Jejak Hitam Bisnis Emas Hitam

Dari Tunggakan PNBP Triliunan, Hingga Kangkangi Hukum

Sabtu, 25/02/2023 13:15 WIB
Ilustrasi kegiatan pertambangan batubara. (Kanwil ESDM Kalimantan Utara)

Ilustrasi kegiatan pertambangan batubara. (Kanwil ESDM Kalimantan Utara)

Jakarta, law-justice.co - Bisnis emas hitam alias batubara merupakan bisnis ekstraktif dengan valuasi usaha luar biasa besar. Dari industri yang resmi tercatat di Dirjen Minerba Kementrian ESDM telah menyumbang 80 persen PNBP sektor tambang.

Namun, dugaan perputaran jejak hitam di bisnis ilegal pun masih kerap terdengar. Luasnya wilayah jangkauan kerja sektor ini, kerap membuat penegak hukum tak berdaya. Bahkan faktanya, tak sedikit yang justru menjadi bagian dari jejaring hitam mafia batubara. Triliunan hak negara masih belum tertagih, belum lagi dugaan adanya duit triliunan juga dari praktik tambang ilegal. Presiden harus secara khusus memberi perintah kepada penegak hukum, Menteri ESDM dan Menteri Keuangan untuk menertibkan kebocoran pemasukan negara di sektor ini.

Belum lama berselang, terdakwa korupsi perizinan tambang batu bara, Mardani H Maming, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan badan saat sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat, 10 Februari 2023. Bekas Bupati Tanah Bumbu dua periode itu juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 110,6 miliar.

Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro, mengatakan terdakwa Mardani H Maming terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mardani H Maming dengan pidana penjara selama 10 tahun, dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan 4 bulan,” kata Heru Kunjtoro saat membacakan putusan. Selain itu, Heru melanjutkan, terdakwa Mardani H Maming dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar subsider 2 tahun kurungan badan. Adapun jika terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita jaksa.

Dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi, maka dipidana penjara 2 tahun,” ucap Heru Kuntjoro. Hakim menetapkan masa penahanan Mardani dikurangi dari penahanan yang telah dijalani. Putusan ini di bawah tuntutan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut terdakwa Mardani H Maming penjara 10 tahun 6 bulan, denda Rp 700 juta subsider delapan bulan, dan uang pengganti Rp 118,7 miliar.

Menanggapi putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sektor pertambangan menjadi sektor yang paling rawan terjadinya praktik tindak pidana korupsi. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa penanganan perkara di sektor pertambangan selaras dengan lima fokus area pemberantasan korupsi di sektor bisnis, politik, penegakan hukum, layanan publik, serta korupsi yang terkait dengan Sumber Daya Alam (SDA).

"Korupsi pada kelima sektor tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai tingkat risiko korupsi yang tinggi, serta berpotensi mengakibatkan kerugian besar pada keuangan negara ataupun perekonomian nasional," terangnya melalui keterangan resmi, Senin (13/2/2023).

KPK sudah fokus pada sektor pertambangan sejak 2011, ketika pertama kali melakukan kajian pengusahaan batu bara. Setelah itu, KPK juga menggandeng kementerian/lembaga terkait lain untuk memperbaiki tata kelola di sektor tersebut. Pada saat melakukan kajian 12 tahun yang lalu, KPK menemukan permasalahan yang ada pada sektor minerba antara lain penataan perizinan, permasalahan penjualan dan ekspor yang tidak valid, serta rendahnya kepatuhan para pelaku usaha.

Temuan kajian yang kompleks, lanjut Ali, mendorong KPK kembali melakukan kajian delapan tahun setelahnya. Pada 2019, Kajian Pengawasan Mineral Dan Batu Bara dilakukan dengan ruang lingkup dan fokus yang lebih spesifik.  "Hal ini mengingat minerba merupakan salah satu sektor andalan pemerintah dalam hal penerimaan negara. Sehingga negara penting untuk memastikan kebijakan pada sektor minerba tepat, agar mampu memaksimalkan potensi SDA untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat," terangnya. 

Secara rinci, kajian pada 2019 itu menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola dan pengawasan mineral dan batu bara. Pertama, permasalahan pada penataan perizinan sektor minerba khususnya mengenai perbedaan data Izin Usaha Pertambangan antara pusat dan daerah. Kedua, rencana perpanjangan pada sejumlah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berpotensi tidak sesuai dengan UU No.4/20092009 tentang Minerba, terkait dengan luasan wilayah kerja. Ketiga, tidak optimalnya sistem monitoring produksi dan penjualan batu bara. 

Oleh karena itu, KPK mengeluarkan empat rekomendasi. Pertama, perpanjangan PKP2B dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Kedua, menyederhanakan dan mengintegrasikan seluruh sistem pengawasan/monitoring yang ada pada Ditjen Minerba, sistem monitoring produksi, dan penjualan pada Ditjen Minerba agar terintegrasi dengan sistem/mekanisme monitoring lainnya di Kementerian/Lembaga terkait. Ketiga, mengimplementasikan quantity assurance pada kegiatan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan batu bara. Keempat, mendorong inventarisasi asset pada sejumlah PKP2B yang akan berakhir kontraknya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

"KPK berharap dengan perbaikan tata kelola pengelolaan SDA dari hulu-hilir ini, bisa memberikan manfaat yang  sebesar-besarnya bagi penerimaan Negara, pensejahteraan Masyarakat, serta terhindar dari praktik-praktik korupsi," tutur Ali.

Senada dengan hal tersebut Ekonom senior Faisal Basri  dalam tulisannya di website pribadi pernah menyindir dengan menyebut kenikmatan berbinis batu bara tak ada habis-habisnya. Perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUDD 1945. “Bisa dapat fasilitas royalti nol persen juga jika menyulapnya menjadi DME (dimethyl ether) yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG (liquefied petroleum gas). Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan,” tulisnya dalam artikel berjudul “Oligarki Batu Bara Kian Mencengkeram dan Untouchable”.

Banyak Cuan, Berlimpah kasus

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (KESDM) membukukan nilai investasi dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan investasi subsektor minerba pada tahun 2022 di atas target yang ditetapkan. Per 31 Desember 2022, realisasi investasi mencapai USD 5,69 milyar, lebih besar dari target USD 5,01 milyar. Berdasarkan penyesuaian Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan Target 2022, PNBP yang disetor ke negara sejumlah Rp183,35 triliun atau melebihi dari target sebesar Rp 101,84 triliun. Komoditas batubara menyumbang 80 persen dari nilai royalti PNBP.

"Tahun 2022 investasi subsektor minerba mencapai 113,5 persen dari rencana semula, sedangkan perolehan PNBP melampaui 180 persen dari target,“ ujar Direktur Jenderal Minerba, Ridwan Djamaluddin dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Tahun 2022 dan Rencana Kinerja Subsektor Minerba Tahun 2023 pada Selasa (31/1/2023) di lantai 5, Gedung Muhammad Sadli 1, kantor Ditjen Minerba, Jakarta.

Prognosa produksi batubara dalam negeri tahun 2022 terealisasi sebesar 687 juta ton atau 103 persen dari target 663 juta ton. Pemanfaatan batubara domestik juga lebih baik, dengan prognosa realisasi 2022 sebesar 206 juta ton atau 124,8 persen dari target 165,7 juta ton. Ridwan menekankan, “Selama tahun 2022 tidak terjadi krisis pasokan batubara untuk memenuhi listrik dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Pemenuhan batubara dalam negeri cukup baik, sehingga sampai akhir tahun hari operasi (hari operasial pembangkit /HOP) PT. PLN rata-rata lebih dari 20 hari, artinya dalam posisi aman.”

Ditjen Minerba terus mengawasi pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang, apalagi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 memberikan sanksi tegas, termasuk sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan reklamasi. Setelah sempat turun pada tahun 2021, luasan reklamasi lahan bekas tambang meningkat hingga 11.084 ha atau 157,21 persen dari target yang direncanakan.  “Proses penyelesaian perizinan minerba pada tahun 2022 sejumlah 41.350 permohonan, dan hanya 14.257 yang disetujui, 22.462 ditolak, 4.302 dikembalikan dan 429 masih dalam proses,” ujar Ridwan.

“Kita menyadari masih banyak perusahaan yang belum mampu memenuhi semua kewajiban perizinan dan perlu diambil jalan berimbang. Jika ada kendala kita pandu, agar perusahaan dapat berjalan dengan baik”, papar Ridwan. 

Sebagian besar permohonan ditolak dan dikembalikan disebabkan karena Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) nya tidak sesuai, persyaratan tidak lengkap, Izin Usaha Pertambangan (IUP) nya tidak Clear and Clean, ketidaksesuaian susunan pengurus dengan data Minerba One Data Indonesia (MODI), tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang, serta belum melunasi PNBP subsektor minerba. Ditjen Minerba masih terus memantau agar perusahaan dapat menyelesaikan kewajibanya, sehingga perusahaan mendapat manfaat ekonomi dan negara mendapat penerimaan sesuai porsinya.

Ridwan melanjutkan, selama periode Februari sampai dengan Desember 2022 jumlah IUP yang dicabut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebanyak 1.981 IUP, sedangkan jumlah pembatalan pencabutan IUP sebanyak 443 perusahaan. Enam perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I sudah diperpanjang sedangkan 1 perusahaan sudah mengajukan permohonan  Rencana Pengembangan Seluruh Wilayah (RPSW).

Meskipun,  PNBP dari sektor batubara diklaim melampaui target hal tersebut tidak lantas membuat optimalisasi potensi pendapatan negara. Publik tentunya belum pula pada kasus dugaan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) dengan pelaku utama Ismail Bolong. Pada Rabu (7/12/2022), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menetapkan mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong, sebagai tersangka izin tambang di Kaltim. Kasus ini bermula dari video pengakuan Ismail yang menyebut dirinya menyetorkan sejumlah uang ke Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri untuk proyek tambang ilegal yang dia kerjakan.

Jika menyitir pada keterangan Ismail ini, tentunya bisa dibayangkan berapa valuasi dari tambang dan perdagangan ilegal batubara yang tak termonitor oleh pemerintah.

Sementara itu Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti adanya kurang bayar. BPK menemukan dalam IHPS II 2021 di antaranya pada Kementerian ESDM, terdapat kurang bayar iuran tetap sebesar Rp123,25 juta dan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) TA 2020 sebesar Rp246,04 miliar dan US$23,84 juta serta lebih bayar sebesar Rp52,55 miliar dan US$7,51 juta.

Di samping temuan BPK ini, sebelumnya di tahun 2019 juga diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyerahkan tunggakan penerimaan negara bukan pajak dari sektor mineral batu bara senilai Rp3,4 triliun kepada Kementerian Keuangan dari total tunggakan Rp4,5 triliun.

Grafik Realisasi Batubara tahun 2017-2019. (Sumber Dirjen Minerba Kementerian ESDM)

Ini belum juga memasukkan adanya unsur dugaan penghindaran yang dilakukan oleh perusahaan rakasasa tambang batu bara. Laporan Global Witness: Jaringan Perusahaan Luar Negeri Adaro, mengungkapkan bahwa sejak 2009 sampai 2017, Adaro melalui salah satu anak perusahaanya di Singapura, Coaltrade Services International, telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak 125 juta dolar lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan di Indonesia. Dengan memindahkan sejumlah besar uang melalui suaka pajak, Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia yang berarti mengurangi pemasukan bagi pemerintah Indonesia sebesar hampir 14 juta dolar AS setiap tahunnya yang sekiranya bisa digunakan untuk kepentingan umum.

‘’Operasi luar negeri Adaro yang ekstensif ini nampaknya memiliki posisi yang bertolak belakang dengan citra publik yang mereka sudah mereka bangun dengan hati-hati, yaitu kebanggaan mereka akan kontribusi kepada Indonesia. Di saat Adaro menerima manfaat dari jaminan yang diberikan pemerintah pada beberapa pembangkit listrik besar, mereka sedang mengembangkan jaringan luar negerinya dan memindahkan sejumlah besar uang keluar Indonesia,’’ ujar Stuart McWilliam, Manajer Kampanye Perubahan Iklim untuk Global Witness dalam rilis tertulis (4/7/2019).

 ‘’Penyelidikan kami sebelumnya telah memperlihatkan bahwa aktivitas suaka pajak perusahaan batu bara Indonesia dapat menambah risiko keuangan, selain dampak negatif mereka kepada lingkungan. Kini jelas bahwa reputasi industri batu bara Indonesia telah menjadi risiko yang akut yang harus segera dijauhi oleh mana pemerintah Indonesia dan investor,’’ ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, CEO PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Garibaldi Thohir membantah tudingan Adaro menggelapkan pajak melalui Coaltrade Services International Pte.Ltd. Boy Thohir, sapaan akrabnya, menyanggah laporan tersebut. Dia menegaskan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, adalah otoritas yang paling mengetahui benar tidaknya laporan yang diterbitkan Global Witness itu.

"Yang bisa menentukan apakah kita melakukan hal tersebut adalah Ditjen Pajak. Negara kita tidak boleh dijajah oleh bangsa lain dan dengan opini-opini institusi lain, karena yang paling tahu adalah otoritas pajak Indonesia," kata Garibaldi dalam keterangan resminya kepada media, Jakarta, Jumat (7/5/2019).

Ia menegaskan, Adaro sebagai perusahaan publik menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Di mana, Adaro senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan perpajakan.

Jejak Hitam Emas Hitam

Namun, tampaknya jejak Adaro belum berhenti di situ saja. Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara menungkapkan sejumlah dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Grup Adaro. Dia menyatakan Adaro diduga terlibat pencaplokan lahan tambang milik BUMN/Bukit Asam dengan kode wilayah KW 97 PP0350 di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan di tahun 2011-212. Pencaplokan ini antara lain melanggar Keputusan Dirjen Pertambangan No.130K/23.01/DJP/2000 dan PP No.75/2001, serta merugikan Bukit Asam puluhan triliun.

Marwan juga menambahkan, Adaro juga diduga terlibat dalam praktek bisnis curang yang merugikan negara melalui modus transfer pricing ekspor batubara ke luar negeri. Adaro menjual batubara ke anak usaha di Singapore dengan harga sekitar US$ 15 per ton untuk kontrak beberapa tahun.  “Padahal saat itu harga pasar batubara telah mencapai US$ 35 per ton. IRESS telah melaporkan kasus yang terjadi antara 2006 – 2008 ini ke KPK. Semoga KPK masih menyimpan file laporan tersebut,” imbuhnya.

Lebih lanjut Marwan mengungkapkan bahwa Adaro juga termasuk dalam konspirasi sistemik yang merubah UU Minerba No.4/2009 menjadi UU No.3/2020 guna memuluskan perampokan SDA batubara yang bernilai ratusan triliun rupiah. Sesuai PKP2B Adaro dengan pemerintah, kontrak eksploitasi batubara di wilayah kerja yang dikelola Adaro berakhir pada Oktober 2022. Menurut UU Minerba yang lama, jika kontrak berakhir, negara berhak menyerahkan pengelolaan tambang tersebut kepada BUMN.  Namun karena konspirasi perubahan UU tersebut, Adaro akhirnya Kembali menguasai SDA batubara tersebut, dan negara/rakyat dirugikan ratusan triliun rupiah.

Marwan juga mengaskan terkini adalah sengketa antara Adaro dengan mitra bisnis yang berujung pada pemidanaan rekan bisnisnya tersebut. Dia menyatakan terjadi kisruh kontrak antara antara PT Adaro Indonesia (Adaro) dan PT Intan Sarana Teknik (IST) yang berujung dengan pemidanaan terhadap Dirut IST. Perseteruan antara dua perusahaan ini berbuntut pada kontrak pengelolaan limbah tambang dua perusahaan itu semakin runyam, hingga berujung laporan pidana penipuan. Seperti diketahui bila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas Direktur Utama PT IST Ibnu Rusyd Elwabhy pada September 2022 lalu. Namun, di tingkat MA, majelis hakim memvonis Ibnu bersalah dan harus menjalani hukuman penjara 13 tahun serta denda Rp 15 miliar.

Kasus ini bermula IST menjalankan kesepakatan tersebut menggunakan teknologi Geotube Dewatering (GD), yakni teknik pelepasan air dari lumpur yang dimasukkan ke dalam kantong geotube yang terbuat dari bahan tekstil khusus dan berpori-pori.

“Adaro menyetujui implementasi teknologi GD yang ramah lingkungan dan mengutamakan keselamatan kerja pada IST melalui tahap trial dengan POC (proof of concept) di tahun 2014 dan pilot project pada 2015. IST berhasil menyelesaikan kedua proses trial ini sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditentukan Adaro. Dengan hasil pengujian ini IST berhasil memperoleh kontrak pengelolaan limbah tambang Adaro untuk periode 2016 hingga 2020,” kata Marwan kepada Law-Justice.

Diskusi Publik Menggugat Kriminalisasi Adaro terhadap Mitra Bisnis. Pembicara: 1. Dr. Heru Susetyo, PAHAM; 2. Dr. Marwan Batubara, IRESS; 3. Ir. Almustasar Amir, MM, Pelaku Usaha & Praktisi Teknologi - Alumni FTUI; Moderator: M. Mursalin, CSIL. Jumat, 24 Februari 2023. (Tangkapan Layar Kanal YouTube UI Watch)

Secara khusus dalam Laporan Tahunan 2016 – 2019, Adaro juga telah mengapresiasi inovasi pengelolaan lumpur teknik DG oleh IST. Pada 2021, IST pun mendapat penghargaan International Achievement Award (IAA) dari Industrial Fabrics Association International (IFAI) atas pekerjaan pengelolaan limbah Adaro. IAA adalah kompetisi tahunan disponsori IFAI, asosiasi internasional perdagangan nirlaba beranggotakan 1600 perusahaan global.

“Namun, diduga karena berbagai kepentingan yang bernuansa moral hazard, belakangan Adaro justru melakukan tindakan sewenang-wenang dan mengkriminalisasi IST, terutama kepada Dirutnya, yakni Ibnu Rusyd Elwahbi (IRE). IRE digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pertengahan 2021 dan sempat mendekam di penjara Polri selama enam bulan,” ungkap Marwan.

Laporan Adaro terhadap IST berasal dari perselisihan internal dan tampaknya sarat rekayasa, dengan melibatkan salah seorang karyawan mereka berinisial W (Wawan). Karyawan ini dilaporkan oleh Adaro ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana terkait penolakan penggunaan teknologi pengolahan lumpur yang diajukan PT Trans Coalindo Megah (TCO) yang merupakan kompetitor IST. Imbas dari perselisihan internal ini telah menyeret IST, sehingga dua pendirinya yakni IRE dan Ishak Rivai alias Johny, diminta pihak kepolisian untuk memberikan keterangan.  Setelah kasus berjalan setahun, pada Agustus 2021 Bareskrim justru menetapkan 4 (empat) orang tersangka, yakni W, IRE, IR alias J, dan IST sebagai korporasi.

Sidang pertama berlangsung di PN Jakarta Selatan (Jaksel) pada 11 Mei 2022. Tuntutan  pidana  yang  diajukan  oleh Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut:  Menyatakan Terdakwa IBNU RUSYD ELWAHBY terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan penipuan secara berlanjut ” sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 64 ayat (1) KUHP Dan turut serta melakukan pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang  sebagaimana dalam dakwaan Kedua Pasal 3 Jo Pasal 10 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang - Menyatakan terdakwa Pidana penjara terhadap Terdakwa Ibnu Rusyd Elwahbi selama 16 (enam belas). Tahun potong masa tahanan sementara  dan  denda  sebesar  Rp.  5.000.000.000  (lima  milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan.Pada tanggal 7 September 2022.

IRE diputuskan bebas murni karena terbukti tidak bersalah atas semua tuduhan dan dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Januari 2023. Ternyata dalam sidang kasasi yang tertutup, pada 31 Januari 2023, MA telah memutus IRE bersalah. IRE divonis hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp 15 miliar. MA mengabulkan tuntutan JPU, bahwa IRE terbukti melanggar Pasal 378 KUHP (sanksi pidana maksimal 4 tahun) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU (dengan sanksi pidana maksimal 20 tahun).

IRE yang merupakan alumni Universitas Indonesia pun didukung oleh Iluni FTUI. Dalam rilis tertulisnya, disebutkan dari hasil kajian Tim Advokasi Hukum Alumni UI  menyimpulkan adanya bentuk kriminalisasi kepada sIRE.  “Kami kecewa. Kami terluka. Kami menduga adanya proses hukum yang tidak wajar pada putusan MA tersebut. Kami menangkap sinyalemen adanya keterlibatan Mafia Peradilan yang di dukung oleh oligarki,” demikian rilis dari ILUNI FTUI dan Tim Advokasi Hukum Alumni UI yang diterima law-justice.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengaku masih mendalami duduk masalahnya saat dimintai tanggapan terkait adanya dugaan intervensi dalam penyusunan tuntutan dan proses hukum ini.

Sementara itu surat konfirmasi yang dikirimkan redaksi Law-Justice tidak mendapat respon dari Adaro Indonesia hingga berita ini diturunkan.

Transisi Energi dan Independensi Penegak Hukum

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan terlepas dengan segala permasalahan limbah.  Ia menyatakan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pengelolaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Transisi energi ke energi bersih dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) kini menjadi salah satu isu penting yang tengah mendapatkan perhatian serius berbagai negara dunia termasuk Indonesia.  

Ia pun mengingatkan PT Adaro Indonesia yang bergerak di industri batubara mengenai isu tersebut. "Segala sesuatunya harus mencapai cita-cita pembangunan berkelanjutan, lantas kita Ingatkan juga bagi Adaro sebagai produsen bahwa batubara adalah energi fosil yang tidak lagi boleh menjadi energi primer langsung bagi kepentingan Indonesia" kata Sugeng saat dihubungi.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto. (ist)

Sugeng menyebut sebagai jenis energi fosil, Batubara sebenarnya masih dapat dikembangkan menjadi energi bersih apabila dimanfaatkan sebagai energi sekunder satunya seperti melalui metode gasifikasi untuk mengolah batubara menjadi Dimethyl Ether (DME). Oleh karena itu, politikus Fraksi Nasdem DPR itu mendorong agar produsen batubara ke depannya dapat segera mengembangkan sebagai sumber energi bersih, mengingat pemerintah saat ini juga terus berupaya mendorong pengembangan batubara sebagai energi sekunder melalui hilirisasi batubara.

"Pemanfaatan energi fosil termasuk batubara ini harus segera dilakukan dengan skema atau metode-metode lain, nggak lagi nanti batubara menjadi energi primer langsung yang dibakar untuk menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik seperti hari ini," ungkapnya. Sugeng tidak memungkiri bahwa potensi cadangan batu bara Indonesia yang cukup melimpah, membuat negara sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. 

"Kita sama-sama tahu bahwa Indonesia memang masih sangat tergantung pada batubara hari ini, dimana dari sekitar 73 gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik seluruh Indonesia itu kurang lebih 62 persennya adalah PLTU batubara," ungkapnya.

Terkait dengan permasalahan yang terjadi pada Adaro, ia enggan memberikan komentar lebih lanjut tentang hal tersebut. Namun, meski begitu ia menyatakan bahwa setiap perusahaan tentu harus bijak dalam melakukan pengelolaan limbah supaya tidak terjadi konflik dengan pihak terkait. "Dalam pengelolaan tersebut tentu pihak terkait harus bijak," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan bila terkait dengan kasus ini tentu sistem penegak hukum harus bersifat independen. Sahroni menyebut bila sistem penegakan hukum di Indonesia tidak boleh diintervensi kepentingan pihak manapun. Terkait dengan Adaro, ia mengingat pada beberapa waktu lalu laporan Global Witness yang berisi dugaan pengalihan keuntungan perusahaan ke luar negeri yang dilakukan oleh PT Adaro. "Negara kita adalah negara yang berdaulat dan menjadikan hukum sebagai panglima tertingginya," kata Sahroni melalui keterangan yang diterima Law-Justice.

Untuk itu, ia menegaskan jangan sampai ada pihak yang memiliki kepentingan terselubung untuk bisa melakukan intervensi pada penegak hukum. "Jadi tidak ada satu pihak atau kepentingan apapun, terutama kepentingan asing yang dapat mengontrol atau mengintervensi apa yang harus dilakukan oleh penegak hukum kita," tegasnya.

Intervensi hukum dan pengabaian terhadap hukum yang berlaku di Republik sudah tidak bisa lagi menjadi praktik dalam bisnis yang dilakukan di tanah Nusantara ini. Era penegakkan hukum sudah harus diperkuat dan diperketat. Sinyalemen dari KPK tentang potensi korupsi di sektor ini harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk presiden.

Vonis tingkat pertama terhadap Mardani Maming mesti menjadi batu pijak bagi penegak hukum terutama KPK untuk lebih serius dan holistik dalam menangani dugaan korupsi di sektor pertambangan. Selama ini, baik KPK maupun Kejaksaan Agung menangani tindak pidana korupsi sektor sumber daya alam secara parsial. Padahal, kejahatan sektor ini seolah mata rantai yang berkesinambungan dari sektor hulu hingga hilir. Dari sejak pengurusan perizinan, hingga pembayaran pajak dan PNBP. 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar