Bela Polisi di Tragedi Kanjuruhan, DPR: Niatnya Baik untuk Cegah Chaos

Jum'at, 07/10/2022 08:29 WIB
Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Suporter Arema FC, Aremania masuk kedalam area dalam stadion yang menyebabkan kerusuhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Puluhan orang meninggal dalam tragedi ini. Arema FC kalah melawan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Foto: Tunggadewi

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi III DPR RI,  Ahmad Ali menilai bahwa tindakan aparat kepolisian saat pengamanan di Stadion Kanjuruhan tidak berniat menghilangkan nyawa.

Menurutnya, setiap manusia bisa melakukan kesalahan dan khilaf, termasuk aparat kepolisian dalam penanganan itu.

Politikus Partai NasDem itu menganggap bahwa tindakan aparat kepolisian di stadion itu merupakan bentuk kelalaian, namun sebenarnya didasari niat baik.

"Saya yakin aparat hukum tidak punya niat untuk itu. Tindakan yang terjadi diduga merupakan bentuk kelalaian dan niatnya baik untuk mencegah chaos dari penonton, sehingga terjadi kekeliruan dalam bertindak. Tentunya kita sesali. Namun sekali lagi manusia tidak luput dari salah dan khilaf," kata Ali lewat keterangan tertulis, Kamis (6/10).

Lebih jauh, ia pun meminta agar Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bekerja dengan hati-hati.

Pasalnya, tragedi ini dianggap berpotensi menimbulkan kegaduhan jika dilakukan serampangan.

Ali mengklaim kinerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah tanggap dalam merespons tragedi Stadion Kanjuruhan.

"Intinya, TGIPF harus bekerja sepi dan senyap agar tidak menimbulkan kegaduhan. Kita tunggu hasilnya. Kita berharap tim ini bisa bekerja secara profesional dan proporsional sehingga bisa menghasilkan data yang sesuai dengan fakta dan peristiwa yang terjadi," ungkapnya.

Berbeda, anggota DPR Fadli Zon berpendapat aparat kepolisian bertanggung jawab atas tragedi ini.

Fadli menilai penyebab Tragedi Kanjuruhan ialah penggunaan gas air mata yang dilarang oleh FIFA digunakan di dalam stadion.

Dia pun menyayangkan penggunaan gas air mata telah menimbulkan seratusan korban meninggal dunia.

"Menurut saya, kuncinya jelas di situ gas air mata, penerapan gas air mata di lapangan yang kabarnya itu tidak diperbolehkan oleh FIFA sendiri jelas. Kenapa misalnya kalau untuk mempersiapkan, mengantisipasi itu bukan water cannon, bukan air yang netral. Tentu enggak akan banyak korban, apalagi sampai meninggal. Paling orang berjatuhan atau apa," ucap politikus Partai Gerindra itu.

Tragedi Kanjuruhan bermula saat polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton sepak bola usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.

Polisi menyatakan gas air mata itu ditembakkan karena sejumlah suporter Arema mulai turun ke lapangan.

Gas air mata itu tidak hanya ditembakkan ke arah para suporter di lapangan, tetapi penembakan juga diarahkan ke penonton di tribun sehingga membuat massa panik. Penonton pun berlarian dan berdesak-desakan menuju pintu keluar.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," kata Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afianta, Minggu (2/10).

Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk bekerja lebih cepat mengusut tragedi yang menewaskan 131 orang.

"Kurang dari sebulan saya minta, secepatnya, karena ini barang kelihatan semua," ujar Jokowi saat menjenguk korban Tragedi Kanjuruhan di Malang, Rabu (5/10).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar