Selain Soal Kelelawar, Ini Fakta Lain Ditemukan WHO Soal Virus Corona

Selasa, 30/03/2021 18:37 WIB
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

law-justice.co - Asal usul virus Corona akhirnya sudah terjawab setelah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melakukan investigasi di Kota Wuhan, China. Selain asal virus Corona yang berasal dari kelelawar, ada beberapa fakta lain yang ditemukan WHo terkait virus yang telah memwabah di semua negara tersebut.

Berikut temuan WHO dari hasil investigasi asal usul Corona, dikutip dari laman resmi WHO, Selasa (30/3/2021):

COVID-19 berasal dari kelelawar

Dari analisis filogenetik yang dilakukan dengan whole genome sequencing, kelelawar terbukti menjadi reservoir virus SARS-CoV-2 atauCovid-19.Namun, host perantara yang lantas menularkan ke manusia belum bisa diidentifikasi WHO.

Rute penularan COVID-19 di awal merebak

COVID-19 menular melalui percikan droplet saat kontak dekat dengan orang yang terinfeksi. Tidak ada bukti COVID-19 saat itu menular lewat udara. Sementara jejak COVID-19 pada feses memang ditemukan, tetapi tak ada bukti penularan terjadi melalui rute tersebut.

Penularan di Wuhan

Sejumlah kasus Corona awal yang diidentifikasi di Wuhan diyakini terinfeksi dari hewan, banyak sumber yang melaporkan ke WHO para pasien yang terpapar Corona mengunjungi atau bekerja di pasar basah Wuhan.

Sementara hewan yang menginfeksi pasien, diduga menjadi perantara dari kelelawar belum diketahui. Angka reproduksi COVID-19 ditemukan relatif tinggi yaitu 2 hingga 2,5 sementara pengetatan mobilitas di awal wabah Wuhan belum dilakukan saat itu.

Wabah dipicu klaster keluarga

Di China, penularan Corona antarmanusia sebagian besar terjadi di lingkungan keluarga. Tim pakar investigasi WHO menyebut di antara 344 klaster yang melibatkan 1.308 kasus (dari total 1.836 kasus yang dilaporkan) di Guangdong Provinsi dan Provinsi Sichuan, sebagian besar cluster, 85 persen di antaranya berasal dari keluarga.

Sampel post mortem pasien COVID-19 China

Sampel post mortem pasien Corona pria berusia 50 tahun mengambil organ paru-paru, hingga jantung. Pemeriksaan histologis menunjukkan kerusakan alveolar difus bilateral dengan eksudat fibromyxoid seluler. Paru-paru menunjukkan pasien mengalami gangguan pernapasan akut sindrom (ARDS).

Gejala COVID-19

Gejala COVID-19 yang ditemukan di awal wabah Wuhan juga tak spesifik, ada yang tak bergejala hingga mengalami pneumonia berat dan meninggal dunia. WHO mencatat beberapa gejala COVID-19 di China dalam dokumenasal usul Corona hasil investigasi Februari lalu.

Berdasarkan 55.924 kasus yang dikonfirmasi di laboratorium China, tanda dan gejala khas meliputi:

Demam (87,9%),
Batuk kering (67,7%),
Kelelahan (38,1%),
Berdahak (33,4%),
Sesak napas (18,6%),
Sakit tenggorokan (13,9%),
Sakit kepala (13,6%),
Mialgia atau artralgia (14,8%),
Menggigil (11,4%),
Mual atau muntah (5,0%),
Hidung tersumbat (4,8%),
Diare (3,7%),
Hemoptisis (0,9%),
Konjungtiva (0,8%).

"Pengidap COVID-19 umumnya mengalami gejala ringan rata-rata 5-6 hari setelah infeksi (rata-rata masa inkubasi 5-6 hari, kisaran 1-14 hari," ungkap WHO.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar