Kasus Pinjaman Online Harus Diselesaikan dari Hulu

Minggu, 17/10/2021 10:42 WIB
Ilustrasi Pinjaman Online (Pinjol). (Foto: Antara).

Ilustrasi Pinjaman Online (Pinjol). (Foto: Antara).

law-justice.co - Banyak kasus pinjaman online (pinjol) yang telah memakan korban masyarakat. Terbaru adalah seorang nasabah pinjol yang mengalami depresi karena mendapat teror dari debt collector di Sleman, Yogyakarta.

Sejak 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memblokir 4.873 konten fintech ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, mengatakan persoalan pinjol harus diselesaikan dari hulu, yakni dengan memperkuat regulasi. Sejauh ini, kata dia, kasus kejahatan terkait pinjol ilegal bisa dihukum menggunakan UU ITE seperti kasus ancaman dan menakut-nakuti serta penyebaran konten asusila.

UU ITE dilengkapi PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang PSTE yang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan pemutusan akses (pemblokiran) terhadap konten-konten yang melanggar peraturan-perundang-undangan.

"Tapi perlu disempurnakan dalam aspek perlindungan data pribadi. Dalam hal ini saya terus mendorong RUU Pelindungan Data Pribadi yang sejauh ini deadlock, agar segera diselesaikan dan disahkan," kata Sukamta dalam keterangannya kepada Law-Justice, Sabtu (17/10/2021).

Sukamta mendorong OJK yang memberi akses IMEI kepada pinjol agar segera dihapus. Menurut dia, verifikasi data yang terintegrasi dengan data Dukcapil ditambah Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK harusnya sudah cukup.

Apalagi data tersebut terintegrasi dengan NIK dan nomor KK. SLIK juga bisa memberi tahu riwayat dan performa kredit nasabah. "Jika persoalan hulu ini selesai, semoga persoalan di hilir akan lebih mudah diatasi," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.

OJK sendiri mempertimbangkan, jika akses data oleh pinjol hanya dilakukan melalui Camera, Microphone, dan Location (Camilan), itu sangat berisiko. Ada yang selulernya bisa untuk pengajuan pinjaman beberapa kali dengan pinjol berbeda asalkan SIM card-nya berbeda. Dengan akses IMEI, potensi utang ganda seperti ini bisa dihindari.

Di sinilah fakta penyimpangan di lapangan yang terjadi. Akses IMEI bisa melihat semua isi dari handphone, tidak hanya nama dan nomor kontak, tapi juga file-file video, foto, riwayat chat, dan sebagainya.

Hal ini yang kemudian menjadi alat pinjol untuk mengancam nasabah yang telat atau gagal bayar cicilan. Tak sedikit nasabah yang diancam pinjol dengan penyebaran konten-konten pribadinya ke kontak-kontak yang dimiliki.

Sukamta menghimbau masyarakat agar mengerem diri mengurangi konsumsi yang tidak perlu, jika pada akhirnya terlibat dengan pinjol ilegal. Masyarakat lebih baik tidak membeli kebutuhan sekunder atau tersier, daripada terjebak pinjol.

"Lebih baik menghindari riba karena membuat sengsara. Jika memang benar-benar butuh, ya tentunya perlu pengelolaan kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan menyicil pinjol. Ini literasi keuangan," kata dia.

Selain itu, masyarakat juga memahami literasi digital di bidang fintech. Misalnya teknologi seperti apa yang digunakan pinjol, kemudian agreement dan permission apa saja yang dipersyaratkan oleh pinjol terhadap nasabahnya.

"Masyarakat harus pintar dan berhati-hati dalam memilih alpikasi pinjol. Edukasi kepada masyarakat ini menjadi tugas kita bersama. Selama ini sudah berjalan, di antaranya lewat program Kementerian Kominfo, tapi perlu digalakkan lagi," katanya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar