DPD RI Soroti soal Perbedaan Perlakuan Hukum Antara M. Kace dan Ahok

Senin, 20/09/2021 12:04 WIB
DPD RI Soroti soal Perbedaan Perlakuan Hukum Antara M. Kace dan Ahok. (Gelora).

DPD RI Soroti soal Perbedaan Perlakuan Hukum Antara M. Kace dan Ahok. (Gelora).

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha menyatakan tersangka kasus penistaan agama, Muhammad Kace merupakan korban kerja hukum yang tebang pilih.

Menurutnya, Kace mendapatkan perlakuan yang berbeda dibandingkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mendapatkan perlakuan istimewa saat tersandung kasus penistaan agama pada 2017.

"Dia [Ahok] tidak ditahan walau sudah ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama. Bahkan, setelah jatuh vonis bersalah, Ahok tidak dipenjara bersama para napi lainnya. Mengapa Kace dan Ahok diberikan perlakuan berbeda?" kata Abdul dalam keterangannya, Senin (20/9).

"Kace seperti berstatus ganda. Dia tersangka pelaku penistaan agama. Dia juga korban kerja hukum yang tebang pilih," imbuhnya.

Ia berkata, nasib Kace yang mengalami tindak penganiayaan dari sesama penghuni penjara menyadarkan bahwa Ahok akan mengalami tindakan serupa bila menghuni penjara yang tidak diistimewakan.

Menurutnya, Kace tidak akan menjadi objek pemberitaan seperti saat ini bila mendapatkan perlakuan yang istimewa seperti yang diberikan kepada Ahok.

"Remuk redam dilibas sesama tahanan ataupun narapidana. Pada satu sisi, kasihan Kace, kalau saja dia memperoleh privilege seperti yang dulu diberikan ke Ahok, dengan kata lain tidak ada diskriminasi perlakuan hukum, Kace tidak akan menjadi objek berita hari ini," tutur Abdul.

Ia menyatakan, kasta dalam kehidupan para tahanan atau narapidana di penjara merupakan hal yang sudah menjadi rahasia umum. Menurutnya, penjahat kejahatan seksual berada di kasta terendah, sedangkan narapidana kasus politik berada di kasta tertinggi

Ia menduga, aksi Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte memukuli Kace menunjukkan bahwa narapidana kasus penistaan agama menjeadi kasta yang lebih rendah dibandingkan narapidana kejahatan seksual.

"Aksi Napoleon menjadi preseden bagi munculnya kasta baru yang lebih rendah lagi daripada yang terendah, yaitu narapidana penistaan agama.

Abdul meminta agar sanksi pidana bagi pelaku penistaan agama patut dibuat lebih berat dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan bahwa pemukulan terhadap Kace oleh Napoleon terjadi saat Kace baru masuk ke tahanan. Perkara ini sudah masuk tahap penyidikan oleh pihak kepolisian.

Napoleon sendiri mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa pemukulan terhadap Kace dilakukan lantaran dirinya merasa kecewa dengan konten-konten Kace yang menyinggung Islam.

Baginya, konten-konten yang dibuat Kace di media sosial YouTube membahayakan persatuan, kesatuan dan kerukunan umat beragama. Hal itu menjadi salah satu alasan dirinya melakukan penganiayaan meski Kace kini telah diproses hukum oleh kepolisian.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar