Diduga Hilangkan Barang Bukti, Irjen Pol Rudy Dilaporkan Ke Propam

Rabu, 08/07/2020 13:16 WIB
Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (The Jakarta Post)

Penyidik Senior KPK Novel Baswedan (The Jakarta Post)

law-justice.co - Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Irjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho dilaporkan oleh Tim Advokasi Novel Baswedan ke Divisi Propam Polri. Pelaporan tersebut karena diduga Rudy telah menghilangkan barang bukti dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

"Benar, kemarin, kami tim advokasi Novel Baswedan melaporkan Irjen Rudy Heriyanto selaku mantan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya ke Divisi Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik profesi karena menghilangkan barang bukti dalam perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan," kata Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana kepada wartawan Rabu, (8/7/2020).

Rudy sendiri adalah mantan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan merupakan bagian dari tim penyidik yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

"Sehingga, segala persoalan dalam penyidikan menjadi tanggung jawab dari yang bersangkutan," ujar Kurnia.

Selain itu, Kurnia juga mengatakan perihal yang menjadi laporan tersebut. Pertama, perihal sidik jari pelaku di botol dan gelas yang digunakan untuk alat menyerang Novel Baswedan.

Pada 17 April 2019 lalu, Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu, Argo Yuwono yang masih berpangkat Komisaris Besar (Kombes) mengatakan, tim penyidik tidak menemukan sidik jari dari gelas yang digunakan oleh pelaku untuk menyiram Novel Baswedan. Padahal, dalam banyak pengakuan baik dari korban maupun para saksi, gelas tersebut ditemukan oleh kepolisian pada hari yang sama yakni pada 11 April 2017 sekitar pukul 10.00 WIB dalam kondisi berdiri.

"Tentu saja, sidik jari tersebut masih menempel dalam gelas dan botol, terlebih lagi pada saat ditemukan gagang gelas tidak bercampur cairan air keras itu. Selain itu, botol dan gelas yang digunakan oleh pelaku pun tidak dijadikan barang bukti dalam penanganan perkara ini," lanjut dia.

Fakta lain yang diduga disembunyikan adalah pengakuan dari terdakwa Rahmat Kadir Mahulette yang menyebut bahwa persiapan penyiraman sejak masih berada di Markas Brimob.

"Padahal, persiapan penyiraman dilakukan di dekat kediaman korban, ini dapat dibuktikan dari aspal yang terkena siraman air keras saat pelaku menuangkan dari botol ke gelas," ungka dia.

Hal kedua adalah perihal CCTV di sekitar kediaman Novel yang tidak dijadikan sebagai barang bukti. Kembali mengutip pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono pada tanggal 10 Oktober 2017, kepolisian telah mengumpulkan 400 CCTV dari lokasi penyerangan dalam radius 500 meter.

Namun, berdasarkan pengakuan Novel dan saksi diketahui, ada beberapa CCTV yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku. Akan tetapi, tidak diambil oleh kepolisian. Bahkan, beberapa CCTV di sekitar rumah Novel diketahui juga memiliki resolusi yang baik untuk dapat memperjelas wajah pelaku dan rute pelarian.

"Kumpulan CCTV yang diperoleh kepolisian hanya sekadar untuk menyamakan dengan pengakuan para pelaku," kata Kurnia.

Hal ketiga, Cell Tower Dumps (CTD) tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara. CTD adalah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara.

Dalam penanganan perkara, mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian. Apalagi, dalam kejahatan terorganisasi seperti ini, dapat dipastikan para pengintai dan pelaku melakukan komunikasi dengan menggunakan jaringan seluler.

"Atas dasar ini, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya dari terlapor untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban, baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," lanjut Kurnia.

Hal keempat, adalah minim penjelasan terkait dengan sobekan baju gamis milik Novel. Pada persidangan 30 April 2020 majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memperlihatkan baju gamis yang dikenakan oleh korban saat kejadian penyiraman air keras terjadi. Namun, menurut Kurnia ada hal yang janggal. Kejanggalan yang dimaksud adalah terdapat sobekan pada baju gamis milik korban tersebut. Menurut pengakuan dari kepolisian baju tersebut disobek untuk kepentingan forensik karena terkena siraman air keras.

"Penting untuk ditegaskan bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian mestinya dapat diikuti dengan dokumentasi. Dalam hal ini, korban tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait dengan sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya," katanya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, tim advokasi menduga Irjen Rudy Heriyanto selaku mantan Dirkrimum Polda Metro Jaya melanggar ketentuan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI.

(Bona Ricki Jeferson Siahaan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar