Pemerintah Bakal Kirim 25 Persen ASN Work From Bali, Pemborosan Kah?

Minggu, 23/05/2021 11:03 WIB
PNS (asn.id)

PNS (asn.id)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah disebut bakal mewajibkan 25 persen aparatur sipil negara (ASN) di tujuh kementerian/lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari bali (work from Bali/WFB). Hal ini rencananya akan direalisasikan pada kuartal III 2021.

Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi.

Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Vinsensius Jemadu mengatakan, kuota ASN yang diwajibkan untuk bekerja di Bali akan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Lalu, kebijakan ini juga akan mempertimbangkan aturan work from office (WFO) bagi ASN yang hanya 50 persen.

"Kami mengusulkan saat ini kalau kami lihat bahwa work from office itu sekitar 50 persen. Nah, kalau itu bisa dibagi dua, 25 persen yang work from office, 25 persen yang work from Bali dengan memaksimalkan existing budget yang ada," ucap Vinsensius dalam konferensi pers, Sabtu (22/5).

Ia menilai, kebijakan ini akan mendorong pemulihan ekonomi pasca-dihantam pandemi Covid-19. Pasalnya, dengan adanya 25 persen ASN yang bekerja di Bali secara otomatis akan meningkatkan tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut.

"Lagi pula, kalau memang benar biaya akomodasi dihitung bulanan, katakan lah Rp3 juta atau Rp4 juta per bulan, satu kamar untuk akomodasi di Bali, saya kira itu bisa dibuat sedemikian rupa sehingga ASN itu secara bergantian, secara bergelombang sampai dengan akhir tahun melakukan work from Bali," kata Vinsensius.

Hanya saja, pemerintah masih perlu waktu untuk mengkaji kebijakan itu lebih detail. Pemerintah akan merinci kuota dan jenis pekerjaan apa saja yang bisa bekerja di Bali.

"Kami mengusulkan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang rutin, sifatnya kesekretariatan, dan juga rapat-rapat itu sebaiknya memang dikontrol atau dikerjakan dari Bali, rapat kalau dilaksanakan secara hybrid offline-nya di Bali dan selebihnya itu lewat Zoom. Ini yang kita lagi pikirkan," ujar Vinsensius.

Lalu, perlu ada aturan agar ASN yang bekerja di Bali tak mengajak keluarganya. Hal ini diperlukan agar protokol kesehatan tetap terjaga selama penerapan WFB.

"Kami merekomendasikan supaya keluarga juga tidak diikutsertakan, supaya betul-betul nanti kita bisa membatasi jumlah dan juga kita bisa mengawasi dengan baik tentang protokol kesehatan," tutur Vinsensius.

WFB diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan untuk memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Komitmen program WFB dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu.

Dinilai Lebih Boros

Wacana pemerintah untuk mengirimkan 25 persen ASN bekerja di Bali dinilai tidak akan efektif. Alih-alih menguntungkan dan memulihkan pariwisata Bali, rencana itu justru dinilai akan lebih boros.

"Ketika membuat kebijakan, ada teori cost dan benefit. Ini biaya dan risikonya besar, karena perkara kesehatan," ujar pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (22/5).

Negara, ujar Trubus, masih memiliki banyak kebutuhan yang seharusnya diutamakan ketimbang menggunakan anggaran untuk memberangkatkan ASN ke Bali.

Tak hanya itu, Trubus juga melihat adanya potensi kerugian terkait kesehatan. Pasalnya, penyebaran Covid-19 masih berkembang, ditambah dengan bahaya adanya mutasi virus yang dibawa oleh wisatawan atau transmisi lokal.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar