Surya Fermana, Pemerhati Sosial Politik

Terkait soal Audit KPU, Tunda Pemilu dan Gejolak Sosial Politik

Kamis, 29/12/2022 22:36 WIB
gedung KPU (beritasatu)

gedung KPU (beritasatu)

Jakarta, law-justice.co - Hiruk pikuk riuh rendah pemilu akhir-akhir ini memunculkan dua tegangan kuat antara lanjut pemilu dengan kondisi delegitimasi terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu berhadapan dengan tunda pemilu lanjutkan masa jabatan presiden.

Memang proses pemilu telah berjalan pada tahap pemberian nomor partai peserta pemilu namun dalam proses pendaftaran, verifikasi administrasi dan faktual peserta pemilu memunculkan polemik yang dapat berujung pada gejolak sosial politik secara nasional yang ujungnya tak terprediksi.

Dugaan rekayasa administrasi meloloskan/tidak meloloskan parpol tertentu, begitu juga dalam tahap faktual dan kemudian ada isu affair antara Ketum partai calon peserta pemilu dengan ketua KPU hingga muncul isu bahwa hasil pilpres telah disetting untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Di sisi yg lain bila pemilu tertunda ada kekhawatiran dari sebagian tokoh akan dimanfaatkan untuk perpanjangan masa jabatan presiden yang juga sebelumnya banyak mendapat dukungan dari tokoh politik nasional. Situasi tersebut seperti buah "simalakama".

Take or leave akan sama tidak baiknya. Publik sesak oleh kecemasan dan ketidakpastian di tengah bauran pekat informasi benar dan informasi sesat.

Sebenarnya bisa saja jernih bila tidak dalam keadaan panik akut terhadap penundaan pemilu yang berujung pada perpanjangan masa jabatan Presiden dengan cara menghentikan sementara proses pemilu kemudian dilakukan audit terhadap lembaga dan perorangan KPU baik itu kinerja, IT dan moral mereka.

Setelah diaudit bila tidak ditemukan masalah yang substansial langsung lanjut tapi bila ditemukan masalah maka dilakukan pembersihan terhadap komisioner/kesekretariatan KPU yang terlibat kesalahan kemudian anulir keputusan yang pernah mereka buat untuk dilakukan penataan ulang.

Dengan begitu pemilu bisa lanjut dengan Jurdil dan terpercaya tanpa harus memperpanjang masa jabatan presiden toh pemilu 2024 itu dimajukan 2 bulan waktunya dr pemilu sebelumnya yang dilakukan pada bulan April.

Namun dalam tulisan ini juga akan menyoroti kegentingan lain akibat dari persoalan proses pemilu yaitu masalah ancaman nasional dari proses pemilu yang harus diungkap yaitu bocornya rekaman-rekaman percakapan penyelenggara Pemilu.

Muncul pertanyaan yang harus segera dijawab apakah itu direkam atau disadap? Apabila disadap maka kemungkinan ada dua, yaitu: Bisa dari perpecahan pemegang alat sadap dalam negeri karena perbedaan kepentingan politik atau ada permainan.

Intelijen asing. Itu semua harus segera dilakukan investigasi oleh presiden dan dorongan dari semua pihak karena itu bukan hanya menyangkut pemilu tapi juga keamanan nasional.

Kita tak dapat menapikan bila ada intervensi asing yang mau memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dengan memicu gejolak sosial politik.

Bilapun itu dilakukan dari aktor dalam negeri juga akan memicu gejolak sosial politik. Jadi, Audit KPU dan Investigasi bocoran percakapan-percakapan orang-orang KPU adalah syarat bagi pemilu damai jujur adil dan terpercaya.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar