Hendrajit, Pengkaji Geo-Politik dan Direktur Executive The Global Review

Memang Bjorka Beda Kelas dengan WikiLeaks

Senin, 12/09/2022 05:44 WIB
Belasan hacker berusaha meretas laman KPU (ilustrasi: tribune)

Belasan hacker berusaha meretas laman KPU (ilustrasi: tribune)

Jakarta, law-justice.co - Lepas dari maksud dan tujuannya, Bjorka dan WikiLeaks memang nggak bisa disamakan. WikiLeaks, kita boleh saja setuju atau tidak setuju terhadap isi yang dibocorkan, tapi yang dibocorkan ada politik keredaksiannya.

Biasanya terkait perilaku penguasa yang menurut subyektivitas Julian Assange, sang maestro WikiLeaks, otoriter dan zholim. Bahkan kalaupun membawa akibat membuka rahasia negara, Assange nggak peduli.

Tapi mau suka nggak suka, WikiLeaks itu memang sosok nyata, sosok Assange sendiri memang pribadi yang otentik, bahkan profilnya sendiri, seperti dapat anda simak dalam The Most Dangerous Man, menggambarkan sosok kepribadian Assange yang dari lahir memang mengalami hal hal yang nggak biasa.

Lahir dari orang tua yang dua-duanya seniman yang berjiwa petualangan dan selalu pindah-pindah kota dan negara mengingatkan saya pada pengalaman anak kolong. Anak tentara yang biasa pindah-pindah kota atau daerah, sesuai tempat tugas bapaknya.

Masuk akal Assange tumbuh jadi anak nakal yang sering keluar pakem tapi cerdas dan rada nyeniman ala bokap dan nyokapnya.

WikiLeaks adalah karya yang lahir dari minat utama Assange pada kesadaran bahwa informasi adalah power. Seperti halnya kredo sebelumnya, knowledge is power.

Dari sebab itu WikiLeaks seperti juga belakangan, Edward Snowdeen, jenis informasi yang dibuka publik menyangkut konspirasi para elit global pada tataran modus operandi dan gerakan-gerakan taktis operasional di lapangan.

Meski bocoran-bocoran info yang disingkap belum menyingkap desain besar skema kapitalisme global, setidaknya publilk, termasuk jurnalis, punya petunjuk awal untuk investigasi selanjutnya. Kalau mau dan jeli melihat celah-celah informarsi yang tersaji.

Misalnya frase kalimat ketua seksi politik kedubes AS dalam laporan kepada kemlu AS, bahwa kami berhssil membina 17 ribu orang berbakat Indonesia. Bagi yang nggak jeli, ini sekadar kalimat hiperbola.

Tapi bagi yang jeli, ini sebuah berita pikiran yang mengandung fakta bahwa inilah salah satu sistem pengkaderan ala AS dalam mencetak agen-agen proksi AS di negeri kita paling tidak sejak dekade 1960an.

Bjorka, lepas ini buzzer atau bukan, bocoran informasinya masih klas infotaimen. Dan beda dengan WiikiLeaks yang terang-terangan lewat sosok eksentrik Assange, Bjorka persis operasi intelijen bermodus teror. Berani berbuat tapi nggak mau terus terang menunjukkan jatidirinya.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar