Amerika Resesi, Sri Mulyani Takut Hal Ini Terjadi di Indonesia

Jum'at, 29/07/2022 15:26 WIB
Menkeu Sri Mulyani khawatir dengan resesi di Amerika Serikat (Bisnis)

Menkeu Sri Mulyani khawatir dengan resesi di Amerika Serikat (Bisnis)

Jakarta, law-justice.co - Masuknya Amerika Serikat secara teknis ke jurang resesi membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani khawatir. Pasalnya, hal tu bisa berdampak buruk bagi Indonesia.

Sri Mulyani menjelaskan AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor RI. Jika ekonomi bergejolak, maka permintaan ekspor dari Negeri Paman Sam juga berpotensi berkurang.

Ekonomi AS tercatat minus 1,4 persen pada kuartal I 2022. Kemudian, ekonomi negara adidaya itu kembali terkontraksi 0,9 persen pada kuartal II 2022.

"Pagi ini Anda membaca (berita) AS negative growth pada kuartal II 2022, technically masuk resesi," ungkap Sri Mulyani dalam Seremoni Dies Natalis VII Politeknik Keuangan Negara STAN, Jumat (29/7).

Belum lagi, ekonomi China juga melambat hampir nol persen pada kuartal II 2022. Negeri Tirai Bambu itu mencatatkan pertumbuhan ekonomi 0,4 persen selama April-Juni 2022.

Kemudian, ekonomi Eropa juga berpotensi melambat di tengah Perang Rusia-Ukraina. Sebab, perang itu membuat harga pangan dan energi melonjak.

Rusia juga sudah mengurangi pasokan energi ke Eropa. Alhasil, harga energi di Eropa akan semakin mahal.

Hal itu akan mempengaruhi inflasi negara-negara Eropa dan membuat ekonomi bergejolak.

"AS, China, dan Eropa adalah negara tujuan ekspor Indonesia. Jadi kalau mereka melemah, permintaan ekspor menurun, harga komoditas turun," papar Sri Mulyani.

Jika permintaan dari tiga negara itu berkurang, maka otomatis nilai ekspor RI turun. Dengan demikian, neraca perdagangan berpotensi defisit dalam waktu mendatang.

Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan dunia memang sedang tak baik-baik saja. Sebab, inflasi terus melonjak di sejumlah negara.

Pemulihan ekonomi dunia setelah dihantam pandemi covid-19 membuat permintaan di dunia melonjak. Namun, hal itu tak sejalan dengan pasokan barang di global.

Alhasil, harga barang menjadi mahal karena jumlah permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan. Hal itu mendorong inflasi naik di beberapa negara.

Kemudian, perang Rusia-Ukraina memperparah situasi ekonomi global. Sebab, Rusia adalah salah satu produsen energi terbesar di dunia.

Lalu, Ukraina merupakan salah satu produsen pangan dan pupuk terbesar di dunia. Perang itu membuat distribusi pangan dan energi terganggu, sehingga harga barang semakin mahal dan menambah masalah inflasi.

"Perang Rusia-Ukraina, perang di Eropa sebelah sana dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan, krisis energi," terang Sri Mulyani.

Indonesia sendiri mencatatkan inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2022. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak 2017 lalu.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar