Kisruh Saham GOTO Rugikan Uang Negara

Mengangsir Telkomsel Via Saham GOTO, KKN Oligarki

Sabtu, 28/05/2022 13:01 WIB
Peresmian Saham GoTo (Dok.GoTo)

Peresmian Saham GoTo (Dok.GoTo)

Jakarta, law-justice.co - Investasi BUMN anak perusahaan Telkom, Telkomsel pada instrumen saham GOTO memicu kritikan tajam dari pelaku usaha dan pengamat pasar modal.

Saham yang diperjual belikan itu babak belum di periode tahun 2022. Nilainya anjlok dan kerugian investasi mencapai triliunan rupiah.

Namun, gejolak saham yang menurun ini tidak membuat Telkomsel gentar, dalam laporan keuangan periode kuartal pertama I 2022, Telkom menyebut penurunan nilai investasi pada saham GOTO dinilai wajar.

Dalam laporan itu disebut investasi pada obligasi konversi yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi merupakan investasi jangka panjang yang dimiliki oleh Telkomsel dan MDI dalam bentuk obligasi konversi pada berbagai perusahaan start-up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi, yang akan langsung dikonversi
menjadi saham ketika jatuh tempo.

Obligasi konversi tersebut akan jatuh tempo hingga 31 Desember 2023. Investasi pada ekuitas yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi merupakan investasi jangka panjang dalam bentuk saham pada berbagai perusahaan start-up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi. Grup tidak memiliki pengaruh signifikan dalam perusahaan start-up tersebut.

Investasi pada ekuitas yang diukur pada nilai wajar melalui laba rugi termasuk investasi Telkomsel pada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (“AKAB”).

Pada tanggal 16 November 2020, Telkomsel mengadakan perjanjian dengan AKAB untuk investasi dalam bentuk Obligasi Konversi (“CB”) tanpa bunga sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.116 miliar per 31 Desember 2020). CB tersebut akan jatuh tempo pada tanggal 16 November 2023.

Investasi pada CB oleh Telkomsel tersebut dengan model bisnis yang tujuannya bukan untuk mengumpulkan arus kas kontraktual dan bukan semata-mata pembayaran pokok dan bunga atas pokok yang terhutang, sehingga CB diklasifikasikan sebagai FVTPL.


Peresmian Saham GoTo (Dok.GoTo)

Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli saham preferen tambahan dari AKAB.

Opsi beli saham preferen memberikan hak kepada Telkomsel untuk membeli tambahan saham preferen dari AKAB sebesar US$300 juta dan dapat dieksekusi dalam waktu 12 bulan setelah tanggal efektif pada harga US$5.049 per saham. Opsi beli saham preferen adalah derivatif dan dicatat pada FVTPL.

Pada 17 Mei 2021, AKAB dan PT Tokopedia merger menjadi PT GoTo Gojek Tokopedia (“GoTo”). Merger ini membuat Telkomsel mengeksekusi CB sesuai dengan perjanjian CB, di mana CB akan dikonversi menjadi saham. Berdasarkan perjanjian CB, GoTo akan membayar total jumlah konversi kepada Telkomsel, dan setelah menerima jumlah konversi tersebut, Telkomsel harus segera membayar jumlah konversi kepada GoTo sesuai dengan Perjanjian Pemesanan Saham.

Pada tanggal 18 Mei 2021, Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pembelian Saham untuk memesan 29.708 lembar saham konversi atau sebesar US$150 juta (setara dengan Rp2.110 miliar) dan 59.417 lembar saham tambahan dari opsi pembelian saham atau senilai US$300 juta (setara dengan Rp4.290 miliar).

Berdasarkan perubahan akta pada tanggal 19 Oktober 2021, GoTo melakukan stock split dan mengubah jumlah kepemilikan saham Telkomsel dari 89.125 lembar saham menjadi 23.722.133.875 lembar saham.

Per tanggal 31 Maret 2022, Telkomsel menilai nilai wajar investasi di GoTo dengan menggunakan nilai penawaran saham GoTo pada saat IPO sebesar Rp338 per saham.
Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi Telkomsel pada GoTo pada tanggal 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp881 miliar disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian.

Investasi pada ekuitas juga termasuk investasi MDI, pada berbagai perusahaan start-up yang bergerak di bidang informasi dan teknologi.

Penambahan investasi pada periode berjalan oleh MDI berjumlah sebesar Rp698 miliar. Investasi pada ekuitas ini diklasifikasikan sebagai FVTPL.

Jumlah kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar investasi MDI pada tanggal 31 Maret 2022 adalah sebesar Rp5 miliar dan disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi dalam laporan laba rugi konsolidasian.

Kerugian Investasi Telkomsel
Dalam laporan itu juga disebut ada kerugian dalam investasi di bidang teknologi lainnya. Pada tanggal 21 Januari 2019, Telkomsel mendirikan anak perusahaan PT Fintek Karya Nusantara (“Finarya”) dengan modal awal Rp25 miliar dan pada tanggal 22 Februari 2019 Telkomsel mengalihkan asetnya sebesar Rp 150 miliar. Atas akuisisi ini Telkomsel memperoleh masing-masing 2.499 dan 14.974 lembar saham (kepemilikan saham 100%).

Telkomsel dengan PT Mandiri Capital Indonesia, PT BRI Ventura Indonesia, PT BNI Sekuritas, PT Jasamarga Tollroad Operator, PT Dana Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero), PT Pertamina Retail, PT Kereta Commuter Indonesia (“KCI”), PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dan PT Danareksa Capital, menandatangani perjanjian pemegang saham pada tanggal 31 Juli 2019, 31 Oktober 2019, dan 31 Desember 2019 sehubungan dengan peningkatan modal ditempatkan dan disetor oleh masing-masing pemegang saham.

Hasil audit keuangan investasi Telkom (Dok.Telkom)

Pada tanggal 31 Desember 2019, Telkomsel memiliki 48.530 lembar saham atau setara dengan 26,58% kepemilikan saham. Pada tanggal 23 Oktober 2020, Finarya menerbitkan 13.632 saham seri B yang dimiliki oleh Grab LA Pte Ltd (“Grab”) sebesar 11.237 lembar saham, PT BRI Ventura Indonesia sebesar 943 lembar saham, PT Mandiri Capital Indonesia sebesar 924 lembar saham dan Telkomsel sebesar 528 lembar saham. Investasi ini menurunkan kepemilikan Telkomsel di Finarya dari sebelumnya 26,58% menjadi 25,00%.

Pada tanggal 8 Maret 2021, PT Dompet Karya Anak Bangsa (“DKAB”) berinvestasi di Finarya yang menyebabkan kepemilikan Telkomsel turun dari 25,00% menjadi 24,33%. Sejak Juni 2021, nilai investasi atas investasi Telkomsel di Finarya telah terserap sepenuhnya.

Pada tanggal 23 Desember 2021, Grab menambah investasinya di Finarya, sehingga kepemilikan Telkomsel terdilusi menjadi 24,27%. Pada tanggal 31 Maret 2022, kerugian yang tidak diakui sebesar Rp193,9 miliar.

Bagian kumulatif rugi atas investasi lain-lain yang tidak diakui hingga periode yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2022 dan 31
Desember 2021 masing-masing adalah sebesar Rp190 miliar.

Ada Permainan dalam Perdagangan Saham GOTO?

PT GOTO (Gojek Tokopedia) saat ini tengah berada dalam sorotan hal tersebut karena sahamnya diklaim bisa merugikan negara.

Seperti diketahui, terdapat beberapa pihak yang melakukan investasi di GOTO, salah satu yang menjadi sorotan adalah Telkomsel.

Bahkan beberapa pihak menilai bila Telkomsel berpotensi mengalami kerugian karena investasi di GOTO.

Sedangkan investasi Telkomsel ke Gojek disorot publik karena ketika PT Telkom Indonesia mengumumkan laporan keuangan ada jumlah kerugian yang belum direalisasi pada investasi saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) per 31 Maret 2022 tercatat Rp 881 miliar.

Hal itu tercantum dalam laporan keuangan Telkom kuartal I. Laporan ini disajikan sebagai kerugian yang belum direalisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi anak usaha Telkom, Telkomsel, pada Goto, dalam laporan laba rugi konsolidasi.

Selain itu disinyalir beberapa pihak menyebut terdapat dugaan konflik kepentingan dalam pemegang saham GOTO-Telkomsel.

Terkait dengan itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mendesak kepada pihak berwenang yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyelidikan lebih jauh.

Sultan mengatakan penyelidikan diperlukan terhadap dua emiten, PT Telkom Indonesia Tbk dan PT Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) tersebut.

Menurutnya, ada indikasi transaksi material afiliasi dan benturan kepentingan para pemegang saham di dua emiten itu.

Sultan menyebut rontoknya harga saham GoTo sebesar 26,62% sejak pertama kali melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 11 April 2022 merupakan sesuatu yang tidak normal.

“Kami hanya ingin mengingatkan Pemerintah melalui kementerian terkait untuk belajar dari kesalahan PT Asuransi Jiwasraya dan Asabri atau bahkan Century. Bahwa setiap aksi korporasi maupun BUMN pada emiten tertentu harus didasarkan pada pertimbangan bisnis dan dampak sosial yang luas dan bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabel,” kata Sultan kepada Law-Justice.

Senator asal Bengkulu itu menuturkan bila stigma unusual market activity (UMA) kepada saham Goto oleh BEI adalah warning bagi OJK untuk segera bertindak.

Sultan menyebut OJK perlu bertindak cepat dan profesional dalam menelaah dan menyelidiki listing saham Goto yang berpotensi merugikan keuangan PT Telkom Indonesia.

Meski amblesnya saham Goto diduga akibat dari saham perusahaan teknologi global yang juga tertekan dan turun.

Laporan investasi Telkom (Dok.Telkom)

Namun, kata Sultan kekhawatiran publik yang trauma dengan kejahatan keuangan bermotif investasi pada korporasi berisiko tinggi masih sangat besar.

“Kami ingin mengatakan bahwa potensi income bisnis selalu related dengan risiko. Dan Kami desa related party transaction dalam konteks aksi korporasi Telkomsel terhadap Goto yang notabene merupakan hasil merger dua raksasa platform digital Indonesia,” tuturnya.

Sultan menegaskan ditengah kondisi saat ini, rawan terjadi konflik kepentingan dan tentu sangat berisiko bagi setiap entitas bisnis BUMN.

“Sehingga, kami mendorong agar OJK sesuai UU Pasar Modal untuk memulai pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan soal back door listing saham GoTo oleh Telkomsel yang berdampak material ke pemegang saham telkom,” katanya.

Seperti diketahui, PT Telkom Indonesia Tbk tak tanggung-tanggung dalam berinvestasi berbasis teknologi digital di PT GoTo.

Nilainya mencapai US$450 juta atau setara Rp6,4 triliun yang dikucurkan untuk perusahaan yang sebelumnya mengusung bendera PT Aplikasi Karya Anak Bangsa ini.

Namun, nilai investasi tersebut kini sudah mulai tergerus seiring penurunan harga saham GoTo pasca-Initial Public Offering (IPO) alias penawaran umum saham perdana.

Satu bulan setelah IPO, harga saham GOTO anjlok menjadi Rp194 per saham per 13 Mei 2022. Telkom rugi besar.

Kerugian Telkom itu bermula saat anak usahanya (Telkomsel) membeli obligasi konversi Gojek senilai US$150 juta pada November 2020, tanpa bunga. Obligasi itu jatuh tempo pada November 2023.

Laporkan KKN dalam Investasi Saham GOTO

Masalah lain yang muncul dari polemik investasi PT Telkom di GoTo adalah adanya dugaan nepotisme, yang melibatkan Erick Thohir dengan kakaknya, Garibaldi Thohir.

Sebagaimana kita tahu, kini Erick Thohir menjabat sebagai Menteri BUMN yang memegang kendali terhadap PT Telkom.

Sementara Garibaldi Thohir menjabat sebagai Komisaris Utama di Goto, sekaligus pemegang 1 miliar lebih lembar saham perusahaan tersebut. Relasi inilah yang membuat dugaan nepotisme semakin kuat.

Ini kemudian yang membuat mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Agustinus Edy Kristanto resah.

Ia lantas melapor ke United States Securities and Exchange Commision (SEC), pada Sabtu (21/5/2022) lalu.

Hal tersebut disebabkan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk juga tercatat di bursa New York (NYSE) dengan kode saham TLK.

Satu hal yang ia laporkan, yakni adanya dugaan nepotisme dan transaksi yang mengandung benturan kepentingan dalam konteks investasi Telkomsel di GoTo senilai Rp6,3 triliun.

"Secara spesifik berkaitan dengan posisi Menteri BUMN Erick Thohir dan kakaknya, Garibaldi Thohir. Saya buktikan bahwa keduanya adalah saudara kandung dengan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 0220/Pdt. P/2017/PA.JS tentang penetapan ahli waris dari alm. M. Thohir bin Chalik." urai Agustinus.

Sebelumnya Agustinus sudah melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait adanya dugaan nepotisme dalam investasi Telkom pada saham GoTo, pada 28 Oktober 2020.

Namun KPK menolak laporan tersebut pada 7 Januari 2022, dengan alasan laporan tersebut belum memenuhi syarat.

Menurut Agustinus, penolakan tersebut sangat ironis. Sebab nepotisme jelas dilarang di Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

"Untuk nepotisme ancaman maksimalnya adalah 12 tahun penjara," tambah Agustinus.


Komisaris Utama PT Goto Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) Garibaldi `Boy` Thohir menyampaikan harapannya dalam penawaran umum saham perdana ke publik atau IPO GoTo, Selasa (15/3 - 2022).

Sementara, hal serupa juga diatur dalam peraturan OJK (POJK) nomor 42 tahun 2020, yakni mengenai transaksi afiliasi dan transaksi benturan kepentingan.

Sementara itu, pengamat pasar modal, Yanuar Rizky menegaskan, nepotisme merupakan perbuatan yang melawan hukum di dalam ranah pasar modal.

Bahkan ia berpendapat, larangan tersebut berlaku secara global dan tercantum dalam Undang-undang Pasar Modal tiap negara.

Sebab, jika berbicara mengenai pasar modal, maka bukan hanya untung rugi yang menjadi fokus utama.

Tapi juga mencakup transaksi material yang bisa merugikan publik dan mengacu pada konflik kepentingan.

Secara spesifik, Yanuar Rizky menyatakan, indikator konflik kepentingan dalam semua UU Pasar modal di seluruh negara, mengacu kepada adanya pengendali atau orang dalam, atau semua yang terafiliasi dengan orang dalam.

"(Orang dalam) baik karena keluarga, pekerjaan atau sekedar tipery yang menjadikan pihak terafiasi memiliki Informasi Orang Dalam," ungkap Yanuar Rizky.

Kejaksaan Agung Pelajari Kerugian Investasi Saham GOTO

Meski sejumah dasar hukum telah diungkap untuk menindak dugaan nepotisme dalam investasi Telkom di GoTo, aparat penegak hukum belum juga bertindak.

Setelah ditolak oleh Komisi pemberantasan Korupsi, harapan selanjutnya adalah Kejaksaan Agung.

Terlabih, Kejagung sudah pernah menangani kasus Asabri dan Jiwasraya, yang juga mengandung unsur nepotisme, antara Benny Tjokrosapoetro dan Teddy Tjokrosapoetro.

Unsur nepotisme itulah yang membuat kasus investasi Telkom di GoTo mirip dengan kasus Asabri dan Jiwasraya.

Namun hingga kini Kejagung belum juga mengambil tindakan. Direktur Penyidikan pada Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, SUpardi mengatakan, hingga kini Kejagung belum ada arahan untuk menanngani kasus dugaan nepotisme dalam investasi PT Telkom di saham GoTo.

Ia juga menyatakan belum bisa mengomentari kasus tersebut, karena belum mendalaminya.

"No comment, kami belum mendalaminya," ujar Supardi singkat, kepada law-justice.co.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan, Kejagung akan mempelajari kasus dugaan nepotisme tersebut.

Ia juga mengatakan, kasus tersebut akan lebih mudah ditangani Kejagung, jika ada masyarakat yang melaporkannya.

"Kita pelajari dulu mas, kalau ada laporannya lebih bagus," ujar Ketut.

Pusaran Kekuasaan di Transaksi Saham GOTO?

Sejumlah nama yang dekat dengan kekuasaan disebutkan berada dalam pusaran kasus ini.

Nama nama seperti Garibaldi Thohir atau Boy Thohir yang merupakan kakak kandung Menteri BUMN Erick Thohir dan Wishnutama, mantan Menteri Parekraf, yang kini menjabat sebagai Komisaris Telkomsel.

Law-Justice mencoba untuk menghubungi OJK, terkait dengan polemik GOTO dan Telkomsel ini, namun sampai saat ini pihak OJK belum merespon hal tersebut.

Menanggapi Saham GoTo, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan bila kerugian yang dialami oleh GoTo adalah hal yang wajar.

Hal tersebut Karena GoTo ini merupakan bisnis model New Economy yang artinya akan mengalokasikan suntikan dana yang masuk untuk kepentingan pengembangan bisnis.

Nyoman menjelaskan bila perusahaan model seperti GoTo ini dalam membangun ekosistem di bisnis seperti itu memang butuh pendanaan.

“Kan orang bilang burning money, karena memang untuk membentuknya (ekosistem) itu membutuhkan cost dan memang upaya mereka itu lebih difokuskan dalam membangun ekosistem. Setelah masuk kedalam ekosistem, mereka baru mengcreate bisnisnya,” kata Nyoman kepada Law-Justice.

Nyoman memberikan beberapa contoh bursa perusahaan teknologi di level dunia yang juga mengalami kasus serupa.

“Beberapa New Economy pun karakteristiknya sama. Bukan dalam jangka waktu pendek menghasilkan deviden. Itu dari awal sudah disampaikan,” ungkapnya.

Nyoman menyebut bila Otoritas Bursa Efek Indonesia membeberkan saham GOTO diumumkan masuk dalam kategori di luar kebiasaan atau unusual market activity (UMA).

Hal tersebut karena saham GOTO mengalami penurunan selama dua pekan dan terjadi penurunan harga diluar kebiasaan.

Dengan terjadinya UMA atas saham GOTO, Nyoman menyebut bila BEI kini tengah mencermati perkembangan pola transaksi saham tersebut.

Otoritas berharap para investor untuk memperhatikan jawaban perusahaan tercatat atas permintaan konfirmasi bursa, mencermati kinerja perusahaan tercatat dan keterbukaan informasinya.

Meski begitu, Nyoman menuturkan bila UMA tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang Pasar Modal.

"Sehubungan dengan terjadinya Unusual Market Activity atas saham GOTO tersebut, perlu kami sampaikan bahwa Bursa saat ini sedang mencermati perkembangan pola transaksi saham ini," tuturnya.

Sebagai langkah upaya untuk melindungi investor, BEI melekatkan notasi ‘N’ pada emiten decacorn GoTo.


Bukan RI, Ini Pemegang Saham Terbesar GoTo Tokopedia-Gojek

Nyoman menyatakan bila notasi khusus N berarti perusahaan tercatat merupakan emiten yang menerapkan Saham Dengan Hak Suara Multipel.

"Jadi BEI beri kode N itu artinya New Economy dan biar publik tahu. Jangan memikirkan dividen dalam waktu dekat. Perusahaan New Economy sifatnya long term investment,” ucapnya.

Sebagai informasi, pemegang saham GOTO terbagi menjadi dua kelas, yakni pemegang saham dengan hak suara multipel (HSM) atau multiple voting shares (MVS) dan pemegang saham non-HSM.

Susunan pemegang saham non-HSM kurang dari 5 persen setelah selesainya penawaran umum perdana saham perseroan akan menjadi 62,36 persen.

Sementara itu, sisa saham lainnya sebesar dimiliki Garibaldi Thohir 0,09 persen, Goto Peopleverse Fund 8,94 persen, SVF GT Subco (Singapore) Pte. Ltd 8,62 persen, dan Taobao China 8,76 persen.

Adapun, jumlah total kepemilikan pemegang saham non-HSM di GOTO akan mencapai 93,12 persen dan 6,02 persen untuk pemegang saham HSM.

BEI sendiri melaporkan terdapat 74 emiten yang mendapatkan notasi khusus termasuk GoTo yang mendapat notasi khusus N.

Kantor Hukum AHP Bantah Ada Intervensi Investasi Saham GOTO

Beberapa waktu belakangan ini, Kantor Advokat Assegaf Hamzah & Partners (AHP) tengah dikaitkan dengan transaksi investasi Telkomsel di GoTo.

Namun, pihak AHP membantah hal tersebut dan menyatakan tidak terlibat dalam transaksi investasi Telkomsel di Gojek, bagian dari GoTo.

Co-founder sekaligus Partner AHP Chandra M Hamzah pun mengatakan kronologi terkait transaksi ini.

“Penting sekali untuk diketahui bahwa Kantor Advokat Assegaf Hamzah & Partner (AHP) sama sekali tidak terlibat dalam transaksi tersebut,” kata Chandra kepada Law-Justice.

Chandra mengatakan bila penyebutan nama Kantor Advokat AHP dan dikaitkan dengan investasi Telkomsel pada PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek), sama sekali tidak berdasar.

"Begitu pula dengan penyebutan Bono Daru Adji, komisaris dan ketua komite audit PT Telkom Tbk,” ujarnya.

Chandra membeberkan bila Perjanjian Pinjaman Konversi dan Perjanjian Opsi ditandatangani oleh para pihak pada 16 November 2020. Data ini merupakan data publik yang tercantum dalam prospektus GoTo.

Sedangkan Bono Daru Adji baru menjadi Komisaris PT Telkom Tbk, berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada 28 Mei 2021.

“Berdasarkan Anggaran Dasar PT Telkom Tbk, transaksi semacam itu tidak memerlukan persetujuan dewan komisaris dan Perlu juga dipahami bahwa suatu keputusan dewan komisaris harus diputuskan oleh komisaris sebagai suatu dewan, bukan perseorangan,” bebernya.

Kemudian, Gojek dan Tokopedia melakukan merger pada tahun lalu. Kemudian entitas gabungan keduanya yakni GoTo mencatatkan saham perdana alias initial public offering (IPO) tahun ini.

Ia menyebut memang benar bila Kantor Advokat AHP memberikan jasa hukum atas kedua hal tersebut.

"Lalu apakah dibolehkan Kantor Advokat AHP memberikan jasa hukum dalam rangka merger antara Gojek dan Tokopedia. Kemudian dilanjutkan dengan IPO? Jawabannya, iya,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu bukanlah benturan kepentingan atau conflict of interest, baik berdasarkan Undang-undang (UU) Pasar Modal, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun Standar Profesi.

Kementerian BUMN Sebut Anjloknya Saham GOTO Tidak Pengaruhi Telkom

Sementara itu menanggapi polemik Goto dan Telkomsel, Stafsus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mencatat nilai investasi Telkomsel di GOTO mencapai USD 370 juta atau setara Rp5 triliun.

Arya mengatakan bila nilai tersebut bersumber dari 11 komponen bisnis kerjasama Telkomsel dan GoTo.

Iapun menyatakan ada potensi kerugian yang dicatatkan Telkomsel setelah saham GoTo di pasar modal terkoreksi secara dalam.

Meski begitu, Arya memastikan investor dan publik tidak perlu khawatir ketika harga saham GoTo anjlok di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Ia menyatakan meskipun harga saham menurun, hal ini tidak berpengaruh signifikan pada bisnis Telkom dan sifat investasi ini jangka panjang.

"Telkomsel ada investasi bisnis di GoTo kecuali kalau dia trading saham. Ini bukan short time, ini long time, panjang dia, ini bisnis panjang oleh Telkomsel. Sudah USD 370 juta bisnisnya Telkomsel di sana, gitu aja hitungannya. Rp5 triliun lebih yang selama ini sedang berproses," kata Arya melalui keteranganya yang diterima Law-Justice.

Politisi Partai Perindo itu menyatakan adanya dinamika naik dan turunnya saham perusahaan di pasar modal adalah hal wajar saja dan itu termasuk dengan anjloknya saham GoTo.

Arya menilai karena ini bisnis jangka panjang, justru Telkomsel akan mencatat keuntungan berarti. Penilaian tersebut dengan asumsi pada potensi 2,5 juta driver Gojek yang dikonversi menjadi pelanggannya Telkomsel.

"Hitung aja berapa setahun bisnisnya Telkomsel kalau 2,5 juta driver memakai Telkomsel dengan pengeluaran pulsa 50.000 sehari, coba hitung berapa. Belum lagi kita pakai go shop, belum lagi ada advertising dan sebagainya," tutupnya.

Investasi Telkom di GOTO Dinilai Ugal-ugalan

Investasi PT Telkom di saham GoTo terus bergulir dan menjadi perhatian publik.

Investasi senilai Rp6,3 triliun tersebut dinilai bermasalah karena diduga terdapat unsur nepotisme di dalamnya.

Hal ini disebabkan PT Telkom berada di bawah kendali Kementerian BUMN, dengan menterinya Erick Thohir.

Sementara kakak Erick Thohir, Garibaldi Thohir menjabat sebagai Komisaris Utama Goto, sebagai pihak yang menerima dana investasi tersebut.

Namun, alih-alih untung, investasi tersebut malah menimbulkan kerugian yang belum terealisasi sebesar Rp881 miliar.

Meski mengalami potensi kerugian yang cukup besar, PT Telkom kembali menerima suntikan dana investasi sebesar Rp698 miliar.

Hal tersebut terungkap dalam laporan keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan entitas anaknya, tanggal 31 maret 2022.

"Penambahan investasi pada periode berjalan oleh MDI berjumlah sebesar Rp698 miliar. Investasi pada ekuitas ini diklasifikasikan sebagai FVTPL," demikian kutipan laporan keuangan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Managing Director Political Economy and Policy Studies, Anthony Budiawan mengatakan, suntikan dana ratusan miliar tersebut tidak akan berpengaruh pada kondisi keuangan PT Telkom, usai berinvestasi di Goto.


Investasi saham GoTo dinilai bermasalah (Dok.Humas GOTO)

Menurut dia, kerugian yang dialami Telkom dari GoTo jauh lebih besar dibandingkan nilai investasi baru yang yang diterima.

Terlebih, setelah IPO pada April 2022 lalu, nilai saham GoTo terus turun, dari Rp338 per lembar, hingga pernah menyentuh harga Rp194 per lembar.

"(Harga saham) turun ke Rp194 saja ruginya sudah sampai Rp2 triliun," ujar Anthony kepada law-justice.co.

Menurut dia, keputusan Telkom untuk berinvestasi di GoTo adalah langkah yang salah.

Sebab, rekam jejak perusahaan tersebut tak terlalu menggembirakan. Anthony mengatakan, hingga kini GoTo selalu merugi dari tahun ke tahun.

Ia mencatat, pada 30 September 2021 lalu, akumulasi kerugian GoTo mencapai Rp69 triliun.

Dan Anthony meyakini kerugian tersebut akan terus terjadi hingga kini, karena menurut dia, bisnis yang dijalankan oleh GoTo merupakan bisnis "bakar duit", dimana beban pokok lebih besar dari pendapatan.

Ia mencatat, beban penjualan dan marketing GoTo pada 2018 mencapai Rp8 triliun. Dan pada 2019 mencapai Rp14 triliun.

Dengan kondisi itu, Telkom tidak akan pernah bisa mendapatkan deviden dari Goto. Ini artinya Telkom tidak bisa mendapatkan manfaat dari investasi yang telah dilakukan.

Anthony menyarankan agar Telkom melepas saja sahamnya di GoTo, agar tidak terus merugi di kemudian hari.

Namun hal tersebut juga bukan perkara mudah. Sebab, saham dari perusahaan yang terus merugi, kemungkinan kecil akan dilirik investor lainnya.

"Harusnya Telkom tidak terlibat dengan perusahaan seperti ini, sebab ini (Telkom) adalah perusahaan negara," kata Anthony.

Terkait adanya potensi kerugian dalam investasi saham GoTo, Direksi Telkom menolak berkomentar.

Ketika ditanya mengenai hal tersebut oleh law-justice.co, Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relation PT Telkom, Ahmad Reza hanya mengatakan, keputusan Telkom berinvestasi di GoTo tidak semata-mata mempertimbangkan aspek capital gain/loss.

Melainkan juga mempertimbangkan aspek yang lebih luas lagi, seperti sinergi dalam upaya membangun ekosistem digital nasional yang lebih besar.

"Salah satunya melalui investasi TelkomGroup di GoTo," ujar Ahmad Reza.

DPR Kritisi Investasi BUMN di Saham GoTo

Kasus dugaan nepotisme dalam investasi PT Telkom di Saham GoTo tampaknya belum begitu menjadi perhatian para anggota Dewan di DPR RI, utamanya Komisi IV.

Kami sempat kesulitan untuk meminta tanggapan kepada pimpinan atau anggota Komisi VI DPR RI dari hampir semua fraksi.

Beberapa tidak merespon pesan WhatsApp atau mengangkat telepon. Ada yang merespon, namun mengaku belum begitu memahami kasus tersebut.

Dari semua pimpinan dan sejumlah anggota Komisi VI DPR RI yang kami hubungi, hanya satu yang bersedia diwawancara, yakni Eko Hendro Purnomo.

Ia menyangsikan adanya dugaan nepotisme dalam investasi Telkom di Saham GoTo.

Menurut dia, jika memang ada dugaan tersebut, maka pasar akan bereaksi dengan memberikan sentimen negatif kepada perusahaan Telkom dan GoTo.

Namun, lanjut Eko, hal tersebut tidak terjadi. "Ini menandakan bahwa suntikan dana ini memang pada dasarnya adalah keputusan investasi perusahaan, bukan perorangan," jelas Eko

Ia juga menyatakan, dugaan adanya nepotisme tersebut lemah, sebab rencana Telkom untuk berinvestasi di GoTo sudah muncul sejak lama, yakni sejak 2018.

"Jadi menurut saya, ini memang murni keputusan bisnis," sambung Eko.

Melihat belum jelasnya penegakan hukum dan dukungan politik untuk menyelesaikan masalah ini, pengamat pasar modal, Yanuar Rizky menyatakan, pelapora dugaan nepotisme dalam investasi Telkom di Saham GoTo ke United States Securities and Exchange Commision (SEC), menjadi langkah yang tepat.

Ia optimistis kasus ini bisa selesai di SEC, karena lembaga tersebut sama sekali tidak memiliki keterkaitan dengan pihak-pihak yang dilaporkan.

Hal itulah yang menjadikan proses hukumnya objektif, terlebih ada ketentuan yang melarang nepotisme dalam undang-undang pasar modal dunia.

"Siapa saja kalo terbukti dengan 2 alat bukti hukum. Afiliasi benturan kepentingan kan memang kena sanksi baik langsung atau penuntutan peradilan," tegas Yanuar.


Kontribusi Laporan : Ghivary Apriman, Rio Rizalino

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar