Jelang Aksi Sejuta Buruh 10 Agustus, Jumhur Hidayat Endus Pembusukan

Senin, 08/08/2022 06:28 WIB
Sejumlah organisasi buruh berencana melakukan aksi unjuk rasa Akbar Sejuta Buruh, yang akan dilakukan pada 10 Agustus 2022 di Jakarta. Para buruh yang merencanakan aksi mendesak pemerintah mencabut UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, ada sekitar 40 organisasi buruh yang akan berunjuk rasa. Robinsar Nainggolan

Sejumlah organisasi buruh berencana melakukan aksi unjuk rasa Akbar Sejuta Buruh, yang akan dilakukan pada 10 Agustus 2022 di Jakarta. Para buruh yang merencanakan aksi mendesak pemerintah mencabut UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat, ada sekitar 40 organisasi buruh yang akan berunjuk rasa. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja mengendus adanya upaya pembusukan dari sejumlah pihak terhadap aksi akbar buruh yang akan dilakukan pada 10 Agustus 2022 mendatang.

“Kita betul-betul sadar bahwa tidak sedikit upaya-upaya dari berbagai kelompok pendukung Undang-undang omnibus law ini mengisukan dan mengabarkan berita bohong kepada banyak khususnya kepada setiap pimpinan serikat buruh di berbagai jenjang bahwa gerakan aliansi kita ini adalah gerakan politik,” kata Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, M. Jumhur Hidayat dalam pesan melalui video yang diterima redaksi, Minggu (7/8).

Dia menilai, upaya dugaan pembusukan itu bertujuan agar memecah belah soliditas para buruh sehingga mengurungkan niatnya untuk ikut aksi menuntut agar pemerintah mencabut Undang-undang omnibus law yang menyengsarakan rakyat ini.

“Terkait dengan kabar-kabar seperti itu, saya selaku koordinator aliansi menegaskan bahwa aksi ini bukanlah gerakan politik, bukanlah gerakan untuk mendukung-dukung atau menjatuh-jatuhkan kekuasaan. Tidak pula ditunggangi atau disponsori oleh salah satu partai politik. Ini adalah murni aksi buruh,” tegas Jumhur.

Dia kemudian mengingatkan bahwa dengan berlakunya Undang-undang omnibus law membuat kehidupan buruh semakin sulit karena adanya penurunan standar kesejahteraan baik dari sisi upah maupun pesangon, ketidakpastian dalam bekerja akibat ancaman PHK yang begitu mudah yang digantikan dengan kerja kontrak atau sistem outsourcing, serta mudahnya tenaga kerja asing (TKA) masuk bekerja di Indonesia dengan mengambil hak dari para calon pekerja Indonesia yang saat ini masih dihantui pengangguran.

“Setelah hampir 2 tahun berlaku, UU Omnibus Law ini sudah banyak memakan korban tidak saja kepada buruh-buruh yang sering kita sebut buruh kerah biru, tetapi juga pekerja kerah putih bahkan yang upahnya puluhan juta rupiah yang dirasakan saat mereka pensiun atau di PHK, karena mereka tetaplah buruh/pekerja bukan pemilik modal,” tutupnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar