Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil:

Penembak Gas Air Mata Dimobilisasi saat Arema VS Persebaya Berlangsung

Senin, 10/10/2022 15:54 WIB
Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Jakarta, law-justice.co - Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil belum lama ini mengungkapkan hasil investigasinya soal tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Seperti diketahui, peristiwa nahas ini sampai merenggut ratusan nyawa Aremania dari anak-anak hingga orang dewasa.

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil adalah tim independen yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Anggota Tim dari KontraS, Andi Muhammad Rizaldi membeberkan fakta baru soal penembakan gas air mata.

Dia menyebut bahwa penggunaan gas air mata saat kericuhan ternyata bukan spontanitas.

Berdasarkan temuan Tim tersebut, sudah terjadi mobilisasi pasukan yang menggunakan gas air mata di pertengahan babak kedua.

"Bahwa pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu," katanya dalam keterangan yang diterima Senin (10/10/2022).

Dia juga menjelaskan bahwa ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, memang terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan.

Namun, berdasarkan pada keterangan saksi-saksi yang ada, masuknya mereka ke lapangan karena para suporter ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.

"Namun, hal tersebut direspon secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," paparnya.

Tim juga mendapat temuan jika sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

"Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata," ucapnya.

Andi pun menekankan bahwa dalam peristiwa tersebut, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar