Bahas Invasi Rusia ke Ukraina, Sidang Dewan Keamanan PBB Tegang

Jum'at, 23/09/2022 14:00 WIB
Sidang Dewan Keamanan PBB (foto: dok Voa)

Sidang Dewan Keamanan PBB (foto: dok Voa)

New York, Amerika Serikat, law-justice.co - Perwakilan negara-negara anggota tetap dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB bertemu di New York, Amerika Serikat, pada Kamis, 22 September 2022, untuk merundingkan konflik Rusia Ukraina.

Aliansi Barat menyerukan pertanggungjawaban kekejaman Moskow di Ukraina, sementara Menteri Luar Negeri Rusia membela apa yang disebutnya sebagai "operasi militer" itu.


Dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Kyiv mengancam keamanan Rusia dan dengan berani menginjak-injak hak-hak orang Rusia dan penutur bahasa Rusia di Ukraina. Atas alasan tersebut, menurut Lavrov, Moskow melancarkan operasi militer.

Lavrov mengatakan negara-negara yang memasok senjata ke Ukraina dan melatih tentaranya itu terlibat dalam konflik. Dia menyinggung sengketa yang ditimbulkan oleh negara-negara Barat, namun kerap tidak mendapat hukuman.

Di forum yang sama, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken berjanji, Washington akan terus mendukung Ukraina untuk mempertahankan diri. Ia menyebut tatanan internasional yang dikumpulkan PBB sedang dicabik-cabik oleh invasi Rusia.

"Kami tidak bisa membiarkan Presiden Putin lolos begitu saja," kata Blinken dalam sela pertemuan Sidang Umum PBB tersebut.

Lavrov sendiri hanya berada di ruang dewan untuk menyampaikan pidatonya. Menteri Luar Negeri Rusia tidak mendengarkan orang lain berbicara.

"Saya melihat hari ini bahwa diplomat Rusia melarikan diri dengan tepat seperti pasukan Rusia," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba yang hadir di New York secara tatap muka untuk rapat Dewan Keamanan PBB.

"Jumlah kebohongan yang datang dari diplomat Rusia sangat luar biasa," ujar Kuleba.

Referendum dan Ancaman Nuklir

Ribuan orang tewas dan kota-kota Ukraina menjadi puing-puing sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk demi mempertahankan kedaulatan negaranya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, kepada 15 anggota Dewan Keamanan mengatakan bahwa konflik nuklir sama sekali tidak dapat diterima. Guterres juga mengatakan rencana untuk "yang disebut" referendum mengkhawatirkan.

"Setiap pencaplokan wilayah suatu negara oleh negara lain yang dihasilkan dari ancaman atau penggunaan kekuatan adalah pelanggaran terhadap Piagam PBB dan hukum internasional," kata Guterres.

Referendum untuk bergabung dengan Rusia akan berlangsung 23-27 September di beberapa wilayah di Ukraina timur dan selatan. Wilayah itu sebagian besar dikuasai Rusia. Adapun pencaplokan akan mereduksi 15 persen wilayah Ukraina.

 

Tidak Ada Konsensus

Dewan, yang merundingkan masalah Ukraina setidaknya untuk ke-20 kalinya tahun ini, tidak dapat mengambil tindakan yang berarti. Musababnya Rusia adalah anggota tetap pemegang hak veto bersama dengan Amerika Serikat, Prancis, Inggris, dan China.

Amerika Serikat, Inggris, dan anggota lainnya menyerukan agar Rusia bertanggung jawab atas kekejaman yang telah dilakukan Moskow di Ukraina. Rusia membantah menargetkan warga sipil, dengan menggambarkan tuduhan pelanggaran hak sebagai kampanye kotor.

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly menyerukan Putin untuk berhenti dan meminta pelaku kekejaman di Ukraina ditindak tegas. Dia mengingatkan Dunia tidak mempercayai kebohongan Moskow.

Sementara, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyarankan Rusia dan Ukraina untuk dialog tanpa prasyarat. Ia meminta dua belah pihak menahan diri dan tidak meningkatkan ketegangan.

Wang dari China mengatakan prioritasnya adalah untuk melanjutkan dialog tanpa prasyarat dan bagi kedua belah pihak untuk menahan diri dan tidak meningkatkan ketegangan.

"Posisi China di Ukraina jelas. Kedaulatan, integritas teritorial semua negara harus dihormati dan masalah keamanan yang wajar dari semua negara harus ditanggapi dengan serius," kata Wang Yi.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar