Dokumen Sprin Satgassus Beredar, Ada Nama Brigadir J dan Ferdy Sambo

Selasa, 02/08/2022 09:32 WIB
Baku tembak antar polisi di rumah Irjen Ferdy Sambo (Tribun)

Baku tembak antar polisi di rumah Irjen Ferdy Sambo (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Belum lama ini, beredar sejumlah dokumen yang diduga sebuan Surat Perintah Satuan Tugas Khussus (Sprin Satgassus) tahun 2020 dan 2019 disejumlah media sosial.

Dokumen Sprin itu diantaranya ialah Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020 tertanggal 20 Mei 2020 dan Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 tertanggal 6 Maret 2019.

Ternyata ada nama Irjen Ferdy Sambo yang tercatat sebagai Kepala Satgat Khusus (Satgassus). Nama Ferdy Sambo ada di daftar nomor 16.

Selain itu, Nama Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J juga ada dalam daftar itu. Kata dia, namanya tertera di nomor 41.

Menurut informasi dari sumber law-justice.co, Brigadir Yosua sesuai Sprin/1246/V/HUK.6.6./2020 Tanggal 20 Mei 2020 adalah Anggota Satgassus Merah Putih dibawah Pimpinan Ferdi Sambo yang berlanjut hingga 2022.

Tak hanya Brigadir J, nama sejumlah anggota squad atau ajudan Ferdy Sambo lainnya juga tertera dalam dokumen yang diduga sprin Satgassus tersebut.

Di antaranya ada nama Brigadir M. Marey dan Briptu Daden M.

"Satgassus Merah Putih ini adalah membentuk Kekuatan Polri didalam Polri itu sendiri. Tidak sembarangan polisi bisa bergabung dengan Satgassus Merah Putih ini, mereka menekankan Loyalitas dan Militansi pada kelompok mereka", jelasnya.

Kata dia, alasan Satgassus Merah Putih yang dibentuk secara Non Struktural ialah untuk melaksanakan Tugas Kepolisian di Bidang Penyidikan dan Penyelidikan.

Dengan mengambil dasar hukum:

UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia
UU No. 8/1981 Tentang KUHP
UU No. 5/1997 Tentang Psikotropika
UU No. 35/2009 Tentang Narkotika
UU No. 31/1999 Tentang Tipikor
UU No. 8/2010 Tentang Pencucian Uang
UU No. 19/2016 Tentang ITE

Dia menambahkan, Satgassus ini awalnya dibentuk oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada 2019 lalu.

"Jabatan-Jabatan Strategis di Kepolisian diisi oleh orang orang dari Satgassus Merah Putih ini, Pangkat, Jabatan dan Sekolah semua terjamin", sambungnya.

Menurut dia, sebagai Anggota Satgassus Merah Putih, seharusnya Brigadir Yosua mendapat prioritas dan perlindungan sebagai sesama Anggota Satgassus Merah Putih.

Namun lanjut dia, yang terjadi sebaliknya, Brigadir Yosua tewas akibat siksaan yang berujung tembak mati yang dilakukan oleh sesama Anggota Satgassus Merah Putih sendiri.

Seperti diketahui, hingga kini Status Kasus ini masih belum menemukan titik terang walau sudah mencapai 3 Minggu.

"Karena Para Elit Polri yang juga tergabung dalam Satgassus Merah Putih ini masih terus berhitung untuk bisa menyelamatkan Ferdi Sambo. Padahal Presiden berkali kali menegaskan untuk terbuka dan transparan dalam mengungkap Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua ini", jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid menyatakan bahwa pencopotan Irjen (Pol) Ferdy Sambo dari posisi Kadiv Propam Mabes Polri tidak cukup.

Oleh sebab itu, Usman juga mendesak Kepolisian Indonesia untuk juga mencopot Ferdy Sambo dari jabatan sebagai Komandan di Satgas Merah Putih Polri.

Sebagai informasi, Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Komandan di Satgas Merah Putih Polri.

Satgas khusus itu dibentuk pada 2017 lalu oleh Jenderal (Pol) Purn Tito Karnavian ketika dia masih menjabat sebagai Kapolri.

Namun, pembentukan satgas khusus itu sempat dikritik oleh anggota Komisi III karena dianggap bisa memecah belah instansi Polri. Satgas tersebut kerap disebut sebagai `darah biru` di Mabes Polri.

"Meski dia sudah dicopot dari posisi Kadiv Propam, tetapi Ferdy Sambo masih tercatat memimpin satgas khusus yang dibentuk oleh Kapolri. Di dalam satgas itu terdapat para anggota kepolisian, mulai dari perwira tinggi, menengah, bintara dan tamtama. Termasuk personel kepolisian yang ikut mengusut kematian Brigadir J," ungkap Usman seperti dikutip dari diskusi virtual yang tayang di YouTube beberapa waktu lalu.

Dengan begitu, kata Usman, bakal ada potensi konflik kepentingan dan kendala psikologis dalam pengusutan tuntas kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Jadi, kalau mau pengusutan kasus ini berjalan maksimal, maka dia harus memenuhi lima lapis pengawasan kepolisian, yang disebut sebagai pengawasan demokratik dalam konsep pengamanan," tutur dia.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar