Dana Papua Rp 12 Triliun Mengendap, Emosi Gubernur Lukas Enembe Meluap

Jum'at, 03/12/2021 09:19 WIB
Gubernur Papua, Lukas Enembe  (Teras.id)

Gubernur Papua, Lukas Enembe (Teras.id)

Jakarta, law-justice.co - Gubernur Papua, Lukas Enembe mengaku sangat emosi pasca heboh dana Papua diduga mengendap senilai Rp 12 Triliun. Lukas menegaskan bahwa Pemprov Papua tidak pernah menyimpan dana dalam bentuk deposit.

Heboh dana mengendap ini awalnya diungkap oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani soal dana simpanan Pemerintah Provinsi Papua. Lukas melalui juru bicaranya membantah hal itu

"Pemerintah Provinsi Papua tidak pernah menyimpan dalam bentuk deposit atau mengendapkan dana Rp 12 triliun di perbankan seperti yang Menteri Keuangan sampaikan," kata juru bicara Lukas Enembe, Rifai Darus, Kamis (2/12/2021).

Riafi menyebut bahwa dana Rp 12 triliun tersebut merupakan bagian akumulasi dari APBD Papua dalam satu tahun anggaran (TA) 2021. Daa itu dibelanjakan untuk kepentingan rakyat dan daerah.

"Sehingga menjadi keliru apabila nilai APBD itu diendapkan dalam bank," ucapnya.

Raifai menyebut Lukas Enembe mempertanyakan provinsi-provinsi lain yang tidak diungkap karena masalah APBD mengendap. Menurutnya Kemenkeu mempunyai fungsi melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian (binwasdal) terhadap tata kelola pengelolaan keuangan daerah.

"Gubernur juga mempertanyakan mengapa pemerintah provinsi lainnya tidak disebutkan dan diwartakan kepada publik dan pers. Sebab, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Menteri Keuangan, tercatat ada Rp 226 triliun dana di perbankan yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia," katanya.

Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa Pemprov Papua membuka diri untuk menerima binwasdal dari Kemenkeu. Dia menyayangkan pernyataan Sri Mulyani tak disampaikan dalam konteks mekanisme binwasdal.

Riafia menilai pernyataan mengendapnya dana Papua Rp 12 triliun dapat menimbulkan multitafsir dan kegaduhan. Menurutnya hal itu bisa mengakibatkan sejumlah isu beredar dengan konteks yang tidak benar dan tidak berdasar.

"Selain itu, timbul gejolak yang cukup besar di Papua mempertanyakan pernyataan Menteri Keuangan RI tersebut," katanya.

Lukas Enembe, kata Rifai, tak ingin saling beradu opini di media. Oleh sebab itu, dia meminta Sri Mulyani memberikan klarifikasi.

"Gubernur Lukas Enembe meminta agar bola liar yang sudah telanjur menyebar ke publik ini dapat diredam oleh Menteri Keuangan RI dengan melakukan klarifikasi ataupun menyampaikan data secara utuh dan objektif," ucapnya.

Sri Mulyani Ungkap Dana Daerah Rp 226 T Mengendap
Heboh dana mengendap ini sebelumnya diungkap oleh Sri Mulyani. Sri Mulayani mengatakan hal itu saat buka suara soal wacana pemulangan ribuan mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan kuliah menggunakan dana beasiswa dari pemerintah karena dana beasiswa tidak dibayarkan.

Sri Mulyani menyebut pemerintah telah memberikan dana beasiswa untuk mahasiswa Papua. Dia menyebut pemerintah pusat sudah memberikan dana transfer yang cukup bagi Pemprov Papua. Tercatat juga ada Rp 12 triliun yang `nganggur` di perbankan.

"Jadi kalau tadi disampaikan (dana) beasiswa, duitnya banyak kok, yang ini saja belum dipakai. Masih ada Rp 12 triliun di perbankan masa beasiswanya saja nggak dibayar," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/11).

Sri Mulyani pun menjelaskan catatannya, ada Rp 226 triliun dana di perbankan yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Di Papua sendiri, kata Sri Mulyani, total dana yang ada di perbankan mencapai Rp 12 triliun dan Papua Barat sebesar Rp 5 triliun.

Selain dana simpanan yang masih cukup banyak, Bendahara Negara itu menjelaskan realisasi TKDD. Khusus untuk Pemprov Papua, total dana dari pusat mencapai Rp 42,47 triliun pada 2021.

Jumlah itu terdiri atas dana untuk infrastruktur khusus Rp 2,62 triliun, dana otonomi khusus (otsus) Rp 5,29 triliun, dana desa Rp 5,34 triliun, dana insentif daerah (DID) Rp 130 miliar, dana alokasi khusus (DAK) Rp 6,13 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp 20,05 triliun, dan dana bagi hasil (DBH) Rp 2,91 triliun.

Dari alokasi itu, realisasi penggunaan dana mencapai 54,47% atau Rp 26,67 triliun dari pagu. Di 2022 juga TKDD yang diberikan lebih tinggi yakni Rp 43,38 triliun dengan rincian dana untuk infrastruktur khusus Rp 2,4 triliun, DAK Rp 5,78 triliun, dana desa Rp 4,8 triliun, DID Rp 30 miliar, DAK Rp 6,67 trilun, DAU Rp 20,5 triliun, dan DBH Rp 3,3 triliun.

"Di 2022 yang tadi katanya (dananya) turun, ternyata naik. Total di 2021 itu Rp 42,47 triliun, di 2022 Rp 43,38 triliun," ucapnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar