LQ Indonesia Soroti Kata `Koordinasi` Penyidik dalam Perkara Pidana

Jum'at, 17/09/2021 22:25 WIB
Tim LQ Indonesia Lawfirm. (Foto: Dok. LQ Indonesia Lawfirm).

Tim LQ Indonesia Lawfirm. (Foto: Dok. LQ Indonesia Lawfirm).

law-justice.co - LQ Indonesia Lawfirm menyoroti pengunaan kata `koordinasi` oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya dalam penanganan perkara gagal bayar sejumlah perusahaan investasi. Kata tersebut ditengarai sebagai kode para oknum yang meminta jatah penanganan perkara.

Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim, mengaku beberapa bulan lalu mendapat pesan dari oknum penyidik Polda Metro Jaya yang isinya meminta agar dia bertemu dengan Kepala Unit 4 baru di Subdirektorat Fisikal Moneter dan Devisa (Fismondev).

"Padahal saya sudah pernah bertemu Kanit (Kepala Unit) baru sebelumnya ketika bersama Kasubdit Fismondev, jadi sudah kenal. Ternyata WA untuk datang kenalan inilah kode untuk datang menghadap dan memberikan koordinasi," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/9/2021).

Alvin mempertanyakan kepentingan `koordinasi` terhadap penanganan perkara yang tengah ia perjuangkan bersama para korban. Pasalnya, penanganan kasus gagal bayar sejumlah perusahaan investasi di Fismondev unit 4 Polda Metro jaya sampai saat ini mandek

"Ternyata setelah saya tanyakan penyidik alasannya adalah belum adanya koordinasi lanjutan dengan Kanit baru," kata Alvin.

Alvin membeberkan sedikitnya ada tiga laporan polisi yang mandek ditangani oleh kepolisian Metro Jaya. Laporan itu antara lain LP OSO Sekuritas #3161/VI /YAN 2.5 l/2020/SPKT PMJ tanggal 4 Juni 2020, LP Kresna Sekuritas #4834 / VIII/YAN2.5 /2020/SPKT PMJ Tanggal 14 Agustus 2020, dan LP Narada #5847/IX/YAN2.5/2020/ SPKT PMJ tertanggal 14 September 2020.

Kepala Bidang Humas LQ Indonesia Lawfirm, Sugi, hakulyakin bahwa pengguna kata `koordinasi` dalam obrolan pesan antara penyidik kepolisian dengan pihaknya bermaksud untuk meminta jatah penanganan perkara

Ia memberikan bukti tangkapan layar obrolan pesan di aplikasi WhatsApp antara pihaknya dengan oknum penyidik. Dalam pesan itu, kata dia, penyidik bterkesan mengejar-ngejar kuasa hukum agar segera menemui Kanit untuk koordinasi.

Isi percakapan antara LQ Indonesia Lawfirm dengan penyidik kepolisian Polda Metro Jaya. (Dok. LQ Indonesia Lawfirm).


"Bukankah dalam proses penyidikan polisi mengumpulkan bukti dari saksi dan korban? Untuk apa Kanit baru sebagai atasan penyidik kejar-kejar untuk ketemu kuasa hukum? Ketika kuasa hukum menghubungi penyidik, penyidik bilang bahwa dirinya diperintahkan Kanit baru agar kuasa hukum menghadap dan memberikan koordinasi," jelasnya.

"Setiap LP berpotensi uang, pelapor diminta menghadap atasan penyidik, Kanit dan Kasubdit untuk `koordinasi`," imbuhnya.

Ketika `koordinasi` tidak diberikan, Sugi menegaskan maka kasus akan mandek. Praktek ini menurut dia sudah lama beredar dan merupakan bentuk perbuatan gratifikasi yang melanggar UU Tipikor.

"Oknum perwira Polda makin jelas dan berani dalam meminta uang koordinasi. `Anda mau laporan polisi jadi perdata yah kasih data aja ke kita, tapi kalau mau jadi pidana, ya Anda kasih dana," ujarnya.

LQ Indonesia Lawfirm sebelumnya membeberkan isi rekaman oknum penyidik Polda Metro Jaya yang meminta jatah Rp 500 juta kepada korban kasus gagal bayar perusahaan investasi untuk mengeluarkan SP3 kasus tersebut. Polisi beralasan duit itu digunakan sebagai biaya tanda tangan Direktur Kriminal Khusus.

Dalam isi rekaman yang diunggah di akun Channel YouTube LQ Lawfirm, seorang oknum polisi meminta uang pelicin dengan istilah "lima nol nol". Isi rekaman tersebut bisa didengar di sini.

"Sebagai Kasubdit sudah seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan anak buahnya yang bahkan berani meminta uang mengatasnamakan Kasubdit dan Direktur. Apakah mungkin berani penyidik pangkat rendah meminta tanpa disuruh atasannya? Sangat tidak masuk logika?," kata Sugi.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar