Buruh Desak Gaji Naik 8% di 2021

Sabtu, 17/10/2020 19:05 WIB
Ribuan buruh melakukan aksi mogok kerja di Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10). Aksi mogok kerja tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan kaum buruh. Robinsar Naiggolan

Ribuan buruh melakukan aksi mogok kerja di Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10). Aksi mogok kerja tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan kaum buruh. Robinsar Naiggolan

Jakarta, law-justice.co - Kalangan buruh mendesak agar upah minimum tahun 2021 naik dan tegas menolak permintaan kalangan pengusaha yang meminta agar di tahun depan tidak ada kenaikan upah minimum.

Kelompok pengusaha menilai alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Bandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.

"Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal seperti dilansir CNBC Indonesia, Sabtu (17/10).

Kenaikan upah 8% menurut Said Iqbal merupakan besaran ideal. Karena itu didasarkan pada kenaikan upah rata-rata selama 3 tahun terakhir. Jika upah minimum tidak naik, kata Said Iqbal, maka membuat situasi semakin panas.

Apalagi kondisi terkini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Selain penolakan omnibus law, buruh juga akan menyuarakan agar upah minimum 2021 tetap naik. Sehingga aksi-aksi akan semakin besar.

"Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan karena pertumbuhan ekonomi sedang minus. Saat Indonesia mengalami krisis 1998, di mana pertumbuhan ekonomi minus di kisaran 17% tapi upah minimum di DKI Jakarta kala itu tetap naik bahkan mencapai 16%," ungkapnya.

Bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi juga akan jatuh. Ujung-ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar