Penyinyir Ritual Penyatuan Tanah & Air di IKN Disebut Kaum Munafik

Kamis, 17/03/2022 19:52 WIB
Prosesi ritual penyatuan tanah dan air di IKN Nusantara (tempo)

Prosesi ritual penyatuan tanah dan air di IKN Nusantara (tempo)

Jakarta, law-justice.co - Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) menyebut para penyinyir ritual penyatuan tanah dan air di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur adalah kaum munafik.

Perekat Nusantara bahkan sebaliknya mengapresiasi Presiden Jokowi atas prosesi tersebut karena bentuk penyatuan beragam budaya dari 34 provinsi di Indonnesia. Hal itu membuktikan Presiden Jokowi tetap mewujudkan komitmennya memajukan Kebudayaan Nasional, sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa, dari keberagaman kebudayaan daerah. 

Perekat Nusantara sangat menyayangkan sikap nyinyir sejumlah pihak yang menilai prosesi penyatuan tanah dan air itu sebagai ritual syirik, mistik, primitif dan sesat. Padahal, mereka itu adalah orang-orang yang paham konstitusi, lahir dan dibesarkan dalam lingkungan budaya yang lekat dengan ritus dan ritual tradisional.

Hal itu seperti yang terjadi dengan politikus Demokrat Benny K. Harman. Menurut Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus apa yang disampaikan Benny sangat tidak berdasar karena pembangunan IKN Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia. Dan semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 Provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Padahal para penyinyir dan Politisi BKH sendiri sejak lahir dan dibesarkan hingga menjadi Anggota DPR RI itu dalam kesehariannya pada moment tertentu tidak terlepas dari ritual adat, baik oleh para orang tua leluhur di kampung maupun dalam lingkungan di sekitar tempat tinggal," katanya melalui keterangan tertulisnya, Kamis (17/3/2022).

Menurut Petrus, prosesi penyatuan tanah dan air adalah bagian dari sikap pengakuan, penghormatan dan pelindungan terhadap tradisi budaya bangsa yang beragam yang diakui dan dihormati sesuai dengan perintah UUD 1945, perintah UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara.

Begitu pula dalam pasal 2 huruf c UU No. 3 Tahun 2022, Tentang Ibu Kota Negara di situ ditegaskan bahwa Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 Provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

"Dengan demikian, maka tuduhan sejumlah pihak termasuk BKH bahwa prosesi penyatuan tanah dan air di titik nol di Ibukota Negara Nusantara dari 34 Provinsi yang beragam budayanya, adalah untuk menyeragamkan budaya yang beraneka ragam adalah tuduhan yang tidak bertanggung jawab dan munafik," jelasnya.

Menurutnya, konstitusionalitas dari prosesi penyatuan tanah dan air dapat dibaca dalam beberapa pasal dari UUD 1945. Pasal 18B ayat (1 dan 2) UUD 1945 : ayat (1) : Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemetintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan undang-undang.

ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakt dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 28i ayat (3) UUD 1945, Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pasal 32 ayat (1) : Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

"Pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945 itu dituangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemda, UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan dan  dalam UU No. 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara," lanjutnya.

Petrus mengatakan, hadirnya sejumlah Menteri, Ketua MPR dan 34 Gubernur di seluruh Indonesia di Kecamatan Sepaku, Kalimnatan Timur pada tanggal 14 Maretn2022, membuktikan bahwa Negara mengakui, menghormati dan melindungi tradisi budaya lokal masing-masing daerah dengan segala perbedaannya.

Meski tradisi budaya lokal memiliki perbedaan, akan tetapi budaya Indonesia juga memiliki persamaan pada umumnya, karena itu ritual penyatuan tanah dan air terutama dalam membangun sebuah daerah baruatau rumah baru, selalu diawali dengan prosesi ritual adat istiadat sesuai hukum adat masing-masing daerah.

"Bagi Pihak-pihak yang menolak atau keberatan dengan proses ritual penyatuan IKN Nusantara, mereka dikategorikan sebagai tidak paham konstitusi, tidak paham prinsip negara hukum dan hukum positif dalam NKRI, mereka adalah para munafikin atau mereka sudah mengalami disrupsi  dari akar budayanya sendiri akibat pragmatisme," tambahnya.

"Perlu dicatat bahwa pembentukan IKN Nusantara, berpijak pada UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang Penataan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi, antara lain ditujukan untuk memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah, berdasarkan pertimbangan "kepentingan strategis nasional," tutup Petrus.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar