Pembangunannya Diresmikan Jokowi, Berapa Harga DME Pengganti LPG?

Jum'at, 28/01/2022 14:04 WIB
DME pengganti LPG (detik)

DME pengganti LPG (detik)

Muara Enim, law-justice.co - Proses pembangunan atau peletakan batu pertama proyek pengganti LPG (Liquefied Petroleum Gas) atau gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) yang dibangun di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan telah diresmikan oleh Presiden Jokowi pada  Senin (24/01/2022).

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, proyek pengganti LPG senilai Rp 33 triliun atau sekitar US$ 2,3 miliar ini ditargetkan tuntas dalam waktu 30 bulan ke depan, meski awalnya investor yakni Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat, memperkirakan proses pembangunan sekitar 36 bulan.

“Realisasi investasi ini Rp 33 triliun. Waktunya seharusnya 36 bulan, tapi kami rapat dengan Air Products kami minta 30 bulan, ini full dari AS, bukan dari Korea, Jepang, bukan China. Ini seklaigus penyampaian, tidak benar ada pemahaman investasi satu negara. Ini kita buat perimbangan. AS ini investasi kedua setelah Freeport yang terbesar unutk tahun ini,” papar Bahlil.

Bila dimulai Januari 2022 ini, maka artinya proyek DME ini sudah bisa beroperasi dan mulai disalurkan ke masyarakat paling cepat sekitar pertengahan 2024. Artinya, pembangunan ditargetkan bisa tuntas atau produk bisa mulai didistribusikan ke masyarakat sebelum periode pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada sekitar Oktober 2024 mendatang. Jadi, siap-siap ya, mulai 2024 mendatang bisa menggunakan produk pengganti LPG ini.

Seperti diketahui, untuk harga LPG non subsidi pada akhir Desember 2021 lalu telah naik menjadi Rp 11.500 per kilo gram (kg), naik sekitar Rp 1.600-Rp 2.600 per kg dari harga sebelumnya. Di pasaran retail atau tingkat konsumen, harga LPG non subsidi seperti tabung 12 kg berwarna biru bahkan telah naik menjadi sekitar Rp 175 ribu-Rp 177 ribu per tabung.

Kenaikan harga LPG ini juga tak terlepas dari meningkatnya harga Contract Price Aramco (CP Aramco), terlebih mayoritas atau sekitar 80% kebutuhan LPG nasional berasal dari impor.

Lantas, bagaimana dengan harga dari produk pengganti LPG ini nantinya? Apakah bisa lebih murah dibandingkan harga LPG?

Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkait kesepakatan struktur harga DME dari hasil pertemuan tiga menteri, yakni Menteri BUMN, Menteri ESDM, dan Menteri Investasi, diusulkan harga DME ex-factory sebesar US$ 378 per ton, porsinya menjadi kesepakatan antara PTBA dan Air Products.

“Harga DME bersifat fixed-price, tidak ada eskalasi harga batu bara dan Process Service Fee (PSF),” tulis bahan pemaparan Dirjen Minerba, Kamis (20/01/2022).

Sebagai perbandingan untuk harga LPG, CP Aramco pada November 2021 telah mencapai US$ 847 per metrik ton, harga tertinggi sejak tahun 2014 atau naik 57% sejak Januari 2021.

Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting sempat mengatakan, mengenai penentuan harga pengganti LPG ini, saat ini masih dalam tahap kajian. Nanti harga akan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah mengenai distribusi DME ini.

“Saat ini penentuan harga DME masih dalam tahap kajian yang tentunya akan disesuaikan dengan kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah terkait distribusi DME,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Lebih lanjut dia mengatakan, karena DME adalah produk yang bisa digunakan untuk mensubstitusi LPG, maka produk ini nantinya bisa dicairkan seperti halnya LPG. Produk ke konsumen pun nantinya disalurkan berupa tabung, seperti LPG.

“DME juga dapat dicairkan seperti halnya LPG dan dapat didistribusikan ke konsumen dalam bentuk kemasan tabung seperti halnya LPG,” lanjutnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana. Dia mengungkapkan, ke depannya DME ini juga akan didistribusikan dalam bentuk tabung, seperti halnya LPG.

“Kalau dalam perencanaan sekarang seperti LPG, didistribusikan dalam tabung,” ungkapnya.

Selain opsi didistribusikan sama persis dengan LPG, namun menurutnya ada juga opsi mencampur DME dengan LPG. Namun dia berpandangan, akan lebih mudah dalam pelaksanaannya jika DME disalurkan sendiri secara terpisah, tanpa dilakukan pencampuran dengan LPG.

“Ada juga memang opsi dicampur, tapi akan lebih simpel dalam pelaksanaannya kalau hanya DME (tidak dicampur),” lanjutnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut bahwa proyek DME ini penting karena bisa berdampak pada pengurangan impor LPG RI yang jumlahnya sangat besar, yakni sekitar 6 juta-7 juta ton per tahun.

“Saya sudah berkali-kali sampaikan mengenai hilirisasi, industrialisasi. Pentingnya mengurangi impor. Ini sudah enam tahun yang lalu saya perintah, tapi alhamdulillah hari ini meski dalam jangka panjang belum bisa dimulai, alhamdulillah bisa kita mulai hari ini, groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME,” ungkapnya saat memberikan acara sambutan groundbreaking proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/01/2022).

Jokowi menyebut, impor LPG Indonesia selama ini sangat besar bisa sekitar Rp 80 triliun dari kebutuhan Rp 100 triliun. Di sisi lain, pemerintah masih memberikan subsidi sekitar Rp 60-70 triliun per tahunnya.

“Pertanyaan saya, apakah ini mau kita lakukan terus-terusan? impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan kerja juga di negara lain, padahal kita memiliki raw materialnya, yaitu batu bara yang diubah jadi DME,” tuturnya.

Jokowi pun meyakinkan bahwa api dari DME ini serupa dengan api yang dihasilkan dari LPG. Jadi, warga dinilai tidak perlu khawatir terkait produk pengganti LPG ini nantinya.

“Hampir mirip dengan LPG saya lihat, bagaimana api dari DME kalau dibandingkan dengan LPG sama saja,” ujarnya.

Seperti diketahui, proyek DME yang diresmikan groundbreakingnya ini merupakan proyek senilai Rp 33 triliun yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Adapun investasi untuk pembangunan proyek ini sepenuhnya dilakukan oleh Air Products, sementara PTBA akan beperan memasok batu bara, dan Pertamina sebagai pembeli produk DME nantinya.

Proyek DME di Tanjung Enim ini rencananya beroperasi selama 20 tahun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar