Yuyun Wahyuningrum Perwakilan Indonesia di Komisi HAM ASEAN

Penegakan HAM di ASEAN Masih Penuh Tantangan Besar

Selasa, 15/03/2022 14:06 WIB
Wakil Indonesia di Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Antar-Pemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR), Yuyun Wahyuningrum. (Foto: istimewa)

Wakil Indonesia di Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Antar-Pemerintah ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights/AICHR), Yuyun Wahyuningrum. (Foto: istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Siapa sangka jika perempuan satu ini menjadi wakil Indonesia di kancah ASEAN dalam penegakan HAM. Namanya juga kini makin dikenal sebagai aktivis HAM yang sudah banyak makan asam garam baik nasional maupun internasional.

Yuyun Wahyuningrum atau yang akrab disapa dengan Yuyun menjadi perhatian ketika menyuarakan soal pengungsi muslim Rohingya dan masalah pekerja migran yang banyak mendapatkan masalah di kawasan ASEAN.

Yuyun yang saat ini menjabat sebagai Penasehat Senior ASEAN dan HAM pada Human Rights Working Group menyisihkan 3 finalis yang kesemuanya perempuan termasuk wakil Indonesia periode 2016-2018, Dinna Wisnu.

Yuyun Wahyuningrum lahir di Jakarta, 7 Januari 1973 adalah perempuan pembela HAM yang aktif menyuarakan keadilan di tingkat ASEAN melalui organisasi Human Rights Working Group (HRWG) di mana ia bekerja sebagai penasihat senior untuk bidang ASEAN dan HAM sejak tahun 2010.

Yuyun dikenal karena konsistensinya dalam memperjuangkan HAM, termasuk HAM kelompok minoritas dan termarginalkan, seperti muslim Rohingya,disabilitas dan LGBTIQ.

Konsistensi ini pernah membuat Yuyun dilarang mengikuti ASEAN`s People Forum 2013 karena menulis kritik terhadap Brunei Darussalam yang pada saat itu merupakan pimpinan ASEAN.

Namun, hal tersebut tidak menghentikan konsistensi Yuyun dalam menyuarakan keadilan, termasuk menyuarakan kritik terhadap Deklarasi HAM ASEAN Pertama yang dianggap tidak mengakomodir sejumlah HAM

Sejak awal aktif sebagai pegiat HAM sekitar dua dekade lalu, Yuyun sudah fokus kepada isu-isu yang berkaitan dengan ASEAN dan fokus pada keamanan dan politik ASEAN serta Pilar Kultur Sosial ASEAN.

Yuyun juga ikut bekerja dalam kegiatan advokasi sebagai penasehat senior untuk menentang penyiksaan, hukuman mati, migrasi, serta bisnis dan HAM.

Yuyun bercerita perjalanan karirnya tidaklah mudah. Dirinya memulai karir di Komnas Anak. Kecintaannya pada anak-anak membuat Yuyun ikut merasakan advokasi anak-anak yang menghadapi masalah.

Dirinya bilang soal keinginannya untuk terjun pada advokasi HAM karena ingin mengembangkan dan menyelesaikan berbagai persoalan HAM baik di Indonesia maupun kawasan ASEAN.

Dia bilang, dirinya ingin terus mendapatkan ilmu dan pengalaman terkait advokasi HAM. Tidak seperti di dunia private sektor yang hanya fokus pada satu bidang tertentu.

"Saya tertarik di HAM karena dulu saya pernah kerja di private sektor tapi saya merasa kemudian saat finansial Crisis terjadi di tahun 1998 jdi saya kerja di Komnas Anak, dari situ saya merasa ketika saya tidak kerja di private sektor saya merasa luas.Jadi saya merasa knowledge dan network terpenuhi dan setelah reformasi saya mulai terbuka dan ketika itu saya mulai belajar terus soal isu perdagangan orang saya mulai dari detil kemudian ke agenda besar," katanya saat diwawancara Law-Justice.co.

"Dari situ saya merasa saya terpenuhi dan keinginan saya jadi dengan lingkungan terus juga isu gender dan itu ide yang buat saya harus diexplore tapi orang beda-beda punya pemikiran masing masing namun saya merasa berkembang di sektor ini," tambahnya soal ekplore kemampuan diri dalam menyelami berbagai kasus pelanggaran HAM yang komplek di kawasan ASEAN.

Yuyun membeberkan, dirinya menjadi lebih detil dan paham cara kerja human trafficking yang terjadi di kawasan ASEAN. Itu didapatnya setelah dirinya menceburkan diri sebagai penasehat HAM di ASEAN.

Bahkan, Yuyun mengaku banyak berdiskusi dengan korban, aparat keamanan dan juga negara-negara yang menjadi tujuan perdagangan orang. Sehingga, menurutnya masalah human traficking adalah sebuah masalah kompleks yang harus diselesaikan dari hulu ke hilirnya terutama soal tata kelola pengiriman tenaga kerja secara legal.

"Soal isu trafking kita liat kondisi di beberapa negara dan saya fokus ke asean terus mulai maping jadi kita tau ini cara kerjanya gimana pelanggarannya seperti apa dari situ saya paham ternyata korban itu punya permasalahan yang beragam dan berbagai negara juga," ungkapnya.

"Terutama di daerah perbatasan tidak hanya di Indonesia tapi Thailand juga kendala seperti apa soal isu ini dan saya mulai liat betapa pentingnya memahami kondisi negara di sekitar kita terus saya dapat tugas untuk advokasi wilayah Asean soal ini," tambahnya.

Dia bercerita persoalan HAM di dunia internasional lebih kompleks dan detil dengan aturan hukum yang terkadang berbenturan dengan kebijakan negara itu sendiri. Misalnya, ketika ingin mengangkat persoalan pengungsi Rohingya, dirinya mendapatkan penolakan dari Myanmar. Myanmar berdalih itu merupakan permasalahan dalam negeri yang tidak bisa dicampuri oleh kepentingan negara lain.

"Soal kudeta Myanmar ini juga jadi salah satu isu yang ramai juga di Asean dan saya berkali-kali komunikasi dengan pihak Myanmar. Tapi disini kita fokus ke HAM-nya dan kita liat konteks yang berkorelasi dengan kita yang mana," jelasnya.

Bahkan, Yuyun bercerita pernah melakukan protes jika forum pertemuan dihadiri oleh perwakilan militer yang berkuasa di Myanmar. Sehingga, forum dialog itu menjadi memanas dan Indonesia yang diwakili oleh Yuyun bersama staf Kemenkopolhukam dan Kementerian Luar Negeri siap tidak menghadiri pertemuan itu.

"Hingga akhirnya tarik menarik, saya mengutarakan ke Kemenlu karena protes ada perwakilan militer ikut rapat bersama, sampai akhirnya Kemenlu melakukan diplomasi dengan forum diskusi agar tujuan pembelaan HAM bisa maksimal," ungkapnya.

Yuyun membagikan filosofi hidupnya dalam berkarir di dunia HAM. Yuyun pun mengutip pernyataan guru gajinya yang menceritakan soal kemuliaan manusia yang bisa bermanfaat bagi manusia lainnya atau masyarakat.

"Saya waktu kecil pernah dikasih tau sama guru ngaji saya yaitu ‘orang yang paling bermartabat diantara kamu adalah yang bisa memberi manfaat untuk sekitar entah untuk laki atau perempuan bahkan miskin kaya’ itu tidak ada batasan. Orang tidak diliat dari identitas saja dan itu saya liat ham itu bekerja bersama masyarakat dengan level yang berbeda," ungkapnya.

Penguatan Isu Perempuan

Yuyun menjelaskan, kini fokusnya juga bertambah untuk memperkuat isu perempuan di kawasan ASEAN. Karena menurutnya isu perempuan dalam konteks penegakan HAM sangat luas. Mulai dari banyaknya korban perdagangan manusia yang merupakan perempuan dan juga masih adanya masalah gender di beberapa negara anggota ASEAN.

"Kita harus lebih effort untuk dengarkan suara perempuan dan itu untuk bangun kapasitas perempuan dan biasanya justru saat saya membuat diskusi dan work shop peserta perempuan banyak dengan isu perempuan. Jadi generalisasi isu yang diambil saya tidak ingin dilimit dengan hal itu itu saja, perlu lebih luas lagi," ungkapnya.

"Saya butuh lensa luas untuk melihat sesuatu untuk liat isu besar, saya sangat pro terhadap isu perempuan tapi saya fokus ke isu ham seluruhnya. Pendekatan yang dilakukan saat bertugas antara karakter negara lain berbeda," tambahnya.

Dia bilang, banyak pekerja HAM perempuan di Indonesia dan dunia, namun setiap personal memiliki goal atau tujuannya masing-masing. Tujuan Yuyun membela hak perempuan agar bisa membantu menuntaskan berbagai persoalan yang selama ini dialami perempuan ASEAN.

"Banyak perempuan yang kerja di isu ham tapi secara kuantitas banyak yang bekerja di isu perempuan tapi memang ada yang kerja di isu ham kalau saya pro terhadap hak perempuan tapi semual hal itu harus liat beberapa poin.


Pendidikan :

- PhD Candidate at The Global Governance Law and Social Justice, at the International Institute of Social Studies in The Hague, Erasmus University Rotterdam (2016 – onwards).
- MA Human Rights, Mahidol University, Thailand, 2007.
- Diploma, Library Science, University of Indonesia, 1995.

Perjalanan Karir :

2015-2017: Team Leader of EU-ASEAN Human Rights Dialogue (READI) Human Rights Facility.
2014-2018: Senior Advisor to The ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR).
2009-2010: Policy Advisor on ASEAN, Oxfam International (Hong Kong), Stationed in Jakarta, Indonesia.
2008-2009: Program Manager for Human Rights in Southeast and East Asia (including ASEAN), Forum Asia, Bangkok, Thailand.
2008-2009: Campaign Coordinator SAPA Task Force ASEAN and Human Rights, hosted by Forum-Asia, Bangkok, Thailand.
2004-2005: Program Coordinator for Southeast Asia, Child Workers in Asia, Bangkok, Thailand.
2003-2004: Campaign Coordinator on Trafficking against Children in Southeast Asia, Terre des Hommes Netherlands, Jakarta, Indonesia.
2001-2003: Program Officer for Trafficking in Persons and Child Labour, American Center for International Solidarity (ACILS), Jakarta, Indonesia.
1998-2001: Assistant to Director for Data and Information, National Commission for Child Protection, Jakarta, Indonesia.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar