Jokowi: Warga yang Akses Pelayanan Publik Wajib Cantumkan NIK/NPWP

Rabu, 29/09/2021 15:40 WIB
Presiden Jokowi (Foto: Instagram @joko widodo)

Presiden Jokowi (Foto: Instagram @joko widodo)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Jokowi mengeluarkan aturan soal pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia.

Aturan tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 Tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan Atau Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik.

"Bahwa untuk mendukung pelaksanaan pelayanan publik guna melayani setiap warga negara dan penduduk, dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya, perlu menerapkan kebijakan pencantuman nomor identitas yang terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan publik," bunyi Perpres seperti dilihat, Rabu (29/12/2021).

Nomor identitas yang wajib dicantumkan dalam Perpres tertulis NIK dan atau NPWP. Keduanya merupakan rujukan identitas data yang bersifat unik sebagai salah satu kode referensi dalam pelayanan publik untuk mendukung kebijakan satu data Indonesia.

Dalam Perpres ini terdapat 13 pasal. Setiap pasal menjelaskan setiap penerima pelayanan publik diminta menunjukkan NIK atau NPWP aktif untuk mendapat pelayanan, namun ketentuan penambahan atau pencantuman NIK/NPWP ini dikecualikan untuk orang asing yang mana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak diwajibkan untuk memiliki NIK/NPWP.

Dalam hal ini, Jokowi juga meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertanggung jawab atas keakuratan dan validitas NIK dan NPWP. Kemendagri dan Kemenkeu juga diminta melakukan pemutakhiran data kependudukan dan basis data perpajakan. Setiap lembaga dan instansi pemerintah yang berwewenang juga diminta melakukan pengawasan ke penyelenggara pelayanan publik yang berstatus instansi nonpemerintah.

Dalam pasal 10 ayat 1 juga ditulis pencantuman data ini bisa dimanfaatkan untuk mencegah korupsi hingga tindak pencucian uang (TPPU).

Berikut ini bunyi Pasal 10:

(1) Data penerima layanan yang telah dilengkapi NIK dan/atau NPWP dan telah tervalidasi dapat dibagipakaikan serta dimanfaatkan untuk:
a. pencegahan tindak pidana korupsi;
b. pencegahan tindak pidana pencucian uang;
c. kepentingan perpajakan;
d. pemutakhiran data identitas dalam data kependudukan; dan
e. tujuan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembagipakaian dan pemanfaatan data penerima layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Perpres ini juga meminta penyelenggara merahasiakan data penerima pelayanan. Penyelenggara juga harus menyelesaikan pencantuman NIK atau NPWP untuk setiap data penerima pelayanan publik yang statusnya masih aktif di wilayah NKRI dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya Perpres.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar