Otoritas Qatar Akui 500 Buruh Tewas dalam Proyek Piala Dunia 2022

Rabu, 30/11/2022 12:49 WIB
Piala Dunia 2022 (FIFA)

Piala Dunia 2022 (FIFA)

Jakarta, law-justice.co - Hassan Al-Thawadi selaku Ketua Piala Dunia 2022 Qatar mengakui bahwa sekira 400 sampai 500 buruh migran meninggal dunia saat membangun proyek-proyek infrastruktur terkait ajang bergengsi itu.

"Perkiraannya sekitar 400, antara 400 dan 500. Saya tidak punya angka pastinya. Itu sudah dibicarakan. Satu kematian terlalu banyak, sesederhana itu," ujar Al-Thawadi saat kepada CNN, Selasa (29/11).

Isu kematian para buruh ini menjadi sorotan setelah The Guardian merilis laporan dugaan 6.500 buruh meninggal usai Qatar ditetapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Selama mempersiapkan Piala Dunia, Qatar membangun tujuh stadion, hotel, dan memperluas bandara negara, jaringan kereta api, serta jalan raya.

Pemerintah Qatar selalu mengaburkan kabar kematian buruh itu. Awal November, seorang pejabat mengatakan kepada CNN bahwa memang ada puluhan kematian buruh yang membangun stadion Piala Dunia.

Namun, hanya tiga di antaranya yang terkait dengan pekerjaan mereka membangun stadion Piala Dunia. Sementara itu, 37 kematian lainnya tak berkaitan dengan pekerjaan para buruh.

Jumlah itu lalu ditegaskan kembali oleh juru bicara Komite Tertinggi Qatar untuk Pengiriman dan Peninggalan (SC).

Ia menegaskan bahwa berdasarkan data statistik nasional, keseluruhan kematian buruh terkait pekerjaan mencapai 414 pada periode 2014-2020. Itu pun dari semua sektor, bukan hanya Piala Dunia.

Angka ini berbeda jauh dari laporan The Guardian yang mengungkap 6.500 pekerja migran asal Asia Selatan meninggal di Qatar sejak negara itu ditetapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 2010.

Para buruh umumnya meninggal karena terlibat pekerjaan berupah rendah dan berbahaya, termasuk bekerja di tengah suhu yang sangat panas.

Al-Thawadi sendiri tahun lalu sudah membantah laporan The Guardian itu. Ia mengatakan bahwa angka itu semata-mata "judul sensasional" yang menyesatkan dan tak memiliki konteks.

Sementara itu, seorang pejabat pemerintah Qatar mengatakan kepada CNN bulan lalu bahwa "angka 6.500 sebenarnya berasal dari jumlah semua kematian pekerja asing di negara itu selama periode 10 tahun, tapi dikaitkan dengan Piala Dunia."

"Ini tidak benar dan mengabaikan semua penyebab kematian lainnya termasuk penyakit, usia lanjut, dan kecelakaan lalu lintas. Laporan juga tidak menyebutkan bahwa hanya 20 persen pekerja asing di Qatar yang bekerja di lokasi konstruksi," ujar pejabat tersebut.

Meski demikian, Amnesty International melaporkan sejak Qatar ditetapkan jadi tuan rumah Piala Dunia pada 2010, banyak pekerja migran terlambat digaji ataupun tidak dibayar.

Para buruh bekerja secara paksa dengan jam kerja panjang di tengah cuaca panas. Mereka juga mendapat intimidasi dari majikan dan tidak bisa mengundurkan diri dari pekerjaan karena terhambat sistem sponsor negara.

Saat ditanya soal standar kesehatan dan keselamatan para pekerja, Al-Thawadi pun mengatakan bahwa perbaikan perlu dilakukan demi kebutuhan reformasi tenaga kerja.

"Ini adalah sesuatu yang sudah disadari sebelum kami meminta. Perbaikan yang terjadi bukan karena Piala Dunia. Ini adalah peningkatan yang kami tahu harus kami lakukan karena nilai-nilai yang kami anut sendiri," ujar Al-Thawadi.

Perubahan itu mencakup sistem Kafala, yakni sistem yang memberi kontrol atas perusahaan dan warga negara terkait pekerjaan buruh migran. Status imigrasi juga bakal diubah secara signifikan.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar