Survei LSI Denny JA: Kekuasaan Jokowi Berkurang Jelang Pilpres 2024

Rabu, 21/12/2022 16:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Jakarta, law-justice.co - Hasil survei terbaru Lembaga Survei LSI Denny JA menyatakan kekuasaan Presiden Jokowi akan semakin berkurang saat gelaran Pilpres 2024 semakin dekat.

Hal itu dinilai merupakan fenomena yang biasa terjadi di negara demokrasi.

"Hal yang biasa terjadi di negara demokrasi, setahun apalagi enam bulan sebelum masa jabatan berakhir, presiden yang berkuasa menjadi Lame Duck President," tulis LSI dalam keterangannya, Senin (19/12).

Menurut LSI, semakin mendekati Pilpres, Jokowi akan semakin tak lagi diikuti kekuatan sosial politik lainnya. Mata dan perhatian kekuatan sosial politik sudah tertuju pada gelaran Pilpres.

"Saat itulah, isu perubahan dan antitesa atas Jokowi menguat. Spirit ini akan mengimbangi kekuatan penerus Jokowi yang juga kuat," tulis LSI.

Berdasarkan survei LSI Denny JA, ada empat king maker yang akan menentukan capres yang akan maju pada Pilpres 2024.

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Gerindra dinilai membawa spirit meneruskan Jokowi.

Hanya Ketua Umum NasDem Surya Paloh yang dinilai potensial menjadi antitesa Jokowi. Empat king maker itu dinilai akan menghadapi dilema karena berbagai kepentingan.

Hasil survei menyebut, Anies menang pada basis pemilih oposisi Presiden Jokowi. Anies unggul dari Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDIP Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dengan elektabilitas mencapai 35,6 persen.

Menurut LSI, posisi itu membuat NasDem harus memilih, apakah bertahan di koalisi pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin atau keluar.

"NasDem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan," tulis LSI.

Sedangkan bagi PDIP, LSI memperkirakan partai banteng akan menghadapi situasi sulit untuk memilih partai koalisi.

Menurut LSI, PDIP memiliki dua pilihan, yakni bergabung dengan Gerindra atau KIB.

Pada pilihan pertama, PDIP harus rela kadernya menjadi cawapres pendamping Prabowo. Sementara jika PDIP mengusung kader sebagai capres, ia harus memilih cawapresnya dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) atau berdasarkan kesepakatan dengan PKB.

"Jika Ganjar dipilih maju sebagai capres PDIP siapa wakilnya? Mustahil cawapres Ganjar adalah Prabowo. Karena Prabowo ingin tetap menjadi capres (ini berarti tidak berkoalisi dengan Gerindra)," tulis LSI.

Kemudian Airlangga yang menjadi salah satu representasi KIB akan dihadapkan pada posisi sulit jika maju sebagai capres sebab tak memiliki elektabilitas yang cukup.

Airlangga, menurut LSI, bisa maju sebagai cawapres dari Anies atau Ganjar.

Sementara itu Prabowo dihadapkan posisi sulit karena sudah dua kali kalah dalam Pilpres. Prabowo juga disebut akan kesulitan mencari cawapres di luar PKB.

"Dilema ketiga Prabowo kesulitan mencari cawapres di luar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin [Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar] cawapresnya," kata LSI.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar