Agar Pensiunan Sejahtera, Pemerintah Bakal Rombak Tata kelola Dapen

Selasa, 17/11/2020 12:13 WIB
Dana Pensiun (ilustrasi)

Dana Pensiun (ilustrasi)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah memiliki rencana mulia untuk merombak tata kelola program dana pensiun (dapen) baik bagi PNS maupun keseluruhan. Pasalnya, keberadaan program pensiunan ternyata terbukti tidak efektif.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, pada tahun 2018 sampai Semester I-2019 tidak efektif.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Taun 2019 disebutkan, bahwa program pensiunan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero).

"Tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku," tulis laporan BPK kala itu.

Dari catatan BPK, Pemerintah belum menetapkan peraturan pelaksanaan terkait dengan jaminan pensiun PNS sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu paling lambat 2 tahun sejak UU diundangkan.

Serta, dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, masih terdapat permasalahan, yakni belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun. Serat belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.

Selain itu, pemerintah belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

"Akibatnya pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaiana diamanatkan UU Nomor 5 tahun 2014 tetang ASN dan UU 40 tengang SJSN," jelas BPK.

BPK juga menyoroti bahwa pemerintah tidak lagi mewajibkan badan penyelenggara untuk menyampaikan laporan aktuaris sebagai bagian dari laporan berkala yang harus disampaikan kepada pemerintah.

Tidak adanya laporan aktuaris itu membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.

"Akibatnya, adanya risiko peningkatan belanja pensiun di masa depan yang akan berdampak pada penurunan manfaat pensiun, peningkatan iuran sampai dengan keberlangsungan program jaminan pensiun bagi PNS, TNI, dan Polri," kata BPK.

Untuk diketahui, sesuai dengan amanat Undang-undang UU No.40 Tahun 2000 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan Taspen dan Asabri harus dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau yang sekarang dikenal sebagai BP Jamsostek.

Pasal 65 ayat I UU Nomor 24 Tahun 2011 menyebutkan Taspen dan Asabri harus menyelesaikan peta jalan transformasi paling lambat 2014. Kemudian, pengalihan keduanya paling lambat dilakukan pada 2029 mendatang.

Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kemenkeu Askolani menjelaskan industri aset dapen terus tumbuh setiap tahun. Tapi, pengelolaan dapen diklaim perlu diatur ulang.

Pada 2014, aset dapen mencatat sebesar Rp 561 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 834 triliun pada 2017.

Sayangnya, kata Askolani, dana pensiun tidak memegang peranan yang signifikan pada perkembangan industri keuangan Indonesia. Sistem perbankan masih mendominasi industri keuangan Indonesia dengan porsi 78%.

Sementara, dana pensiun hanya 2,5% dari total aset sektor finansial. Ukuran industri dana pensiun Indonesia dari total aset dana pensiun terhadap PDB juga masih jauh tertinggal dari peer countries seperti 5 negara Asia lainnya.

Menurut Askolani, untuk meraih potensi maksimal, dapen harus dikelola dengan baik dan hati-hati atau prudent. Pasalnya, saat ini manajer dapen (pengelola) di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.

Padahal, sangat penting untuk memastikan pengelolaan dana pensiun dibarengi dengan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya untuk meningkatkan kepercayaan pada industri dana pensiun.

"Praktek ini tidak sesuai dengan karakteristik program pensiun yang memiliki kewajiban atau liabilities jangka panjang yang berakibat asset-liabilities mismatch atau kewajiban aset tidak sesuai," ujarnya.

"Indonesia perlu memastikan dana pensiun Indonesia sejalan dengan best practice internasional. Contohnya pada hari ini, bisa belajar dari pola pensiun Iran dan Thailand," kata Askolani melanjutkan.

Pengelolaan dana pensiun, menurut Askolani juga harus efektif diredesain dan diimplementasikan oleh institusi dana pensiun dan didukung oleh masyarakat.

Ia juga menekankan desain dana pensiun yang bagus adalah ada keseimbangan antara keuntungan yang cukup, pendanaan yang terjangkau dan program yang berkelanjutan.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar