Ketika Eropa Sedang Tidak Baik-baik Saja: Ada `Neraka` & Ada `Kiamat`

Kamis, 21/07/2022 09:32 WIB
Gelombang panas di Eropa (Istimewa).

Gelombang panas di Eropa (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Dalam beberapa waktu terakhir, situasi negara-negara Eropa dilaporkan sedang tidak baik-baik saja.

Sejumlah masalah baru harus dihadapi benua itu saat ini.

Masalah apa saja itu? berikut rangkumannya seperti melansir cnbcindonesia.com:

A. Inflasi Tinggi

Mahalnya harga kini tengah "menghantui" Eropa. Inflasi zona Euro (Eropa) masih belum berhenti menanjak.

Data yang dirilis dari Eurostat Selasa, menunjukkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) final, mencapai 8,6% year-on-year (yoy) di Juni. Ini lebih tinggi dari dari rilis awal 8,1% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Setali tiga uang, inflasi Inggris pada Juni 2022 tercatat sebesar 9,4% (yoy), dalam pengumuman Rabu (20/7/2022). Angka terbaru tersebut sekaligus mempertajam rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Berdasarkan data dari Kantor Statistik Nasional Inggris yang dirilis Rabu ini, inflasi itu naik dari Mei 2022 sebesar 9,1% dan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan konsensus para ekonom sebesar 9,3%.

B. Cuaca Bak "Neraka"

Di tengah mahalnya harga kebutuhan, cuaca "neraka" juga menyerang sejumlah negara. Suhu panas ekstrem terjadi mulai dari Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol dan Portugal.

Selasa, Inggris mencatat suhu mencapai 40 derajat Celcius. Hal tersebut tak hanya membuat rel kereta melengkung tapi juga serentetan kebakaran, termasuk di London.

"Di sebelah timur, api besar melalap rumah-rumah di desa Wennington, dengan api menjalar ke ladang kering dan mendekati gereja bersejarah," tulis Reuters.

"Di tempat lain, area rumput besar di sekitar ibu kota terbakar, meniupkan asap ke jalan-jalan utama dan area terdekat."

Setidaknya ada 29 titik di Inggris yang mencatat suhu di atas rekor tahun 2019, 38,7 derajat celcius. Wilayah Coningsby, Inggris tengah, merupakan yang terpanas dengan 40,3 derajat Celcius.

Hal sama juga terjadi di Prancis. Kota Nantes di Prancis, misalnya, mencatat suhu 42 derajat celcius.

Di Kota Gironde, kawasan wisata populer di Barat Daya Prancis, telah terkena dampak sangat parah. Petugas pemadam kebakaran berjuang untuk mengendalikan kobaran api yang telah menghancurkan hampir 17.000 hektar lahan.

Terbaru, Rabu, Portugal melaporkan lebih dari 1.000 kematian akibat cuaca neraka tersebut. Hal sama juga dilaporkan Spanyol dengan 500 kematian.

"Dengan adanya perubahan iklim, peningkatan kematian ini mungkin akan semakin meningkat dan oleh karena itu kita harus mengambil langkah-langkah di tingkat kesehatan masyarakat untuk meminimalkan dampaknya," kata seorang peneliti di fakultas sains Universitas Lisbon, Carlos Antunes merujuk suhu ekstrem yang terjadi.

C. Terancam "Kiamat" Gas

Di tengah inflasi dan cuaca ekstrem, negara-negara Uni Eropa (EU) juga terancam mengalami "kiamat" gas. Ini akibat ketidakjelasan pasokan gas dari Rusia, melalui pipa Nord Stream 1, yang kini tengah disetop sementara.

Pipa tersebut kini tengah menjalani perawatan tahunan. Seharusnya pasokan gas bisa kembali mengalir Kamis.

Namun beberapa tidak yakin seiring pertikaian karena keputusan Rusia menyerang Ukraina.

Apalagi, sebuah dokumen baru terungkap, soal BUMN gas Rusia Gazprom yang dikabarkan telah memberi pengumuman ke pelanggan Eropa bahwa perusahaan tak dapat menjamin pasokan gas karena keadaan force majeure.

Menurut Reuters, hal itu tertuang dalam surat tertanggal 14 Juli dan berlangsung sejak 14 Juni.

Frasa itu merujuk pada standar dalam kontrak bisnis dan mendefinisikan keadaan ekstrem yang membebaskan suatu pihak dari kewajiban hukum mereka.

Media Inggris itu menulis, deklarasi force majeure tidak berarti bahwa Gazprom akan menghentikan pengiriman.

"Namun, perusahaan tidak bertanggung jawab jika gagal memenuhi persyaratan kontrak," tulis Reuters lagi.

Salah satu yang menerima adalah Uniper. Ini adalah importir gas terbesar di Jerman. RWE, produsen listrik terbesar Jerman dan importir gas Rusia lainnya, juga mengatakan telah menerima pemberitahuan.

"Ini terdengar seperti petunjuk pertama bahwa pasokan gas melalui Nord Stream 1 mungkin tidak akan dilanjutkan setelah pemeliharaan 10 hari berakhir," kata ekonom energi senior di ABN Amro, Hans van Cleef, memberi tanggapan.

"Apakah masalah ini bersifat teknis atau lebih politis, itu bisa berarti langkah selanjutnya dalam eskalasi antara Rusia dan Eropa atau Jerman," tambahnya.

Terbaru, Rabu, UE dikatakan akan membatasi konsumsi gas alam mereka. Komisi Eropa, telah meminta negara-negara anggota mempersiapkan diri.

Seorang pejabat mengatakan draf tengah difinalisasi. Namun pembahasan masih sangat alot.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar