Polemik Kereta Cepat JKT-BDG, ini yang Ditawarkan China dan Jepang

Jum'at, 15/10/2021 20:55 WIB
Ilustrasi Keceta Cepat (Foto: Okezone)

Ilustrasi Keceta Cepat (Foto: Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kembali menjadi sorotan publik. Hal ini lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan sederet aturan baru.

Aturan itu berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung.

Jokowi akhirnya mengizinkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebelumnya, pemerintah tidak mengizinkan proyek itu dibiayai lewat APBN.

Kemudian, Jokowi juga mengubah pimpinan konsorsium proyek dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Konsorsium ini bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

Pemerintah juga menyebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak sekitar US$1,6 miliar atau setara Rp22,58 triliun (kurs Rp14.117 per dolar AS).

Adapun, operator proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Saat ini, PSBI sebagai konsorsium BUMN menggenggam 60 persen saham di KCIC. Sisanya, 40 persen dikempit oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

Sejak awal, proyek ini memang sudah menjadi perhatian banyak pihak. Salah satu yang menjadi sorotan adalah persaingan China dan Jepang dalam merebutkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

China, sebagai mitra pemerintah dalam membangun kereta cepat Jakarta-Bandung disebut-sebut `menikung` Jepang untuk mendapatkan proyek ini.

Lalu, bagaimana isi proposal China dan Jepang yang diberikan kepada pemerintah dalam buku bertajuk `Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Maret 2018`?

Berikut perbedaan penawaran China dan Jepang yang dikutip dari buku yang diterbitkan KCIC bertajuk "Kereta Cepat Jakarta-Bandung":


Isi Proposal Konsorsium China dan Indonesia:

-Nilai penawaran: US$5,13 miliar
-Komitmen pemerintah: Tak ada jaminan pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, dan pembengkakan biaya menjadi tanggung jawab joint venture company (JVC).
-Konsep bisnis: Berbentuk JVC, Indonesia memegang saham 60 persen dan China 40 persen
-Pengadaan lahan: Tak ada kewajiban pemerintah untuk pembebasan tanah
-Kandungan lokal: 58,6 persen
-Penciptaan lapangan kerja baru: Masa konstruksi 39 ribu orang per tahun. Pekerja China yang dipekerjakan selama masa konstruksi terbatas pada tenaga ahli dan supervisor
-Teknologi: Teknologi Siemens yang dikembangkan di China sejak 2003
-Pengalihan teknologi: Melalui pembangunan pabrik rolling stock di Indonesia


Isi Proposal Jepang:

-Nilai penawaran: US$6,2 miliar
-Komitmen pemerintah: Ada jaminan pemerintah, pembiayaan dari APBN dan subsidi tarif, serta pembengkakan biaya ditanggung pemerintah
-Konsep bisnis: Engineering, procurement, and construction (EPC)
-Pengadaan lahan: Ada kewajiban pemerintah untuk pengadaan dan pembebasan lahan
-Kandungan lokal: 40 persen
-Penciptaan lapangan kerja: Masa konstruksi sebanyak 35 ribu orang per tahun dan ada tenaga kerja dari Jepang
-Teknologi: Sejak 1964 kereta cepat yang dikembangkan di Jepang sesuai dengan kebutuhan kondisi iklim empat musim, teknologi bersifat tertutup
-Pengalihan teknologi: Tak ada program alih teknologi yang jelas.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar