ENTANG SASTRAATMADJA

Realita Jebakan Kemiskinan Ekstrem

Sabtu, 02/07/2022 17:30 WIB
Ilustrasi Potret Kemiskinan Warga Negara RI (Benhil)

Ilustrasi Potret Kemiskinan Warga Negara RI (Benhil)

Jakarta, law-justice.co - Perang melawan kemiskinan, kelihatan nya tak pernah kunjung selesai. Kemiskinan selalu menjadi perhatian serius, siapa pun yang menakhkodai bangsa dan negeri tercinta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan aturan main untuk menghapus kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Hal itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem..

Presiden Jokowi memberikan instruksi kepada 22 menteri untuk menangani kemiskinan ekstrem di Tanah Air. Beberapa di antaranya adalah menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, menteri koordinator bidang perekonomian, menteri kesehatan, menteri ketenagakerjaan, menteri agama, dan menteri pertanian.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri kini sedang mengolah data kemiskinan ekstrem hingga ke kabupaten/kota. Data itu akan segera dirilis dalam waktu dekat. BPS memang harus berlari kencang untuk sesegera mungkin memberi data yang akurat dan berkualitas. BPS tidak boleh santai. Apalagi melongo menyaksikan kondisi kehidupan masyarakat miskin yanf memprihatinkan. Namun, bagaimana sebenarnya situasi kemiskinan di Indonesia sekarang?

Mengutip data BPS, garis kemiskinan di negara kita naik 2,89 persen dari Rp472.525 per Maret 2021 menjadi Rp486.168 per September 2021. Sementara, jumlah orang miskin turun 1,04 juta dari 27,54 juta orang pada Maret 2021 menjadi 26,5 juta orang pada September 2021. Gambaran ini menunjukkan sekali pun terjadi penurunan angka kemiskinan, tapi jumlah orang miskin terekam masih cukup tinggi. Angka nya masih puluhan juta.

Kemiskinan di negeri ini cukup tersebar, khusus nya berada di 3 Provinsi yang ada di Pulau Jawa. Berikut lima provinsi dengan penduduk miskin terbanyak per September 2021:
1. Jawa Timur: 4,25 juta jiwa
2. Jawa Barat: 4 juta jiwa
3. Jawa Tengah: 3,93 juta jiwa
4. Sumatera Utara: 1,27 juta jiwa
5. Nusa Tenggara Timur: 1,14 juta jiwa.

Hasrat politik Pemerintah menghapus kemiskinan, sebetul nya telah digaungkan sejak lama. Setiap rezim Pemerintahan sepakat, kemiskinan merupakan luka pembangunan yang secepat nya perlu dituntaskan. Beragam kebijakan, strategi, program dan kegiatan tampak telah digelindingkan. Sayang, apa yang jadi hasrat politik tersebut, kurang dibarengi dengan tindakan politik yang mendukung nya.

Bukan hanya Pemerintah saja yang berkepentingan dalam memerangi kemiskinan, namun para stakeholders lain pun tampak terlibat dalam kegiatan ini. Sebut saja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan kalangan Akademisi. Hampir dalam kebijakan Pemerintah mereka ikut serta memberi pandangan cerdas terkait dengan strategi penanggulangan kemiskinan seperti apa yang sebaik nya diterapkan di negeri ini.

Lahir nya Inpres 4/2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim di Indonesia, pada dasar nya memperlihatkan kepada segenap warga bangsa akan keseriusan Pemerintahan Jokowi dalam memberantas kemiskinan. Pemerintah terlihat tidak main-main menyelesaikan suasana hidup miskin yang menimpa warga masyarakat. Pemerintah sangat tidak rela, bila di tengah-tengah semarak nya pembangunan ternyata masih ada rakyat nya yang hidup miskin, melarat dan sengsara.

Sebagai borok pembangunan, kemiskinan memang tidak boleh dibiarkan. Pemerintah tentu harus hadir untuk menangani dan menyembuhkan nya. Kita berharap agar Inpres diatas, betul-betul memiliki kekuatan nyata di lapangan. Yang kita butuhkan, bukan hanya Inpres yang didalam nya berupa kata atau kalimat yang sifat nya intruksi, namun yang lebih diutamakan, esensi dari Inpres tersebut, betul-betul dapat menggugah para pemangku kepentingan untuk sama-sama bergerak memerangi kemiskinan itu sendiri.

Inpres Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim, dalam tataran pelaksanaan di lapangan, sebaik nya dikemas lewat sebuah "gerakan" nyata. Seabreg hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan kalangan kampus, kini saat yang tepat untuk diejawantahkan dalam program-program aksi di masyarakat. Kita tidak butuh lagi Seminar atau Lokakarya tentang bagaimana menghapus kemiskinan. Secara konseptual dan teknokratik kita sudah memiliki. Justru yang belum optimal dilakukan adalah sampai sejauh mana kita mampu menerapkan teori tersebut secara nyata di lapangan.

Dilihat dari persebaran kemiskinan itu sendiri, terbukti sebagian besar orang miskin, ada di Pulau Jawa. Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah tergolong ke dalam Provinsi yang cukup tinggi angka kemiskinan ekstrim nya. Catatan kritis nya adalah mengapa Pulau Jawa yang selama ini terbilang cukup marak dengan berbagai program pembangunan, malah menyimpan penduduk miskin yang cukup besar. Bukankah dengan model "tetesan ke bawah", mesti nya pembangunan yang dilakukan mampu menghasilkan "pemerataan kesejahteraan" ?

Aneh nya, yang terjadi bukan "pemerataan kesejahteraan" tapi "pemerataan kemiskinan". Kalau ini yang terjadi, rupa nya model "tetesan ke bawah" (tricle down effect) tidak terjadi dalam kehidupan masyarakat kita. Malah yang terasakan adalah "muncrat ke atas". Ini yang mengenaskan. Pembangunan yang seharus nya dapat memberi berkah kehidupan, dalam kenyataan nya malah melahirkan nestapa kehidupan yang berkepanjangan. Pembangunan inilah semesti nya yang mampu membebaskan warga bangsa dari suasana hidup miskin.

Kita percaya Inpres 4/2022 sudah dipersiapkan secara matang dan tidak hanya selesai setelah diteken Presuden saja. 22 Menteri yang diunstruksikan diharapkan benar-benar dapat memahami dan menghayati apa sesungguh nya yang menjadi substansi dilahirkan nya Inpres tersebut. Para Menteri yang ditugaskan, segera berkordinasi untuk mengokohkan integritas, sekaligus menetapkan sinergitas dan kolaborasi dalam pelaksanaan nya di lapangan.

Selain itu, koordinasi dengan Daerah juga penting. Libatkan Gubernur, Bupati dan Walikota sedini mungkin. Sebab, mereka inilah yang paling tahu suasana kebatinan masyarakat miskin yang berada di daerah nya. Kita tidak ingin, jika yang terjadi mereka hanya jadi penonton setia, menyaksikan Pemerintah Pusat menjalankan program Percepatan Penghapusan Kemiskinan ini. Sebagai gerakan, sepatut nya semua pihak merapatkan barisan dan bergandengan tangan mensolusikan nya. Termasuk antara Pusat dan Daerah.

Tolong dicatat ! Sebagian besar orang miskin di negeri ini, umum nya mereka yang beratribukan sebagai petani gurem, petani buruh, nelayan tradisional, nelayan buruh, para buruh kebun, masyarakat sekitar desa hutan, buruh lepas di perkotaan dan yang sejenis dengan itu. Mereka inilah yang pantas divonis sebagai "korban pembangunan". Pertanyaan menggelitik nya adalah sampai sejauh mana Inpres 4/2022 bakal mampu membebaskan mereka dari kemiskinan ekstrim yang menjerat nya ?

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar