Gerindra Sayangkan Tak Penuhi Target Pendapatan & Defisit APBN 2019

Selasa, 18/08/2020 14:56 WIB
Sekretaris Fraksi partai Gerindra Desmond J. Mahesa politikus Gerindra (kiri) (Makassartoday.com)

Sekretaris Fraksi partai Gerindra Desmond J. Mahesa politikus Gerindra (kiri) (Makassartoday.com)

Jakarta, law-justice.co - Fraksi Partai Gerindra sangat menyayangkan kinerja pemerintah karena tak terealisasinya target pendapatan dan adanya defisit dalam APBN 2019. Pendapatan negara dinilai Gerindra meleset dari target yang ditetapkan dalam APBN 2019. Oleh karena itu, Gerindra pun mengkritisi RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019.

"Pendapatan Negara hanya terealisasi mencapai 90,56 persen atau sebesar Rp1.960,63 triliun dari target Rp2.165 triliun, yang berarti hanya tumbuh positif sebesar 0,87 persen dari pendapatan negara tahun 2018. Sedangkan Belanja Negara terealisasi 93,83 persen atau sebesar Rp2.309,28 triliun dari target Rp2.461,11 triliun," kata Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani dalam siaran persnya, Selasa (18/8/2020).

Menurut Muzani, berdasarkan realisasi Pendapatan dan Belanja Negara tersebut maka diperoleh defisit Anggaran sebesar Rp348,65 triliun, yang berarti lebih 117,8 persen dari target APBN 2019 sebesar Rp296,0 triliun.

"Fraksi Partai Gerindra DPR RI menyayangkan tidak terealisasikannya target pendapatan, belanja, dan defisit anggaran yang sudah ditetapkan di dalam APBN 2019," katanya.

Dengan melihat fakta yang terjadi Gerindra meminta pemerintah harus bekerja ekstra keras dalam menaikan rasio pajak, sehingga negara tidak tergantung kepada utang untuk pembiayaan yang setiap tahunnya semakin membesar. Apalagi realisasi Anggaran Belanja Negara tahun 2019 lebih rendah dari penyerapan belanja tahun 2018 yang mencapai 99,66 persen.

"Kecenderungan penurunan realisasi Belanja Negara diharapkan tidak berlanjut, apalagi untuk tahun 2020 yang memerlukan kerja lebih keras lagi di tengah ancaman resesi ekonomi. Pemerintah perlu melakukan inovasi perbaikan
dalam penyerapan anggaran, tidak hanya sebatas angka semata tetapi mengutamakan manfaat, kualitas penyerapan dan tepat sasaran," lanjutnya.

Senada dengan Muzani, Sekretaris Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mengatakan dari 7 (tujuh) indikator asumsi dasar ekonomi makro yang mendasari penyusunan APBN TA 2019, hanya 2 (dua) indikator mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Tingkat inflasi tahun 2019 kata dia sebesar 2,72 persen, atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu sebesar 3,50 persen. Rata-rata nilai tukar rupiah di tahun 2019 berada pada kisaran Rp14.146 per dolar AS, lebih rendah dari asumsi sebesar Rp 15.000.

"Namun, lima indikator asumsi dasar ekonomi makro meleset dari target yang ditetapkan, yaitu: nilai Indonesian Crude Price (ICP) sebesar 62 USD per barel, lebih rendah dari target 70 USD per barel; lifting minyak bumi hanya mencapai 746 ribu dari target 775 ribu barel per hari; lifting gas bumi hanya
tercapai 1,05 juta, sementara asumsinya sebesar 1,25 juta barel setara minyak
per hari," jelasnya.

Dengan melihat situasi yang terjadi saat ini, Desmond menilai secara umum dapat dikatakan bahwa capaian dan realisasi dari asumsi pada APBN TA 2019 meleset dari target yang ditetapkan, termasuk dua indikator penting yaitu; pertumbuhan ekonomi, dan tingkat bunga SPN 3 bulan tercatat sebesar 5,6 persen. Realisasi itu lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan sebesar 5,3 persen.

"Ekonomi Indonesia selama tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019, yakni 5,3 persen," tambahnya.

Sementara untuk menjawab situasi yang ada kata dia, pemerintah selalu saja berdalih dengan menyalahkan faktor gejolak ekonomi eksternal dan global. Padahal menurut Desmond, porsi ekonomi eksternal dan global dalam struktur PDB Indonesia tidaklah signifikan.

Kemudian, bertambah besarnya anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Yang terjadi malah sebaliknya: penurunan, jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya tahun 2018, yang mencapai 5,17 persen.

"Tahun 2020 diperkirakan dunia menghadapi krisis bahkan resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Demikian juga negara kita, dimana pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II menjadi negatif. Hal ini disebabkan hampir semua sektor lapangan usaha tumbuh negatif," jelasnya.

Desmond mengtakan salah satu lapangan usaha yang masih bertumbuh di tengah pandemi covid-19 adalahpertanian. Dia menilai, pertanian menjadi salah satu yang bisa menyelamatkan PDB Indonesia.

"Ketika sektor industri minus 6,49 persen pada Kuartal II 2020, sektor pertanian justru tumbuh mencapai 16,24 persen. Naiknya pertumbuhan sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman resesi ekonomi, memberi pesan kuat kepada Pemerintah dan DPR untuk lebih serius dan tidak basa-basi lagi membangun sektor pertanian," katanya.

Karenanya, Fraksi Partai Gerindra DPR RI terus menerus mengajak semua dan mendorong Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang melindungi petani dalam skema perdagangan nasional dan internasional. Sebab, dengan memperhatikan efektivitas kebijakan importasi, dan fokus pada perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN), juga memberikan akses modal bagi pertanian diharapkan dapat mendorong lahirnya regenerasi petani di desa-desa.

Pemberdayaan petani yang sifatnya karikatif dan charity, harus ditinggalkan, digantikan dengan program yang lebih substantif. Termasuk di dalamnya pengembangan koperasi pertanian.

"Fraksi Gerindra juga merekomendasikan agar negara maritim seperti Indonesia menempatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebagai indikator pembangunan. Petani dan Nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Dua indikator ini diharapkan mendorong intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor," tutup Desmond.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar