Sejumlah Tokoh & Akademisi Tolak Jadi Dewan Pakar Musra Relawan Jokowi

Jum'at, 05/08/2022 13:01 WIB
Ketika Istana Dinilai Sudah Berubah Seperti Posko Pemenangan. (Istimewa).

Ketika Istana Dinilai Sudah Berubah Seperti Posko Pemenangan. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Baru-baru ini, sejumlah tokoh dan akademisi menolak undangan dari relawan Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Dewan Pakar Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia.

Upaya penolakan tersebut, pertama datang dari Rektor Universitas Indonesia (UI), Arie Kuncoro.

Alasan Arie menolak undangan dari relawan Joko Widodo (Jokowi) itu ialah karena dirinya sibuk memimpin UI.

"Tidak [menjadi Dewan Pakar Musra] karena kesibukan kami," kata Arie seperti melansir cnnindonesia.com.

Selanjutnya ada peneliti komunikasi politik yang juga mantan Guru Besar UI, Effendi Gazali menyampaikan hal serupa.

Effendi mengaku belum menerima surat resmi dari Musra karena sedang berada di luar negeri.

Effendi berkata sedang sibuk penelitian sehingga tak bisa memenuhi undangan itu. Namun, ia berharap Musra dapat berjalan lancar.

"Ide acara ini pasti bagus, menjemput aspirasi rakyat, tapi saya pasti tidak sempat ikut dalam sebuah dewan pakar yang sifatnya tetap dalam jangka waktu panjang," ungkap Effendi lewat keterangan tertulis, Kamis.

Penolakan juga datang dari Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria. Arif dengan tegas menolak undangan itu.

"Yang pasti rektor harus menjaga independensi dan tidak boleh berpolitik praktis," ucap Arif melalui pesan singkat, Jumat (5/8).

Nama Arif sempat tercantum dalam susunan kepengurusan Musra.

Dia terdaftar sebagai anggota Dewan Pakar Musra bersama sejumlah akademisi lain.

Belakangan, nama Arif hilang pada susunan kepengurusan Musra yang telah direvisi.

Nama Rektor Universitas Indonesia (UI) Arief Kuncoro juga hilang dalam susunan kepengurusan versi terbaru.

Adapun nama Effendi tetap ditulis dengan catatan masih dalam konfirmasi.

Sebelumnya, kelompok relawan Jokowi berencana menggelar Musra untuk menjaring aspirasi rakyat di 34 provinsi.

Salah satu agenda salam musyawarah itu adalah menjaring usulan nama calon presiden (capres).

Mereka meminta kesediaan sejumlah akademisi untuk menjadi dewan pakar.

 

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar