Demokrasi Palsu ala Kader Sempalan

Sabtu, 06/03/2021 19:10 WIB
Pemimpin sidang, Jhoni Allen Marbun (tengah), didampingi para kader saat Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, (5/3/2021). (Foto: Antara).

Pemimpin sidang, Jhoni Allen Marbun (tengah), didampingi para kader saat Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, (5/3/2021). (Foto: Antara).

law-justice.co - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai langkah Moeldoko Cs yang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat telah nyata menunjukkan rusaknya demokrasi Indonesia. Alih-alih membangun, menurut Jamiluddin, manuver sejumlah kader sempalan yang mendorong Moeldoko menjadi Ketua Umum Demokrat secepat kilat itu telah mempraktikkan demokrasi palsu.

"KLB di Sibolangit sungguh-sungguh mempertontonkan demokrasi palsu. Semua direkayasa hanya untuk mengantar Moeldoko sebagai ketum," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Sabtu (6/3/2021).

Sejumlah kader dan mantan kader Demokrat, seperti Jhoni Alen Marbun, Darmizal, serta Max Sopacua, menggelar KLB Demokrat di The Hill Hotel & Resort Sibolangit, Deli Serdang, kemarin (5/3). Dalam kongres tersebut, politikus Demokrat yang sebelumnya dipecat, Jhoni Allen Marbun, membacakan dua nama kandidat ketua umum.

Kedua kandidat tersebut ialah Moeldoko dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat sekaligus mantan Ketua DPR, Marzuki Alie. Kongres yang digelar tak sampai satu jam ini lantas mendapuk Moeldoko menjadi ketua umum partai untuk periode 2021-2024.

Uniknya, Moeldoko tak hadir saat kongres luar biasa. Setelah pengumuman keputusan tersebut, Moeldoko hanya berbicara di depan peserta kongres lewat sambungan telepon. “Saya menghargai dan menghormati keputusan Saudara. Oke, kita terima menjadi ketua umum," ujar Moeldoko.

Menurut Jamiluddin, KLB sengaja dirancang hanya untuk memilih Moeldoko sebagai ketua umum. Pasalnya, di lokasi KLB terlihat sekumpulan kader hanya menggunakan kaos Demokrat bergambar Moeldoko.

Lebih jauh ia menambahkan, gelagat KLB yang didalangi Moeldoko sangat jelas ingin menggusur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari ketua umum dengan cara kasar dan tak bermoral. Sayangnya, kata dia, inisiator KLB ini berlindung dibalik kekuasaan sehingga acara dapat berjalan dengan mulus meski tak mengantongi izin dari Polri dan Satgas Covid-19.

"Moeldoko pun tanpa malu menerima pilihan peserta KLB yang asal usulnya tidak jelas. Mayoritas yang memilih Moeldoko itu tak memiliki hak suara," kata Jamaluddin.

Jamiluddin Ritonga. (Foto: Istimewa).


Selain keterlibatan eksternal yang begitu terang benderang dalam KLB Sibolangit, Jamiluddin menegaskan, alibi pemerintah yang sebelumnya mengaku tak dapat mencampuri urusan internal Partai Demokrat menjadi tidak beralasan. Buktinya, tak ada sedikitpun teguran dari pemerintah untuk menghentikan pesta demokrasi palsu tersebut.

Selain itu, Jamiluddin juga menilai KLB Sibolangit menjadi catatan hitam bagi perkembangan partai politik di Indonesia. Menurutnya, praktik ilegal ini akan berdampak pada partai manapun. Siapa saja akan bisa melaksanakan KLB untuk menggusur ketua umum yang tidak disukai suatu kelompok.

"Dalam jangka pendek dan panjang, praktek seperti itu merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun dengan susah payah di Indonesia. Partai politik akan dengan mudah digoyang dengan alibi KLB, apalagi dengan dukungan kekuasaan," jelasnya.

Jamiluddin meminta Presiden Joko Widodo untuk mendepak Moeldoko dari Kepala Staf Kepresidenan untuk menunjukkan bahwa istana memang benar-benar tidak terlibat. Tanpa tindakan nyata dari presiden, menurut dia, masyarakat akan mempersepsi keterlibatan istana dalam mengantarkan Moeldoko menjadi ketua umum hasil KLB yang ilegal.

"Menteri Hukum dan HAM juga harus taat aturan dengan melihat keabsahan KLM di Sibolangit berdasarkan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat. Kepentingan politik harus ditanggalkan. Hanya dengan cara itu, pemerintah benar-benar netral dalam menilai hasil KLB ilegal tersebut," pungkasnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar