Politikus PKS Desak KPPU Selidiki Dugaan Praktik Penimbunan Kedelai

Kamis, 07/01/2021 19:25 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin Ak. (Foto: Istimewa).

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin Ak. (Foto: Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah kembali gagal mengatasi lonjakan harga kedelai impor yang berdampak pada keberlangsungan usaha para pengrajin tahu dan tempe. Tren kenaikan harga kedelai di pasar global sendiri sudah muncul sejak Agustus tahun lalu, yang semestinya bisa diantisipasi oleh pemerintah.

Anggota Komisi Perdagangan (Komisi VI) DPR RI, Amin Ak, mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar menyelidiki dugaan praktik ilegal oleh importir kedelai dengan menimbun stok kedelai disaat pasokan kedelai di pasar global menipis. Jika terbukti terjadi penimbunan stok, Amin mendesak agar KPPU dan Kementerian Perdagangan mencabut izin impor perusahaan pelakunya.

“Persoalan kedelai ini kan selalu berulang sejak satu dekade terakhir. Persoalannya sama, yaitu instabilitas harga yang membuat pelaku usaha tempe dan tahu yang didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terpukul kenaikan harga,” kata Amin dalam keterangan tertulis, Kamis (7/1/2021).

Dugaan penimbunan stok kedelai itu beralasan mengingat hanya ada tiga importir yang menguasai 66,3 persen kuota impor kedelai, sehingga sangat berpeluang untuk mengontrol pasokan. Amin meminta KPPU menyelidiki dugaan importir yang sengaja menahan pasokan kedelai.

Selain itu, dia juga mendesak pemerintah untuk segera menyusun solusi jangka pendek dan jangka panjang agar persoalan kedelai ini tuntas. Untuk jangka pendek, pemerintah harus segera mencari pasokan kedelai dari luar Amerika Serikat yang selama ini menjadi sumber terbesar pasokan kedelai di dalam negeri.

“Sebanyak 95 persen lebih pasokan kedelai impor berasal dari negeri Paman Sam. Persoalannya, untuk periode 2020/2021 ini, kedelai AS sudah diborong Cina. Indonesia harus cari pemasok lain, karena panen kedelai lokal masih dua bulan lagi. Itupun jumlahnya sedikit,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.

Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), hingga 10 Desember 2020 lalu, China telah membeli 58 persen kedelai dari Amerika Serikat untuk kontrak 2020-2021. China membutuhan pasokan yang besar untuk kebutuhan pakan babi pasca peternakan mereka pulih dari wabah flu babi.

Data dari S&P Global Platts Analytics menyebutkan, terjadi lonjakan permintaan ekspor kedelai AS yang diperkirakan meningkat 31 persen (year-on-year) menjadi 59,87 juta metrik ton. Hal itu memicu kenaikan harga kedelai di pasar global, dimana rata-rata harga kedelai pada Desember 2020 mencapai US$ 461 per ton, naik 6 persen dari harga November. Sedangkan rata-rata harga kedelai Amerika pada September 2020-Agustus 2021 sekitar US$ 10 per bushel, atau naik 17 persen (year-on-year).

“Ini tantangan bagi Menteri Perdagangan yang baru, M Luthfi, untuk mengatasi pasokan kedelai dengan mencari sumber-sumber baru dari negara di luar AS,” ujar Amin..

Dua Solusi Kedelai

Amin menyebut sejumlah negara produsen kedelai yang perlu dijajaki antara lain Brasil, Argentina, Paraguay, India, Kanada, Rusia, Ukraina, maupun sejumlah negara Afrika. Selain pembelian langsung, lanjut Amin, Indonesia bisa menawarkan produk dari Indonesia sebagai komoditas barter seperti minyak sawit, kopi, dan produk unggulan lainnya.

Sedangkan untuk solusi jangka panjang, pemerintah bisa menugaskan BUMN Pangan bersama koperasi pengrajin tahu tempe untuk mengembangkan sentra produksi kedelai baru. Kementerian pertanian mencatat, produksi kedelai dalam negeri berkisar 420 ribu ton per tahun atau hanya sekitar 15 persen dari total kebutuhan per tahun yang mencapai lebih dari 2,6 juta ton.

“Keterlibatan BUMN Pangan yang holdingnya baru dibentuk akhir 2020 lalu, juga untuk mengontrol pasokan agar tidak dikendalikan oleh kartel,” kata Amin.

Dia pun berharap BUMN Pangan minimal mampu mengembalikan produksi kedelai nasional seperti 10 tahun lalu yang mencapai 1,8 juta ton per tahun. Dengan umur panen yang hanya sekitar 3 bulan, kedelai lokal bisa ditanam 3 kali setahun. Artinya untuk mencapai produksi minimal 1,8 juta ton per tahun, hanya dibutuhkan lahan 300 ribu hektare yang diperuntukkan khusus untuk kedelai. “Masa sih kita nggak mampu?” ujarnya.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar