Langgar HAM, Kebijakan Anies soal Penanganan Covid-19 DKI Digugat

Senin, 20/09/2021 20:00 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Lokadata)

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Lokadata)

Jakarta, law-justice.co - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan digugat oleh Majelis Penderitaan Rakyat (MPR) melalui kuasa hukumnya yang dikoordinir oleh Adv Juju Purwantoro tergabung dalam Tim Advokasi Tolak Wajib Vaksin (TOKSIN).

"Kami menggugat Gubernur DKI Jakarta sebagai tergugat 1 dan Menteri Dalam negeri sebagai tergugat 2 serta Satuan Gugus Tugas Covid-19 Republik Indonesia sebagai tergugat 3, adapun gugatan yang Kami selaku MPR Jakarta lakukan adalah Keputusan Gubernur Daerah khusus Ibukota Jakarta Nomor 1096 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3 tertanggal 6 September 2021 dimana hal tersebut menurut kami tidak memiliki kekuatan hukum," ungkap Juju Purwantoro.

"Sebagaimana kita ketahui Pertama bahwa WHO tidak setuju negara yang `Mewajibkan` warganya untuk Vaksinasi. Kedua Ombusman Republik Indonesia tidak menyetujui bahwa Vaksin menjadi syarat akases pelayanan Publik, Ketiga Adanya Pembatasan terhadap kegiatan keagamaan/Ibadah, Keempat, Kami MPR Jakarta merasa Sertifikat Vaksin telah membatasi kegiatan dan merugikan kami untuk memenuhi kehidupan kami, sedangkan jelas sekali bahwa hal tersebut tidak dapat dibenarkan," sambung dia.


Juju menambahkan, kebijakan itu sangat berlebihan dan melanggar HAM."Bagaiman keadilan bagi yang tidak dapat melakukan vaksin (Komorbit) atau yang belum melakukan vaksin atau yang tidak ingin vaksin ? Kelima, Bahwa syarat menunjukan Kartu Vaksin atau Sertifikat Vaksi untuk kami warga Jakarta untuk memperoleh makanan, atau berbelanja baik di pedagangkelontong maupun supermarket besar ini adalah kebijakan yang sangat berlebihan dan melanggar hak asasi manusia," ucapnya.


Berikut isi gugatannya:

Dikarenakan Hal-hal diatas kami selaku MPR Jakarta yang didampingi oleh Tim Advokasi Tolak Wajib Vaksin ini menilai Gubernur DKI telah melanggar Pasal 5 UU RI No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan dimana setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, selain itu juga Gubernur DKI Jakarta telah melanggar Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Sesuai dengan Undang – undang dasar UD 1945 Pasal 28 I Ayat 1. Seperti yang telah dijelaskan di atas adanya kewajiban memperlihatkan Kartu Vaksin atau

Sertifikat Vaksin, Kami juga menilai Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah melanggar UUD 1945 Pasal 28C ayat 1

dimana Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.


Sesuai dengan kewenangannya Majelis Hakim PTUN dimana dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU RI No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara jo Pasal 1 angka 9 UU RI No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara mendefenisikan Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat kongkret, individual, dan final, yang membawa akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”


Dan yang sangat penting Kami MPR Melihat bahwa Gubernur DKI Jakarta dalam kebijakannya telah melampaui wewenangnya dengan Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1072 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali. Pada Diktum Kelima, pada halaman 8-13, tidak ada syarat kewajiban vaksin untuk memasuki mall, pasar swalayan, pasar tradisional, toko kelontong, maupun warteg. Hanya ada syarat prokotol kesehatan ketat, pembatasan jumlah pengunjung, pembatasan jam operasional, dan screening melalui aplikasi peduli lindungi.


Jika kita lihat dalam Diktum Kelima halaman 14, huruf o dimana.: ”pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, dan transportasi umum harus: 1. menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama); 2. menunjukkan PCR H-2 untuk pesawat udara serta Antigen [H-1] untuk moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bis, kereta api dan kapal laut” bagaimana dengan yg tidak vaksin atau yang tidak dapat divaksin?

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar