Wakil Ketua KPK Usul Restorative Justice Buat Koruptor, Ini Kata ICW

Senin, 31/10/2022 10:51 WIB
Ilustrasi koruptor (Foto: balikpapanku.id)

Ilustrasi koruptor (Foto: balikpapanku.id)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dilantik Johanis Tanak mengusulkan restorative justice untuk koruptor. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Indonesian Corruption Watch (ICW).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, Johanis Tanak seharusnya memahami kondisi gawat darurat pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, Indeks Persepsi Korupsi tak kunjung meningkat secara signifikan.

"Salah satu sumber persoalannya, sudah barang tentu menyangkut aspek penegakan hukum, sehingga tak tepat jika restorative justice diterapkan untuk mengatasi tindak pidana korupsi," kata Kurnia, Minggu (30/10/2022), dikutip dari Detik.

Untuk diketahui, dikutip dari laman Hukum Online, restorative justice adalah alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang berfokus pada proses dialog dan mediasi. Ini melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait.

"Alih-alih membaik, bisa jadi dengan ide Pak Johanis itu para koruptor semakin bersemangat untuk melakukan praktik korupsi," imbuh Kurnia.

Ia mengatakan, sejatinya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dari 2001 hingga saat ini belum ada perubahan. Menurut Kurnia, seluruh pasal di dalam undang-undang itu masih eksis dan tidak bisa disimpangi.

"Berkenaan dengan hal tersebut, jika dibaca lebih detail, Pasal 4 UU Tipikor sebenarnya sudah mengatakan bahwa mengembalikan kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana," ucap Kurnia.

"Jadi, dalam kaitan ini, konsep restorative justice untuk delik korupsi secara hukum jelas tidak bisa dilakukan," lanjutnya.

Ia melanjutkan, menjurut kajian ICW soal tren Vonis 2021, rata-rata koruptor di persidangan hanya divonis 3 tahun 5 bulan penjara dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ia mengklaim, jika restorative justice diterapkan, bukan tak mungkin masa pidana terpidana korupsi bisa lebih ringan.

"Dengan menggunakan UU Tipikor yang di dalamnya memuat pemidanaan penjara saja hukumannya masih rendah, apalagi ditambah mekanisme restorative justice, tentu pelaku akan semakin diuntungkan dan masyarakat sebagai korban tak kunjung mendapat keadilan," ujar Kurnia.

Menurutnya, lebih baik Johanis Tanak mengusulkan soal UU Tipikor dengan muatan implementasi dari mandat Konvensi PBB melawan korupsi. Ia menyarankan pada Wakil Ketua KPK untuk perbaikan delik korupsi di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Jauh lebih baik pak Johanis mengusulkan perbaikan UU Tipikor dengan muatan implementasi atas mandat Konvensi PBB Melawan Korupsi, mulai dari perdagangan pengaruh, illicit enrichment, dan korupsi sektor swasta," ujar Kurnia.

"Atau, Pak Johanis dapat mewacanakan perbaikan delik korupsi di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana seluruh substansinya menguntungkan koruptor, ketimbang menggembar gemborkan restorative justice korupsi," pungkasnya.

Sebelumnya, Johanis Tanak mengusulkan restorative justice untuk para koruptor. Gagasannya itu ia sampaikan di depan para anggota DPR RI saat uji kelayakan menjadi Wakil Ketua KPK.

Namun, ia menilai pendapatnya masih perlu dikaji lebih mendalam dengan perundang-undangan serta aturan yang berlaku.

"Itu kan cuma opini, bukan aturan, tetapi pandangan sebagai akademisi tentunya bisa saja, tetapi bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," kata Johanis Tanak di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

(Amelia Rahima Sari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar