah beroperasi tersebut telah menjadi salah satu solusi kemacetan yang sering terjadi di ruas vital tersebut. Ruas tol Japek II Elevated merupakan jalan tol layang terpanjang di Indonesia dan menjadi jalan tol bertingkat (double decker motorway) yang pertama di Indonesia karena dibangun di atas Jalan tol Jakarta-Cikampek. Adapun tujuan dibangunnya jalan tol ini adalah untuk memisahkan pergerakan komuter jarak pendek Jakarta-Bekasi-Cikarang (lajur kolektor/eksisting) dengan pergerakan jarak jauh tujuan Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya (lajur ekspres/layang), khususnya golongan I non-bus.

Pembangunan Jalan Tol Layang Japek dikerjakan oleh kontraktor PT Waskita Karya (Persero) Tbk bersama PT Acset Indonusa Tbk (Kerjasama Operasi). Pengusahaannya dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) yang merupakan anak usaha dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan nilai investasi sebesar Rp 16.2 Triliun.

PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), anak usaha PT Jasa Marga (persero) Tbk menerima pinjaman sindikasi sejumlah Rp11.363.386.000.000. Pinjaman sindikasi berasal dari 16 bank dan lembaga keuangan konvensional serta syariah ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II elevated. Pembiayaan yang memadukan antara lembaga keuangan dan perbankan baik konvensional dan syariah terlaksana pertama di proyek tol.

Setelah rampung dan sempat beroperasi beberapa bulan, jalan ini mendapat nama baru. Pemerintah Indonesia menetapkan nama Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ) sebagai nama Jalan Layang untuk Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated).

Peresmian penamaan jalan layang terpanjang di Indonesia ini dilakukan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin (12/4/2021) di lokasi akses masuk Jalan Layang Tol Arah Cikampek Km 10 A Jakarta - Cikampek.

Peresmian perubahan nama jalan layang tersebut ditandai dengan penekanan tombol sirine oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Indonesia Abdulla Salem Obaid Al Dhaheri, Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis, dan Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam sambutannya mengatakan, latar belakang pemberian nama Jalan Layang MBZ Sheikh Mohamed Bin Zayed adalah penghormatan bagi Uni Emirat Arab (UEA) yang telah menjalin hubungan diplomatik di bidang sosial dan budaya dan ekonomi selama 45 tahun dengan Indonesia.

Di bidang ekonomi UEA merupakan salah satu negara dengan investasi terbesar di Indonesia khususnya di bidang infrastruktur. Sebelumnya nama Presiden Joko Widodo juga telah dicanangkan sebagai nama salah satu jalan tol strategis di negara penghasil minyak tersebut.

"Perlu kami sampaikan juga sebelumnya nama jalan Presiden Joko Widodo juga telah dicanangkan di Abu Dhabi pada sebuah jalan yang strategis antara Abu Dhabi National Exhibition Center menuju ke arah kompleks kedutaan. Ini juga merupakan sebuah penghormatan pada bangsa Indonesia yang diberikan oleh pemerintah UEA khususnya Sheikh Mohamed Bin Zayed. Jadi, itulah latar belakang dari perubahan nama ini," kata Pratikno  (12/4/2021).

Bawa Nama Kepala Negara Sahabat, Kini Terendus Korupsi

Proyek Proyek pembangunan jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) atau kini dikenal tol MBZ (Mohamed Bin Zayed)  telah rampung dan mulai beroperasi pada 2019. Empat tahun berselang, tepatnya pada Maret 2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan sedang melakukan penyidikan dugaan kasus korupsi proyek tol sepanjang 38,6 kilometer itu. 

Kejagung membeberkan praktik korupsi yang terjadi bermodus persekongkolan dalam pemenangan lelang kontraktor atas proyek yang bernilai kontrak Rp13,5 triliun. Adapun pemenang lelang proyek belasan triliunan itu adalah BUMN PT Waskita Karya dan perusahaan swasta yang terafiliasi dengan Grup Astra, yaitu PT Acset Indonusa.    

Sejak awal diungkap ke publik, terhitung Kejagung telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi dengan latar belakang jabatan beragam. Mulai dari para pihak kontraktor proyek, PT Jasa Marga beserta anak usahanya PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek, PT Virama Karya hingga Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

Menilik catatan Kejagung sampai dengan pemeriksaan teranyar pada Kamis (11/5/2023), sedikitnya lebih dari 20 saksi telah dimintai keterangannya oleh penyidik Korps Adhyaksa. Namun, dari sekian kesaksian, Kejagung hingga kini belum menetapkan satu tersangka. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengaku perlu waktu dan kesaksian lebih banyak untuk mengungkap siapa tersangkanya. 

“Tunggu perkembangannya, kita tunggu penyidik bekerja,” kata Ketut saat dihubungi Law-Justice, Rabu (10/5/2023). 

Anggota Komisi III DPR RI Santoso mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas dugaan korupsi pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek II (Tol MBZ) tersebut.  Santoso meminta Kejagung untuk serius mengusut kasus ini karena telah mempermalukan bangsa Indonesia.

“Saya yakin Kejaksaan Agung akan menjebloskan pihak-pihak yang terhubung pada kasus ini ke peradilan,” kata Santoso kepada Law-Justice.

Santoso menyebut perbuatan korupsi pada proyek Japek II atau MBZ ini, bukan hanya pada tindakan korupsi melainkan perilaku yang mempermalukan Indonesia. Mengingat dana proyek itu berasal dari dana hibah pinjaman yang berasal dari negara UEA.

Ia menyebut perilaku koruptif itu bukan hanya soal mentalitas, melainkan karena sistem yang ada saat ini menyebabkan tumbuh suburnya perilaku koruptif.  “Dana yang berasal dari hibah pinjaman saja dikorupsi, maka dana yang berasal dari APBN pasti dijadikan bancakan oleh oknum-oknum yang mengelola anggaran itu,” ujarnya.

Anggota Fraksi Partai Demokrat ini menekankan rakyat sangat menunggu kerja penanganan Kejagung dalam kasus ini. Jangan sampai menguap serta berujung pada hukum yang tebang pilih. "Kami di Komisi III akan terus mengawal," ucapnya.

Santoso menuturkan bila kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanudin, telah mengalami perubahan dan peningkatan kinerja. Sejumlah kasus besar berhasil diungkap oleh Kejagung, untuk itu ia berharap Kejagung juga bisa mengungkap secara tuntas kasus proyek tol MBZ.

"Kejagung dibawah ST Burhanudin mengalami peningkatan kinerja dan saya harap kasus yang sedang ditangani (termasuk MBZ) bisa dituntaskan," tuturnya.

Anggota Komisi III DPR RI Santoso. (Sinpo)

Senada dengan hal tersebut, Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi, mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ).

"Jika indikasi [korupsi] itu memang benar, ya, dilakukan penyidikan. Tegakkan hukum setegak-tegaknya. Tapi, tetap dikedepankan praduga tak bersalah," ujar Fauzi saat dihubungi.

Fauzi mengatakan Komisi V DPR belum membahas masalah tersebut dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pasalnya, DPR baru akan memasuki masa sidang pada pekan depan.  "Saya sudah dapat info (kasus korupsi Japek II). Jadwal ketemu PUPR belum terjadwal," katanya. 

Legislator asal Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan (Dapil Sulsel) III tersebut enggan membicarakan kasus korupsi tol Japek II. Baginya, upaya hukum oleh Kejagung harus dihormati. Dalam setiap kasus, Fauzi menyebut setiap aparat penegak hukum harus mengedepankan norma hukum supaya tidak ada intervensi hukum.

"Kita juga sebenarnya kurang tepat untuk mengomentari sesuatu kejadian yang diduga terindikasi ada permasalah hukum di situ, lantas kita berpendapat. Kita harus mengedepankan norma-norma hukum agar tidak terkesan mengintervensi," ungkapnya.

Modus Korupsi Jalan Tol

Proyek jalan tol yang digadang-gadang menjadi jalan tol layang terpanjang di Indonesia ini memakai skema pendanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang merujuk beleid hukum Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015. Sederhananya dalam kasus ini, pemerintah mengandalkan pendanaan dari pihak korporasi swasta yang bekerjasama dengan BUMN dalam menggarap proyek infrastruktur nasional. Cara ini ditempuh pemerintah untuk mengakali APBN yang diklaim tidak cukup memadai. 

Ilustrasi: Aktifitas lalu-lintas di Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek Mohammad Bin Zayed (MBZ). (Republika)

Menurut pengamat dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, celah korupsi pada proyek yang menggunakan skema KPBU memang terbuka lebar. Adanya kongkalikong dalam penunjukkan pemenang lelang kontraktor menjadi salah satu titik rawan bancakan terjadi.  

“Kenapa bisa terjadi (kongkalikong), karena proyek KPBU itu biasanya hanya diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar karena yang dibangun infrastrukturnya bukan dari dana APBN, tapi dana dari dana konsorsium. Enggak banyak perusahaan yang punya kapasitas untuk menalangi dana pembangunan tol,” kata Yuris kepada Law-Justice, Kamis (11/5/2023). 

Lantaran hanya sedikit peluang korporasi yang ikut open tender, Yuris bilang celah ini justru menjadi peluang yang kerap dimainkan. “Karena tidak banyak pilihan, titik rawan korupsi dalam skema KPBU adalah soal penunjukkan kontraktor. Meski dalam perundang-undangan sudah diatur secara clear bahwa KPBU harus melalui proses lelang. Penunjukkan langsung hanya bisa dilakukan ketika hal tertentu,” kata dia. 

Yuris berkata modus korupsi persekongkolan macam ini bermula sebelum informasi open tender proyek disebarluaskan. Mereka yang terlibat dalam kongkalikong, seperti pihak pemerintah dan calon kontraktor diduga telah saling deal. 

“Dugaan saya karena adanya komunikasi yang terjalin sebelumnya antara peserta lelang dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) atau pejabat publik yang berwenang atas pembangunan proyek itu,” ujar dia. 

Akibatnya, ia menjelaskan, terjadi konflik kepentingan yang berujung praktik korupsi. Mereka yang mengetahui seluk-beluk proyek, lantas berperan dalam memuluskan jalan para kontraktor memenangkan lelang.  

“Mulai dari membocorkan harga perkiraan sementara, itu sering terjadi. Itu supaya peserta lelangnya menang, dibocorkan harga perkiraan sementara agar mendekati angka penawarannya dalam proses lelang,” tukas Yuris. 

Lain itu, kata dia, akal bulus yang digunakan berkutat pada proposal harga pengadaan proyek atau HPS yang diatur sedemikian cara. Padahal, HPS ini bersifat rahasia yang semestinya tidak dapat diketahui, apalagi diintervensi oleh peserta lelang.   

“Mainnya bahkan ada harga penawarannya yang dibikinkan oleh peserta lelang. Kalau itu lebih parah lagi, persekongkolannya sudah sangat jelas. Karena HPS menjadi tugas PPK untuk menyusunnya,” ucapnya. 

Lebih lanjut, Yuris mengungkapkan patgulipat antara para aktor korupsi dalam kasus ini kemungkinan juga bermain dalam sistem pengadaan lelang yang kini berbentuk daring. Manipulasi hingga sabotase sistem daring pada saat pendaftaran peserta lelang yang tidak ingin dimenangkan kerap juga dimainkan. 

“Meskipun pengadaan secara online, titik rawannya masih tetap ada. Karena sistem masih bisa dimainkan. Misalnya dengan melakukan down system. Jadi ketika ada peserta yang dikondisikan sudah mendaftar lelang, lalu sistem di-down kan ketika peserta lain ingin mendaftar lelang sehingga tidak bisa memasukkan dokumen, tutur dia. 

Di sisi lain, Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Ferdian Yazid, mengungkap modus kongkalikong dalam open tender yang seolah-olah dibikin terbuka memang menjadi hal lumrah di kalangan pengusaha konstruksi. Dalam kasus ini, PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek selaku pihak yang membuka lelang dan mengelola jalannya proyek diduga mengatur hasil akhir lelang yang dimenangkan PT Waskita Karya dan PT Acset Indonusa itu.    

“Misal ada 5 perusahaan yang menawar bisa garap proyek ini, tapi itu telah disetting sejak awal dari Jasa Marga siapa yang memenangkan lelangnya,” kata Yazid saat dihubungi Law-Justice, Kamis (11/5/2023). 

“Kalau bicara dengan pengusaha konstruksi, ada istilahnya arisan, jadi proyek itu sudah ditentukan pemenangnya. Jadi sudah dibagi-bagi. Proyek A misal yang menang perusahaan A, proyek B yang menang perusahaan B dan seterusnya,” ia menambahkan. 

Bahkan, dalam kondisi tertentu, Yazid menuturkan ada pengkondisian seluruh peserta lelang yang menginduk pada satu perusahaan. Jadi, open tender yang ada hanya bersifat formalitas.

“Ada juga misal perusahaan yang ikut lelang itu terafiliasi dengan orang yang sama. Jadi semacam kompetitif tapi ternyata tidak,” kata dia. 

Yazid menduga sistem open tender yang sarat kolutif dan koruptif ini kemudian menjadi bumerang bagi pihak yang bermain. Kejagung yang mengendus adanya praktik korupsi dalam proyek ini, disebutnya, bisa saja informasinya berasal dari peserta lelang yang disingkirkan. 

“Kemungkinan munculnya kasus ini karena ada bocoran dari pengusaha yang merasa dirugikan, yang enggak ikut persekongkolan tersebut,” ujarnya. 

Merujuk laporan tahunan PT Jasa Marga, proyek tol MBZ dimotori oleh anak usaha bernama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek itu. Korporasi ini dibentuk pada tahun 2016, atau satu tahun menjelang proyek tol dimulai. Kepemilikan saham anak usaha BUMN ini mulanya dikuasai Jasa Marga sebanyak 80 persen dan sisanya dimiliki pihak swasta, PT Ranggi Sugiron Perkasa yang bergerak di bidang infrastruktur. Untuk perusahaan terakhir yang disebut, hingga kini belum masuk dalam daftar saksi yang dimintai keterangannya oleh penyidik Kejagung. 

Kedua perusahaan itu yang santer dikabarkan bakal menggarap proyek jalan tol. Namun, di kemudian hari justru anak usaha Jasa Marga membuka open tender hingga akhirnya dimenangkan Waskita dan Acset Indonusa. Konsorsium BUMN-swasta ini, lantas rampungkan proyek pada 2019. 

Setahun berselang, mereka mendapat bayaran dana talangan proyek dari PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek dengan total Rp12,3 triliun, Waskita diberi Rp6,2 triliun dan sisanya untuk Acset Indonusa. Total dana tersebut terpaut selisih Rp1,2 triliun dari total kontrak yang diungkap Kejagung. 

Ihwal uang yang berputar dalam penggarapan proyek ini pun masih dalam tanda tanya. Jika merujuk situs KPBU Kementerian Keuangan, tercatat nilai investasi proyek tol ini mencapai Rp16,4 triliun. Belakangan, dana pinjaman hibah luar negeri (PHLN) dari pemerintah Uni Emirat Arab juga disebut-sebut termasuk dalam skenario pendanaan KPBU. Lain itu, ada juga pinjaman dari sindikasi bank BUMN dan swasta yang masuk ke rekening PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek sejumlah Rp11,3 triliun. 

Kami sudah mencoba mengonfirmasi ihwal total investasi dan darimana saja sumber dana dalam proyek KPBU ini ke Kemenkeu dan Waskita Karya. Namun, Juru Bicara Kemenkeu, Yustinus Prastowo maupun SPV Corporate Secretary Waskita Karya, Ermy Puspa tak kunjung menjawab pertanyaan dari kami. Padahal, transparansi anggaran yang digunakan dalam proyek tol perlu dikemukakan demi mengurai siapa saja yang terlibat bermain dalam kasus korupsi ini. 

Menurut Yuris, setidaknya ada relasi antara pemerintah, BUMN dan swasta yang terlibat dalam pusaran kasus. Asumsinya merujuk pada Perpres KPBU itu. Dalam Perpres disebutkan bahwa penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) adalah pejabat negara selevel menteri. Kemenkeu disebut Yuris hanya sebagai pihak fasilitator yang mengalokasikan aset negara untuk pembangunan proyek. 

“Jadi kemungkinan lebih besar yang terjun terlibat langsung adalah Kementerian PUPR,” kata dia, yang benar adanya bahwa Kementerian PUPR sebagai PJPK berdasarkan situs resmi Kementerian PUPR. 

Lebih rinci, Yuris merunutkan struktur birokrasi yang berhak dimintai kesaksian dan pertanggungjawabannya. “Yang memegang peranan penting dalam skema KPBU ini biasanya oleh menteri yang kemudian bisa ditugaskan ke eselon 1 nya. Kemudian turun dalam level teknis, dibentuk semacam panitia pengadaan, PPK. Dan dalam konteks pengadaan, biasanya juga ada konsultan untuk perencanaan. Lalu sampai proses lelang, dalam proses lelang sudah melibatkan pihak swasta sebagai pihak lelang yang ingin kerjakan proyek,” urai dia. 

Peneliti dari Seknas Fitra, Badiul Hadi, menyoroti peran pemerintah yang tidak efisien dalam pengelolaan APBN sehingga menempuh skema KPBU dan membiarkan akuisisi saham tol MBZ yang merupakan salah satu proyek strategis. Menurutnya, dana APBN sejauh ini habis di belanja rutin macam belanja anggaran pegawai. 

Lain itu, pembangunan infrastruktur juga dinilai tidak terlihat jelas arahnya sehingga terkesan anggaran terbuang begitu saja. “Yang jadi problem, proses penyusunan anggaran itu tidak dilakukan secara baik. Contohnya IKN, sampai sekarang kan APBN ndak bisa nutup,” kata dia saat dihubungi Law-justice, Rabu (10/5/2023). 

Infografis temuan BPK kelebihan bayar pada sejumlah  proyek pembangunan jalan tol.  Sumber: IHPS I 2022 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Dugaan adanya penyimpangan pembangunan jalan tol Japek II ini sebenarnya sempat terendus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam Ikhtisar Hasil Laporan Semester (IHLS) I tahun 2022 BPK menemukan terdapat kelebihan pembayaran pada 13 pekerjaan pembangunan jalan tol PT JM sebesar Rp175,25 miliar, antara lain pada pekerjaan pembangunan jalan tol Semarang-Batang Paket I, pembangunan jalan tol ruas Terbanggi Besar-Mesuji, dan pembangunan jalan tol Jakarta-Cikampek II elevated. Nilai kelebihan pembayaran tersebut termasuk atas tidak dipasangnya guardrail sepanjang 4.300 meter senilai Rp5,16 miliar.

Namun, selama masa pemeriksaan, pelaksana pekerjaan telah melakukan penyetoran ke kas masing-masing anak perusahaan jalan tol PT JM sebesar Rp993,73 juta.

Diakuisisi Grup Salim, Ada Apa?

Dugaan kongkalikong dengan pihak swasta dalam mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tampaknya tidak pada tahap lelang tender saja. Sebab, kepemilikan saham PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek diakuisisi sebesar 40 persen oleh Metro Pacific Tollways Corporation (MPTC) pada 2022. Korporasi ini merupakan anak usaha Metro Pacific Investment Corp (MPIC). 

MPIC sendiri terafiliasi dengan First Pacific Company Limited, perusahaan di Hong Kong yang 44,3 persen sahamnya dimiliki oleh Anthoni Salim atau Grup Salim. Sedangkan, konglomerasi Salim terafiliasi dengan Grup Astra, di mana PT Acset Indonusa yang merupakan anak usaha Astra sebagai kontraktor tol MBZ. Dengan demikian, kepemilikan saham anak usaha Jasa Marga yang mengemban pengelolaan tol itu 60 persennya dikuasai oleh swasta.  

Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik dari Narasi Institute melihat adanya relasi antara kasus korupsi dan akuisisi saham Grup Salim ini. “Ini yang perlu kita waspadai, jangan sampai proyek yang sebenarnya memberikan kenyamanan untuk masyarakat pada akhirnya kemudian dikuasai oleh perusahaan seperti Salim Group yang orientasinya bukan lagi kepada layanan publik,” kata dia saat dihubungi Law-justice, Rabu (10/5/2023). 

Menurutnya, orientasi akuisisi saham tol itu memang hanya sebatas profit. Efeknya, akan ada penyesuaian tarif yang berujung menjadi beban bagi masyarakat. “Mereka mengakuisisi jumlah aset yang lebih besar dari jumlah yang mereka keluarkan untuk akuisisi aset ini. Jadi, mereka ini merampok kekayaan negara dengan membeli satu hal yang murah, padahal future valuenya itu tinggi,” kata dia. 

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro turut memberikan tanggapannya terkait polemik Tol MBZ. Sasmito menyebut salah satu persoalan dalam tol MBZ adalah soal aksi Grup Salim yang mengakuisisi saham jalan tol MBZ milik BUMN, PT Jasa Marga Tbk. 

Salim Grup sendiri merupakan salah satu penerima kucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) selaku pemilik awal dari Bank Central Asia yang terdampak krisis moneter. Menurut Sasmito, konglomerat pemilik bank seharusnya orang yang bertanggung jawab atas krisis ekonomi 1998. Namun anehnya, hingga sekarang, negara terus membiayai mereka melalui instrumen obligasi rekap. 

“Pemerintah membayar kepada para konglomerat dari uang negara, dan konglomerat tersebut melalui berbagai perusahaan yang berbeda namun terafiliasi dalam beli-beli kembali aset-aset negara strategis seperti jalan tol yang produktif. Ini sama saja dengan memberi mereka modal untuk membeli aset negara yang produktif. Jadi sudah menjadi sebab krisis 1998, malah sekarang mengambil aset strategis negara,” kata Sasmito ketika dihubungi.

Ia mengatakan hal itu mengacu pada berita pembelian tol layang Jakarta-Cikampek (MBZ) milik Jasa Marga yang dibeli salah satu grup Salim senilai Rp 4 Triliun. Padahal, terang Sasmito, Grup Salim pada saat krismon 1998 selain menerima BLBI juga menerima bunga obligasi rekap.

Sasmito menyatakan bila Salim Grup patut diduga menerima BLBI Rp 33 Triliun yang kemudian hanya dibayar dengan uang senilai Rp 8 Triliun ditambah 93 persen saham BCA.  Saham-saham itu kemudian dijual kembali oleh pemerintah dan total hanya Rp 10 Triliun yang didapat, dan sekarang seluruh utang-utang itu sudah dianggap lunas.

"Setelah berlalu 18 tahun, grup tersebut dengan enteng melakukan akuisisi 40 persen saham Jalan Layang Tol MBZ Jakarta-Cikampek dengan biaya Rp 4 Triliun," ucapnya.

Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro. (JPNN)

Penanganan kasus dugaan korusi jalan tol layang Jakarta Cikampek atau Jalan Tol MBZ oleh penyidik Kejaksaan Agung layak diapresiasi. Namun, masyarakat perlu untuk ters melakukan pemantauan. Apalagi, saat ini tengah masa tahun politik. Kita mahfum, banyak surprise yang bakal terjadi selama masa Pemilu ini.

Penyidik juga diharapkan untuk tidak hanya berhenti di proses teknis saja. Dalam kasus ini ada dugaan kalau terdapat pihak-pihak diluar korporasi yang dikabarkan terlibat. Penyidik kejaksaan harus bisa menembus barier itu serta menjadikan kasus ini sebagai pintu masuk.

BPK pun sebagai lembaga audit negara semestinya lebih proaktif dalam melakuan audit investigatif bekerjasama dengan APH. Sebab, dalam kasus ini, BPK telah menutup temuan karena telah dilakukan penggantian. Padahal, itu semestinya bisa menjadi pintu masuk untuk memeriksa kelayakan dari proyek ini.

Merujuk pada hasil telaah KPK, ada kuat dugaan telah terjadi dugaan korupsi dalam proyek tol yang memakan anggaran ratusan triliun ini. KPK juga telah mempetakan potensi korupsi dan penyimpangan di klaster-klaster proyek pembangunan tol sepanjang tujuh tahun terakhir.

Pemerintah juga diharapkan lebih selektif dalam memilih investor terutama terhadap proyek-proyek investasi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Tampilnya Grup Salim yang terindikasi terlibat dalam kasus BLBI, meski kabarnya telah melunasi, seharusnya menjadi catatan khusus. Meskipun investor membawa duit berlimpah, tetapi pemerintah tetap harus meneliti latar belakang. Jangan sampai triliunan duit rakyat kegocek investor nakal yang memainkan pasar modal yang bakal merugikan keuangan negara.

Ghivari Apriman

Rohman Wibowo

 

 

 

 

 

 

 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar