Penuhi Dulu Hak Warga saat Pandemi Corona, Baru Rumuskan Sanksi Mudik!

Minggu, 26/04/2020 09:00 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Presiden Joko Widodo (Foto: CNN)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah resmi melarang mudik atau pulang kampung 2020 dengan dasar pencegahan sebaran COVID-19. Keputusan tersebut juga berdasarkan hasil survei Kementerian Perhubungan yang menyatakan 24 persen responden berniat mudik meski telah diimbau untuk tidak melakukannya.

Kebijakan ini ditetapkan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/4/2020).

Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Panjaitan menegaskan larangan mudik akan berlaku secara bertahap sejak 24 April 2020. Per 7 Mei, mereka yang membandel tetap pulang kampung akan dikenakan sanksi.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan sejauh ini sanksi apa yang akan diterapkan "masih dimatangkan." "Yang jelas di awal penerapan akan diterapkan sanksi secara bertahap sampai implementasi sanksi secara penuh di 7 Mei 2020," kata Adita kepada reporter Tirto, Rabu (21/4/2020).

Di lapangan, Kemenhub telah menyiapkan sejumlah pos pemantauan, bekerja sama dengan instansi terkait. "Di jalur udara bekerja sama dengan operator bandara dan maskapai, begitu juga dengan pelabuhan dan kereta api."

Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa juga mengaku perusahaannya masih membahas implementasi peraturan ini. "Nanti akan segera kami informasikan kembali," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu.

Tidak akan ada penutupan jalan selama pelarangan mudik lebaran 2020. Sebagai gantinya, akan diberlakukan pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar masuk suatu wilayah Jabodetabek dan wilayah-wilayah yang sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan wilayah zona merah COVID-19. Aturan ini tidak berlaku bagi angkutan barang atau logistik.

Tak Perlu Sanksi Pidana

Menurut Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar, sanksi apa pun itu pada dasarnya akan sulit diterapkan dalam wilayah yang menerapkan PSBB. Ia berkaca pada situasi daerah-daerah yang telah menerapkan PSBB saat ini.

"Ukuran tidak jelas. Makanya banyak yang masih keluar-keluar," katanya.

"Beda dengan karantina wilayah, apa pun kegiatan dilarang di wilayah tertentu. Kecuali untuk logistik yang dijamin oleh pemerintah pusat," tambahnya.

Di Jakarta, selama PSBB berlaku sejak 10 April, lebih dari 18 ribu pengendara melanggar aturan. Jenis pelanggaran terbanyak yakni tidak menggunakan masker saat berkendara di jalan raya.

Kemudian, jenis pelanggaran terbanyak lainnya adalah jumlah penumpang kendaraan roda empat yang melebihi kapasitas. Sedangkan jenis pelanggaran terbanyak ketiga: pengendara sepeda motor berboncengan dengan orang yang tidak satu alamat.

Sementara Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur tidak sepakat jika para pelanggar mudik dikenakan sanksi. "Pendekatannya bukan sanksi, tapi penuhi kewajiban sesuai undang-undang," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu.

Jika pemerintah ngotot ada sanksi, ia berharap hanya denda uang saja. Tak perlu berlebihan sampai menjerat pelanggar dengan pidana, misalnya. "Hukum pidana adalah ultimun remedium, langkah paling terakhir," katanya menegaskan.

Kemudian, yang perlu juga diperhatikan pemerintah sebelum menerapkan sanksi--apa pun itu--adalah optimalisasi pencegahan, misalnya menutup akses transportasi publik dan ketat mendata kebutuhan masyarakat.

Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Pol Benyamin sudah memperkirakan apa sanksi yang bakal dikenakan, meski peraturan tersebut masih dibahas pemerintah pusat. Menurutnya, barangkali memang tidak bakal ada sanksi pidana.

"Mungkin hanya sanksi sosial saja. Kami akan kembalikan saja orang-orang yang nekat mudik, kalau tidak mau dia tidak bisa jalan. Kalau mau cari jalan tikus, terserah mereka," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu. "Apalagi yang zona merah, enggak boleh keluar. Kami akan kembalikan. Ketentuan PSBB jadi acuan kami," tambahnya.

Pengecualian untuk mobil pengangkut barang atau logistik dan jasa ekspedisi serta warga yang memegang surat keterangan izin mudik dari RT, RW, kelurahan juga Satgas COVID-19. "Kalau dia bisa menunjukkan surat itu, bisa [mudik]."

Untuk jaga pos pengawasan mudik, polisi akan bekerja sama dengan dinas kesehatan setempat, TNI, dinas perhubungan, dan Satpol PP.
"Hampir sama kayak [pos pemantauan] PSBB," terang Benyamin.

Larangan mudik ini bisa dibilang terlambat, meski itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Disebut terlambat karena sudah banyak warga yang kadung mudik. Dalam rapat terbatas 30 Maret lalu, Jokowi mengaku mendapatkan laporan dalam 8 hari terakhir sudah ada sekitar 14 ribu warga Jabodetabek pulang kampung. (tirto.id).

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar