Ini Alasan Nadiem Ngotot Perintah Sekolah Tatap Muka Dimulai Juli

Sabtu, 05/06/2021 09:16 WIB
Alasan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim ngotot perintahkan sekolah tatap muka mulai Juli (Gatra)

Alasan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim ngotot perintahkan sekolah tatap muka mulai Juli (Gatra)

Jakarta, law-justice.co - Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memulai sekolah tatap muka pada Juli 2021 dikritik banyak pihak. Namun, terkait hal itu,
Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendikbud Hendarman megungkapkan alasan sekolah tatap muka harus segera dilakukan.

"Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenkes, dan Kemendagri mendorong opsi penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. PTM ini dapat dilakukan setelah satuan pendidikan memenuhi persyaratan dalam SKB 4 Menteri," ujar Hendarman, Jumat (4/6/2021).

"Pertimbangan utamanya adalah keselamatan, kesehatan lahir dan batin peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta upaya mengurangi dampak negatif pandemi terhadap psikologi perkembangan anak dan learning loss," sambungnya.

Terbitkan Panduan Belajar Tatap Muka di Masa Pandemi
Hendarman mengatakan Kemendikbudristek bersama Kemenag juga telah menerbitkan panduan pembelajaran tatap muka di masa pandemi. Panduan tersebut dapat diunggah di laman bersamahadapikorona.kemdikbud.go.id atau spab.kemdikbud.go.id.

"Untuk mendukung hal tersebut, Kemendikbudristek dan Kemenag telah menerbitkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pauddikdasmen di masa pandemi COVID-19 yang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan PTM terbatas," ucapnya.

Lebih lanjut, Hendarman mengatakan pihaknya belum memiliki data berapa banyak pemerintah daerah yang mendukung dan menolak rencana pembelajaran tatap muka dibuka kembali. Dia meminta kepada pemerintah daerah untuk aktif dalam menyampaikan kesiapan melakukan pembelajaran tatap muka.

"Belum diperoleh data yang mendukung dan menolak, karena pada dasarnya semua itu tergantung dari peran aktif kepala satuan pendidikan dan pemerintah daerah, kantor dan/atau Kanwil Kemenag yang dapat memastikan apakah pembelajaran tatap muka terbatas dapat berjalan dengan aman," katanya.

Sebelumnya, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim mengatakan seluruh sekolah harus menerapkan belajar tatap muka terbatas. Dia mengatakan tempat-tempat seperti mal hingga kantor sudah dibuka di tengah pandemi Corona.

"Kenyataanya adalah mal, sinema dan semua tempat kerja sudah dibuka untuk tatap muka. Jadi sudah saatnya sekolah-sekolah kita melakukan tatap muka terbatas," ujar Nadiem dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Senin (31/5/2021).

Nadiem menyebut sebenarnya sekolah-sekolah sudah diperbolehkan melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas sejak Januari 2021. Namun, kata Nadiem, orang tua diberikan kebebasan untuk menentukan apakah anaknya sekolah secara langsung atau virtual.

"Sekadar mengingatkan bahwa sejak bulan Januari semua sekolah dan daerah itu sudah diperkenankan kalau mereka siap laksanakan tatap muka terbatas. Bahkan sebelum vaksinasi pun sudah diperbolehkan. Tetapi pada saat sudah selesai divaksinasi itu, kewajiban sekolah untuk opsi tatap muka terbatas," jelasnya.

"Walaupun sekolahnya wajib beri opsi tidak wajib kirim anak ke sekolah. Hak orang tua yang belum yakin atau belum merasa anaknya bisa jaga protokol atau punya kecemasan lain, jadi itu bebas orang tua bisa memilih apakah anaknya mau tatap muka, terbatas, atau jarak jauh," sambung Nadiem.

Nadiem juga mengklaim 28 persen pendidik di Indonesia sudah menerima vaksin COVID-19. Dia menyebut angka itu termasuk besar.

"Pada saat ini, ini angka yang menurut saya cukup luar biasa. Bahwa walaupun dengan situasi dunia, dengan masalah pasokan vaksin yang sering terhambat, dengan faktor-faktor di luar kontrol kita, kita masih berhasil vaksinasi 28 persen dari 5,6 juta pendidik dan tenaga pendidik di Indonesia dalam waktu lumayan singkat dengan begitu banyaknya supply shock international dengan vaksin," katanya.

Nadiem kemudian merinci beberapa daerah yang tenaga pendidiknya sudah disuntik vaksin. Di antaranya DKI Jakarta yang mencapai 80 persen, Yogyakarta mencapai 75 persen, Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing 35 persen.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar