Jokowi Dapat Ancaman dari Mahasiswa Seluruh Indonesia, Ini Alasannya

Rabu, 15/04/2020 14:21 WIB
Mahasiswa demo kebijakan pemerintah (harianhaluan)

Mahasiswa demo kebijakan pemerintah (harianhaluan)

Jakarta, law-justice.co - Di tengah pandemi Virus Corona Presiden Jokowi mendapat ancaman dari BEM (Badan eksekutif mahasiswa) seluruh Indonesia. Mereka siap bergerak untuk melancarkan aksi andai pemerintah tak tegas dalam mengatasi covid-19.

Pasalnya hingga Rabu 15 April, jumlah kasus positif covid-19 terus meningkat, kini menjadi nyaris 5 ribu kasus. Hal itu lantas memunculkan keprihatinan dan kritik dari BEM seluruh Indonesia kepada Presiden Jokowi.

Diketahui, BEM seluruh Indonesia mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, Senin (13/4/2020). Dalam surat tersebut mereka menuntut Pemerintah mengutamakan keselamatan nyawa rakyat dalam setiap pengambilan kebijakan terkait penanganan covid-19.

Surat yang ditandatangani Koordinator Pusat Aliansi BEM seluruh Indonesia Remy Hastian Putra Muhammad Puhi itu juga menyatakan mahasiwa akan bergerak bersama rakyat jika nyawa rakyat tak diutamakan dalam penanganan covid-19.

"Jika keselamatan nyawa rakyat tidak diutamakan kami siap bergerak bersama rakyat dan membersamai rakyat," tulis BEM seluruh Indonesia dalam surat terbuka itu.

Mereka pun meminta Pemerintah memberikan informasi secara terbuka kepada masyarakat. Hal itu berguna agar masyarakat memahami secara penuh bahwasannya kondisi negara dalam keadaan bencana nasional.

Para mahasiswa juga meminta Pemerintah mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan tenaga medis dengan sebaik-baiknya. Sebabnya saat ini para tenaga medis merupakan pasukan utama di garda terdepan dalam melawan covid-19.

Mereka pun meminta Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas dalam menangani covid-19. Menurut mereka, Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 Tahun 2020 kurang tegas dalam menangani covid-19.

Mereka menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang didasari PP No. 21 Tahun 2020 tak cukup untuk memutus mata rantai penularan covid-19. Sebab, PSBB kurang bisa memutus pergerakan orang dari Jabodetabek selaku episentrum covid-19 ke daerah lain.

"Kami rasa, Pemerintah membuat kebijakan ini didasari Pemerintah tidak mempunyai biaya yang mencukupi untuk membiayai bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat secara luas.

Tidak dipungkiri, narasi setelah dari pemberlakuan PSBB jika dirasa tak efektif dan efisien," lanjut BEM seluruh Indonesia melalui surat tersebut.

Kemudian, mereka meminta Presiden beserta para menteri dan jajarannya beserta DPR untuk fokus pada penanganan kasus covid-19.

Mereka meminta Pemerintah dan DPR tak memanfaatkan kondisi ini untuk melancarkan kepentingan pribadi ataupun sebagian kelompok dengan meneruskan pembahasan RUU yang kontroversial di periode sebelumnya agar cepat disahkan dalam masa pandemi.

Beberapa RUU kontroversial yang menurut para mahasiswa dirancang untuk memangkas regulasi pada periode ini, yaitu Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang kini akan dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Mereka pun meminta Presiden Joko Widodo menginstruksikan menterinya menarik diri dari pembahasan Omnibus Lawa RUU Cipta Kerja bersama DPR.

"Jika Bapak tidak ingin disebut sebagai pemimpin “boneka” oleh rakyat Indonesia, sampaikan sikap dan ketegasan yang nyata kepada kita semua untuk membatalkan segala narasi pembahasan terhadap RUU yang bermasalah di kalangan masyarakat dan fokus pada pembahasan dan penanggulangan covid-19 itu sendiri," lanjut BEM seluruh Indonesia.

Mereka pun meminta Pemerintah tak mengutamakan kepentingan korporasi dan oligarki dalam memberikan stimulus ekonomi di tengah pandemi covid-19.

Para mehasiswa mengkritik kebijakan ekonomi Pemerintah di tengah pandemi yang melebarkan batas defisit anggaran 3 persen menjadi 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut mereka kebijakan tersebut akan menimbulkan permasalahan lain misalnya risiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang Pemerintah, pelemahan nilai tukar rupiah, hingga yang paling berbahaya penambahan utang luar negeri Indonesia.

Mereka pun menyayangkan Perppu No.1 Tahun 2020 Pasal 27 Ayat 1 yang disebutkan bahwa kebijakan penyelamatan terkait krisis bukan merupakan kerugian Negara.

"Bagaimana mungkin anggaran dari APBN dan SUN kemudian ketika terjadi permasalahan kemudian Pemerintah bilang bukan kerugian negara. BPK artinya tidak bisa melakukan audit?," lanjut mereka.

Selain itu, mereka meminta Pemerintah mempertimbangkan uang kuliah yang telah mereka atau orang tua mereka bayarkan dapat kembali.

Sebabnya, banyak diantara mereka mengatakan tidak merasakan secara langsung uang pembayaran kuliah berupa fasilitas seperti kelas, kursi, bangku, papan tulis, alat lab, ruang lab, dan sebagainya.

Mereka mengatakan uang yang dikembalikan tersebut berguna untuk bertahan hidup dari ancaman wabah Virus Corona yang menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok menjadi naik.

Para mahasiswa juga mengeluhkan sistem belajar dari rumah yang menurut mereka kurang baik. Sebab kebanyakan guru dan dosen hanya memberikan tugas tanpa melakukan proses mengajar.

Di tengah masa pandemi ini, mereka juga meminta Pemerintah memikirkan nasib guru honorer yang kemungkinan tak mendapat gaji lantaran tidak mengajar di kelas.

"Tidak dapat ditemukan instruksi yang mengatur mengenai gaji tenaga pengajar non PNS. Terdapat kejanggalan terhadap kebijakan ini," tulis para Mahasiswa.

"Pasalnya 50 persen pemanfaatan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS) sendiri merupakan untuk pemberian upah guru honorer.

Tapi, tidak ada satu pun pembahasan (teknis) mengenai pemberian upah untuk guru honorer," lanjut mereka.(Tribunnews)

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar