Tolak Debat soal Muslim Uighur Usulan AS di PBB, RI Takut China Marah?

Kamis, 13/10/2022 16:54 WIB
Warga Etnis Muslim Uighur. (indonesiainside)

Warga Etnis Muslim Uighur. (indonesiainside)

Jakarta, law-justice.co - Sejumlah pakar mengungkapkan alasan Indonesia menolak debat soal kondisi muslim Uighur di Xinjiang, China, di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal Oktober lalu.

Menurut mereka, ini akan berdampak ke sektor ekonomi.

Ketika itu, Amerika Serikat mengusulkan agar forum menggelar debat terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Uighur di PBB. Namun, Indonesia menolak resolusi itu.

Wakil tetap RI di Jenewa Febrian, A Ruddyard menilai pendekatan itu tak akan menghasilkan kemajuan yang berarti. Ia juga menyinggung soal rivalitas AS dan China.

"Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Indonesia tak dalam posisi mendukung rancangan keputusan mengenai penyelenggaraan debat soal situasi HAM di wilayah otonomi Xinjiang Uighur," kata Febrian pada 8 Oktober lalu.

Namun, pengamat punya penilaian lain. Menurut mereka, Indonesia punya perhatian menjaga jalur investasi China tetap utuh sehingga tak mendukung upaya Barat.

Pengamat pertahanan senior di think tank yang fokus pada kebijakan global Amerika Serikat Rand Corporation, Derek Grossman, mengatakan penolakan itu sebagai upaya Indonesia agar tak bikin China geram, selaku mitra dagang utama.

"Pemungutan ini soal meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran hak asasi manusia, terlepas dari negaranya," kata Grossman seperti melansir cnnindonesia.com.

Dia kemudian berujar, "Indonesia sangat vokal soal masalah Palestina dan Rohingya, mengkritik Israel dan Myanmar masing-masing, jadi apa yang membuat penderitaan Uighur di Xinjiang berbeda?"

Indonesia memang kerap menyuarakan dukungan bagi Muslim yang tertindas seperti Rohingya di Myanmar dan Palestina.

Dalam sidang Majelis Umum PBB akhir September lalu saja, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan posisi Indonesia yang akan terus mendukung dan bersolidaritas untuk Palestina.

Indonesia juga sering mengecam tindakan pasukan Israel yang melakukan penyerbuan atau mengusir warga Palestina di komplek Masjidil Haram di waktu tertentu. Namun, RI jarang membahas isu Uighur.

Pada 2019 lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bahkan menyatakan pemerintah Indonesia tak ikut campur urusan dalam negeri China soal masalah Muslim Uighur di Xinjiang.

Kerja Sama Ekonomi China-Indonesia

China salah satu negara yang punya kerja sama kuat di bidang ekonomi dengan Indonesia. Negara ini juga menjadi mitra dagang terbesar Indonesia pada 2021 lalu. Volume perdagangan antara kedua negara mencapai US$110 miliar.

Di tahun yang sama,Beijing juga merupakan investor asing terbesar ketiga di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$3,2 miliar

Selain itu, China dan Indonesia memiliki banyak proyek yang sedang dikerjakan bersama sebagaimana tertuang dalam Belt and Road Initiative (BRI).

Oleh karena itu, Jakarta tampak pikir-pikir untuk `memusuhi` Beijing.

"Jakarta berhati-hati agar tak menarik kemarahan Beijing karena takut akan konsekuensi ekonomi," lanjut Grossman.

Menanggapi sikap RI yang menolak usulan itu, Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Indonesia, Achsanul Habib, buka suara.

"Mengapa kita posisi menolak? Adalah karena kita tidak ingin adanya politisasi Dewan HAM yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang terkait misalnya dengan rivalitas politik," kata Habib, saat konferensi pers 6 Oktober.

Habib juga menekankan bahwa yang paling penting dalam penyelesaian isu HAM suatu negara merupakan upaya nasional.

"Itu harus national-led effort yang diutamakan secara inklusif dengan melibatkan para pihak yang ada di dalam negara tersebut," ujar Habib lagi.

Habib juga menjelaskan, bahwa Indonesia telah berkonsultasi dengan anggota dewan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), untuk mendiskusikan masalah tersebut.

Beberapa dari anggota organisasi itu seperti Pakistan, Senegal, Qatar, Sudan dan Uni Emirat Arab juga menolak resolusi tersebut.

Sementara itu, negara yang memilih abstain yakni India, Malaysia, Brasil, Meksiko, dan Ukraina.

China merupakan anggota tetap Dewan Keamanan, resolusi ini menjadi catatan `hitam` pertama Beijing masuk daftar agenda dewan.

"Kami tak akan pernah menyerah tetapi kami benar-benar kecewa dengan reaksi negara-negara Muslim," kata presiden Kongres Uygur Dunia, Dolkun Isa.

Diplomasi Islam China

Seorang profesor riset di Institut Korea untuk Studi Asean dari Universitas Studi Luar Negeri Busan, Muhammad Zulfikar Rahmat, mengatakan diplomasi Islam Beijing yang kuat di Indonesia adalah faktor lain yang berkontribusi terhadap suara penolakan usulan di PBB.

"Dalam beberapa tahun terakhir China melakukan upaya untuk mempertahankan citranya soal masalah Xinjiang, termasuk dengan menjalin hubungan dekat dengan organisasi Muslim seperti Nahdlatul Ulama [NU] dan Muhammadiyah," kata Muhammad.

Upaya ini termasuk mengundang anggota Muhammadiyah dan NU ke Xinjiang pada 2014, 2016 dan 2019. China juga disebut menyediakan dana dan beasiswa mahasiswa untuk lembaga organisasi dan pesantren.

"Saya pikir ini bekerja dengan sangat baik karena beberapa orang berbicara kepada media dan menggambarkan masalah ini dengan cara yang sesuai dengan narasi China," ujar dia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar