Apa Dasar Hukum Pemerintah Harus Segera Lakukan Karantina Wilayah?

Minggu, 29/03/2020 15:30 WIB
Ilustrasi Lockdown (Foto: Freepik)

Ilustrasi Lockdown (Foto: Freepik)

law-justice.co - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai penetapan status keadaan darurat kesehatan oleh Presiden terhadap virus corona sangat penting untuk segera dilakukan. Penetapan tersebut akan berpengaruh pada otoritas pengambilan kebijakan serta bagaimana cara pemerintah menangani situasi, termasuk untuk memberlakukan karantina wilayah yang memiliki daya paksa dalam keadaan darurat kesehatan.

Hal ini merujuk pada perkembangan wabah yang semakin meningkat tajam bahkan hampir di seluruh Indonesia.

“Artinya, penyebaran dan penanganannya sudah melewati batas-batas provinsi atau tingkat nasional,” jelas peneliti PSHK Agil Oktaryal melalui keterangan pers, di Jakarta, Minggu (29/3/2020).

Merujuk pada Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemda, maka urusan yang melewati batas provinsi menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk mengatasinya. Agil Oktaryal menyampaikan dasar hukum untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat agar menetapkan status darurat kesehatan nasional, di antaranya:

1. U No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, khususnya Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat berwenang menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
2. UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, khususnya Pasal 7 ayat (1) huruf c yang menyebut penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; yang kemudian diperkuat oleh Pasal 51. Bahkan, di Pasal 1 angka 19 undang-undang ini menegaskan bahwa status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sehingga Keputusan Kepala BNPB No. 9A Tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Bencana Wabah Penyakit Virus Corona di Indonesia sebagaimana dirubah dengan Keputusan No. 13A Tahun 2020 sesungguhnya keliru secara hukum karena kewenangan penetapan status dan bencana nasional seharusnya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yakni Presiden.

Rencana Pemerintah menyiapkan Peraturan Pemerintah untuk menentukan tata cara penetapan dan pencabutan status keadaan darurat kesehatan harus segera direalisasikan.

Penetapan tersebut harus berbarengan dengan keputusan tentang status keadaan darurat COVID-19 tersebut. Termasuk juga peraturan pemerintah harus memuat aturan mengenai hak masyarakat dan tanggung jawab pemerintah selama karantina berlangusung. Ketentuan ini juga harus konsisten dengan Pasal 55 UU No. 6/2018 Tentang Karantinaan Kesehatan.

Berdasarkan Pasal 55, tercantum bahwa Pemerintah Pusat wajib memenuhi kehidupan dasar orang yang berada dalam lingkup wilayah karantina kesehatan. Kewajiban ini koheren dengan UU No. 18/2012 Tentang Pangan pasal 58 ayat 1 tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyediakan dan menyalurkan bahan pangan dalam keadaan darurat.

Dengan penetapan status darurat kesehatan nasional serta ditetapkannya daerah atau sebagian daerah yang berstatus darurat melalui Keputusan Presiden, maka pembatasasan hak warga serta pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan preventif mencegah meluasnya COVID-19 mendapat rambu-rambu yang jelas.

Adanya penetapan status darurat kesehatan nasional juga akan menciptakan kebijakan penanganan COVID-19 yang sinergis satu sama lain antara pusat dan daerah mengingat segala bentuk kebijakan akan diambil oleh pusat dengan koordinasi dengan pemerintah daerah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Agil menyampaikan bahwa PSHK mendesak agar Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk melakukan hal-hal berikut ini:

1. Mengeluarkan Keputusan Presiden untuk menetapkan status darurat kesehatan COVID-19 berbarengan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah terkait penanganan darurat kesehatan secara nasional agar langkah-langkah pemerintah menjadi terukur.
2. Mengeluarkan Keputusan Presiden yang menetapkan karantina wilayah untuk daerah tertentu ataupun secara nasional untuk pembatasan mobilitas penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi, termasuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi sebagaimana diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
3. Segera membatasi mobilitas penduduk di daerah terjangkit ke daerah-daerah lain untuk mencegah penularasan COVID-19 yang lebih luas.
4. Menjamin tetap terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat selama karantina wilayah berlangsung.
5. Berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan peraturan pemerintah terkait karantina kewilayahan untuk medapat masukan dan gambaran akan kebutuhan rill di daerah.

 

(Lili Handayani\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar