Texmaco Ogah Akui Tunggak Utang BLBI, Kemenkeu Ancam Buka Data

Jum'at, 10/12/2021 19:20 WIB
BLBI (Net)

BLBI (Net)

Jakarta, law-justice.co - Grup Texmaco membantah atas kasus Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menyeret perusahaannya. Akan tetapi mereka mengakui memiliki pinjaman subordinasi atau pinjaman yang didasari atas perjanjian dengan bank.


Kementerian Keuangan pun menanggapi hal tersebut. Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Kemenkeu, Purnama T Sianturi mengatakan, pihaknya sudah memiliki daftar obligor dan debitur dalam kasus BLBI.

"Kalau mengenai ini, kami bisa menjawab demikian, tentu kemenkeu mempunyai daftar-daftar siapa yang menjadi obligir dan debitur," kata Purnama dalam Bincang Bersama DJKN secara virtual, Jumat (10/12/2021).

Meski tidak mengatakan secara tegas mengenai keterkaitan Grup Texmaco, Purnama menuturkan, prosesnya akan dibuka kepada publik.

"Nanti juga pada waktu prosesnya memungkinkan untuk dibuka pada publik sesuai dengan daftar tersebut akan diproses. Jadi sepanjang ada di daftar obligor tentu akan diproses," sambungnya.

Selain itu, dia juga menanggapi terkait pernyataan Grup Texmaco yang berulang kali menyurati Menteri Keuangan untuk menyelesaikan kewajiban ini namun tak ditanggapi. Purnama menyebut, surat tersebut akan dicek dan dipertimbangkan.

"Jika surat ditujukan kepada Kemenkeu tentu nanti kami akan mengecek. Tapi jika pun diterima oleh Kemenkeu, Kemenkeu dalam hal ini mempunyai ketentuan-ketentuan di dalam pengelolaannya. Jadi jika pun disurati, kemenkeu akan mempertimbangkan sesuai ketentuan," tuturnya.

Sekedar informasi, Pemilik Grup Texmaco Marimutu Sinivasan menegaskan pihaknya tidak pernah mendapat dana dari BLBI.

"Saya ingin menjelaskan bahwa Grup Texmaco tidak pernah mendapatkan dan tidak pernah memiliki BLBI. Hal ini dikuatkan oleh penjelasan Direktorat Hukum Bank Indonesia, melalui Surat No. 9/67/DHk, tanggal 19 Februari 2007," dalam keterangan persnya.

Namun dia mengakui bahwa Grup Texmaco punya utang kepada negara. Utang itu sebesar Rp 8.095.492.760.391 atau setara US$ 558.309.845 (kurs Rp 14.500).

Ia mengaku sempat berkali-kali menulis surat selama lebih dari 20 tahun terakhir untuk beraudiensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) untuk menyelesaikan kewajiban itu.

"Namun, permintaan saya tidak mendapat tanggapan," ungkapnya.

Marimutu berniat untuk membayar utang tersebut dan meminta tambahan waktu 7 tahun ke depan. "Saya beritikad baik untuk menyelesaikannya dengan meminta waktu 2 tahun grace period dan 5 tahun penyelesaiannya (total 7 tahun)," lanjutnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar